Ghost of School

Latihan



Latihan

0Calista langsung menggelengkan kepala, mencari keberadaan Egi telah berjalan lebih dulu. "EGI! Tungguin Calista, dong!" teriak Calista tanpa memperdulikan tatapan murid-murid di koridor, langsung berlari begitu saja, hampir menabrak punggung tegap cowok itu kalau saja tidak mengerem kakinya.     

"Berisik!" sahut Egi ketika Calista sudah berjalan di sampingnya. Calista bingung, apakah dia harus mengatakannya pada Egi? Cewek itu masih menetralkan napasnya sambil melirik Egi diam-diam.     

"Egi…."     

"Hm?" gumam Egi datar.     

Calista menggigit ujung bibirnya bingung. "Aku tadi lihat dia tersenyum di pohon yang kau tunjuk," bisik Calista seraya mendekatkan wajahnya ke telingan cowok itu.     

Egi masih berjalan dengan santai, tanpa memperdulikan eksistensi cewek di sampingnya. Calista lantas berdecak kesal. "Kau mendengarkan aku berbicara tidak, sih?" celetuk Calista kesal.     

"Hm?" Lagi-lagi Egi hanya bergumam singkat sambil menatap Calista sekilas sampai akhirnya mereka tiba di dalam kelas. "Lihat siapa?" tanya Egi pada akhirnya.     

Calista berseru heboh, karena Egi sudah mau bertanya. "Itu, loh. Yang kemarin Anggun cerita cowok pakai baju basket nomer tiga belas. Ternyata dia sedang berdiri di dekat pohon tadi!"     

"Trus, aku harus apa?" sahut Egi datar.     

Calista mendelik ke Egi. "Ish, dasar cowok nyebelin! Mending aku cerita sama yang lain aja!" gerutu Calista yang langsung duduk di depan meja Pricil.     

"Ada apa, Cal? Kelihatan kesel banget muka kau?" tanya Pricil.     

Calista menghela napas berat, bahu Calista tampak turun. "Aku kesal sama Egi, kenapa dia nggak peduli di saat aku lihat penampakan cowok berbaju basket dengan nomor punggung tiga belas seperti cerita Anggun semalam," cerita Calista dengan intonasi pelan, agar murid yang telah menghuni di sini tidak bisa mendengarkan obrolan mereka berdua.     

Pricil melotot pada Calista, langsung mencondongkan tubuhnya agar berada dekat di depan wajah Calista. "Serius kau? Wah, yang lain harus tahu…."     

Ketika Pricil ingin menghampiri saudara-saudara lainnya, guru datang memasuki kelas. Pricil mendengus kesal. Setelah itu, mereka kembali ke bangkunya masing-masing, karena guru akan segera memulai pelajaran.     

***     

"Nath, oper bolanya ke aku!" Anggun berteriak kencang dengan mata tajam, segera menangkap bola basket yang baru saja diberikan oleh Nathan. Anggun pun mendribble dengan gerakan lengang, meloncat hingga bola menari sempurna ke ring basket.     

"Mantap, Anggun!" sorak Nathan.     

"Weitz, Anggun jago bener!" teriak Gery yang duduk bersama lainnya di atas tribun, menonton latihan basket untuk acara turnamen dua hari lagi.     

"Keren juga ya, Anggun. Dia udah berapa lama ikut basket putri, Pri?" tanya Calista kepada Pricil.     

Sebelum Pricil menjawab. Egi sudah menyahut lebih dulu. "Satu tahun."     

"Kalem, Gi. Anak orang kau omelin mulu," cercah Pricil.     

Calista cemberut, lalu dia berbisik kepada Pricil. "Egi itu kenapa, sih? Emang galak gitu orangnya?" bisik Calista, membuat Pricil tergelak tawa.     

"Aku dengar!" sahut Egi dingin, cowok itu duduk di belakang Pricil dan Calista.     

"Kalau dengar, jangan galak-galak, dong! Aku sumpahin, kau suka sama aku!" ledek Calista tak kalah ketus.     

Egi mendengus kesal. "Cih. Sok cantik!" cibirnya.     

"Pricil, ke kantin yok! Temenin aku, males di sini ada yang ngomel mulu, bikin telinga aku mau pecah," ajak Calista seraya menarik lengan Pricil untuk menjauhi tribun.     

"Pergi yang jauh," celetuk Egi, tak digubris oleh Calista yang masih bisa mendengar. Gery sejak tadi menahan tawa di samping Egi pun langsung terpingkal-pingkal.     

"Jangan terlalu benci, Gi. Cepat atau lambat, kau akan jatuh cinta sama dia," ujar Gery masih meminimalisir tawanya.     

"Diam Ger, jangan sok tahu!" cetus Egi, lalu kembali menatap ke lapangan basket.     

Di koridor, Calista sudah mengentak-hentakkan kakinya kesal akibat sikap Egi yang terus saja galak kepadanya. Bibirnya dia tekuk, mukanya kusut, dahinya terlihat berkerut-kerut tampak berpikir sesuatu. "Egi nyebelin banget! Untung karena Papa yang nyuruh aku buat nemuin dia," gerutu Calista sepanjang jalan.     

Pricil yang mendengarkan celotehan Calista pun hanya bisa tertawa sambil memegang perutnya. "Ternyata benar, kau udah jatuh cinta lebih dulu sama Egi? Yang sabar aja, aslinya dia baik kok," kekeh Pricil.     

"Kau ketawa mulu ihhh," cicit Calista semakin kesal.     

"Abisnya ya, aku baru lihat Egi seperti itu sama cewek. Mungkin, aku feeling dia suka dengan kau, Cal, untung juga kau sayang Egi pasti, ya?" asumsi Pricil.     

Calista tersenyum sumringah, pipinya merona merah. "Jangan gitu dong, Pricil!" tukas Calista. Sedangkan Pricil hanya bisa tertawa sambil geleng-geleng kepala.     

Setelah itu, mereka pun sampai di kantin yang selalu ramai. Mereka memilih duduk di dekat jendela yang bisa menghubungkan ke lapangan sekolah. Kemudian mereka memesan makanan dan minuman segar.     

"Eh, Gery minta di bawain minuman nih, sama Nathan dan Anggun juga sepertinya udah selesai latihan. Kau masih mau makan di sini, Cal?" tanya Pricil.     

Calista mengangguk, tangannya sibuk menyuapkan batagor ke dalam mulutnya dengan lahap. "Kau duluan deh, aku masih mau di sini. Ntar, aku nyusul kau di ruang basket indoor yang tadi, kan."     

"Ehm, okay."     

Pricil pun pergi meninggalkan Calista sendirian. Bukan sendiri aja di kantin, tapi banyak siswa lain yang masih berkeliaran di surganya perut. Calista melihat lagi sosok cowok yang tadi pagi di lihatnya di pohon rindang tersebut. Ketika pandangan Calista jatuh pada ujung halaman, di mana sosok itu masih berada di posisi yang sama. Calista melirik sekitarnya, anak-anak sedang asyik bergerombol, ada yang sibuk menghabiskan makanan, bermain ponsel untuk melihat berita terbaru sekolah mereka. Tidak ada dari mereka yang melihat ke arah pandangan Calista. Bulu kuduk Calista merinding, seketika dia terhenyak saat cowok itu melempar senyum manis ke arahnya dan melambaikan tangan seolah memanggil. Merasa terpanggil, Calista langsung beranjak dari duduknya. Dia membayar makanan dan minuman yang telah habis. Sambil mengecek ponselnya, Calista mencari kontak nama Pricil.     

Calista Elssa : Aku lihat sosok yang tadi pagi aku ceritain. Dia masih ada di tempat yang sama. Sepertinya, aku harus samperin dia dan nanya apa maunya. Kalau aku belum balik dan terjadi sesuatu dengan aku. Kamu cari aku di tempat yang digambarkan Gery semalam.     

Usai itu, Calista memasukan ponselnya ke dalam saku. Calista mendekati pohon rindang itu untuk menghampiri cowok tersebut. Keluar dari kantin, melewati koridor kelas sepuluh dan langsung mengarah ke arah lapangan.     

***     

Pricil menyodorkan air putih dingin kepada Gery, Anggun, Nathan dan Egi.     

"Elssa ke mana?" tanya Egi datar, karena tidak melihat kehadiran cewek itu.     

"Gini, nih. Orang nggak ada dicari, ada orangnya diomelin mulu. Kasihan tahu, dia ternyata emang beneran suka sama kau," sungut Pricil.     

"Tahu ini Egi, lama-lama butuh aku ajarin dulu caranya bersikap baik sama cewek?!" cibir Nathan gemas. Egi sendiri hanya diam, tidak terlalu menggubris balasan saudaranya.     

"Emang situ udah merasa baik?" sindir Gery, langsung membuat Nathan tertawa.     

"Mending kita samperin aja, nggak usah banyak ngomong di sini. Aku udah capek banget ini!" celetuk Anggun yang langsung berjalan keluar dari gedung ini, dengan muka juteknya meninggalkan Nathan.     

"Ya, selalu ditinggalin orang cakepnya!" teriak Nathan dengan wajah frustasi, cowok itu langsung mengejar Anggun.     

Anggun bersama Nathan sudah keluar lebih dulu. Melihat Egi masih merenung di tempatnya, Gery langsung menepuk pundak cowok itu. "Eh, bengong mulu! Katanya nyariin Calista?" ucap Gery sambil berdecak kesal.     

Egi menatap Gery datar, tanpa banyak bicara langsung beranjak meninggalkan Gery bersama Pricil yang sedang melongo saat melihat kelakuannya.     

"Gila itu anak, ditungguin malah ninggalin!" desis Pricil kesal, sebelum akhirnya menyusul Egi dengan Gery.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.