Ghost of School

Teka-Teki Silang



Teka-Teki Silang

0"Ini apa maksudnya?" Nathan menggeram kesal, karena dia tidak tahu harus melakukan apa setelah menemukan tulisan dari bercikan darah tersebut yang terkirim sebagai pesan pribadi untuknya.     

"NATHAN, TOLONG!" teriakan itu suara Anggun, Nathan bingung awalnya. Dengan tindakan cepat karena mendengar suara teriakan Anggun membuat Nathan bergegas lari ke atas sana untuk menggedor-gedor pintu yang masih digembok rapat. Tanpa ada penerangan cahaya di dalam sana, membuat Nathan tidak dapat melihat siapa pun.     

"Anggun, kamu di mana?" teriak Nathan, suaranya memantul nyaring. Tidak ada sahutan lagi, meskipun beberapa kali menggedor pintu tersebut, tidak bisa terbuka jika tidak ada alat yang akan membuat borgol rantai terlepas. Mata Nathan menyisir ke kanan-kiri, mencari alat yang dibuat untuk membukanya.     

"Anggun, kamu di dalam, sayang? Jawab aku!" teriak Nathan, prediksinya Anggun berada di salah satu ruangan yang ada di koridor sana. Mau gimana lagi, untuk masuk saja terdapat pagar yang membatasi dengan borgol berantai.     

"Gimana cara bukanya kalau gini? Anggun, aku mau nyari palu, batu atau sesuatu yang bisa buka ini. Kau tunggu di dalam baik-baik, ya?" teriak Nathan, tidak ada sahutan lagi yang terdengar, semakin membuat Nathan cemas. Nathan segera berlari menuruni anak tangga dan menelusuri lorong koridor. Dia lupa, jika sudah terpisah dengan komplotan saudara lainnya. Seharusnya, dia menuju ke ruang basket indoor sekarang. Nathan yakin, kalau mereka masih berada di sana.     

***     

BYURRR!!!     

Dari ketinggian, jatuh ke dalam lubang dan terperangkap ke dalam penjara yang berada di ruangan bawah tanah, membuat Calista terkejut bukan main. "Aduhh," pekik Calista, sambil memegangi bokongnya yang terasa nyeri dan tersentuh oleh pasir cokelat.     

Calista mengalihkan pandangannya ke segala arah. Tempat ini sepi, berada di ruangan bawah tanah, di depan lorong itu terlihat gelap. Tidak ada seberkas cahaya keterangan. Bahkan, tembok di sini terbuat dari pasir juga. "Tempat apa ini? Apa aku ada di ruang bawah tanah, kenapa aku bisa jatuh ke sini?" gumam Calista masih tidak mengerti atas apa yang telah terjadi pada dirinya.     

BRUKKK!!!     

"WHAAA!" teriak Calista, menutup matanya.     

Seorang cewek berambut panjang, berpakaian seragam putih abu-abu seperti Calista, telah terjatuh dari atas dengan posisi yang saat ini tengkurap. Calista melihat ke atas, cewek itu pasti jatuh dari portal ajaib yang bisa terbuka dan tertutup di waktu yang sama. Sepatu cewek itu milik seseorang yang Calista kenal, rambut panjang, tingginya juga mirip dengan Anggun. Apa dia Anggun?     

"Anggun, itu kau?" tanya Calista, mendekati sel penjara yang berada di sampingnya karena dia juga sedang berada di dalam sel penjara. Ukurannya sangat kecil dan sempit hingga memuat satu orang saja dalam penjara tersebut. Terdengar geraman dari cewek itu. Calista yakin jika itu adalah sahabatnya Anggun. Tapi, bagaimana bisa cewek itu berada di sini bersamanya. Sedangkan, yang lain di mana?     

"Anggun, apa itu kau? Bangun, kenapa kau bisa di sini? Yang lain pada ke mana?" tanya Calista, seraya menggedor pembatas penjara dari besi tersebut.     

"Cal?" lirih Anggun, dia sudah mengubah posisinya menjadi duduk dan bersandar pada dinding pasir tersebut.     

"Anggun, kau tidak apa? Kenapa bisa berada di sini?" tanya Calista heran.     

Anggun menggeleng lemah. "Aku tidak tahu, tadi kejadiannya tidak terduga. Tiba-tiba ada di dalam ruangan gelap, aku udah nyari yang lain tidak menemukannya, terus aku manggil nama Nathan dia tidak ada. Sepertinya ada yang membius dan menculikku, Cal. Aku takut, karena dalam mimpi aku juga gelap." Anggun duduk meringkuk, menekuk kedua kakinya, melipat kedua tangan dan bersitumpuh menjadi bantal untuk kepala.     

Calista mencoba tenang. Dia akan berusaha agar bisa terbebas dari tempat ini. Melihat sekeliling tidak ada yang dibuat menjadi alat untuk membebaskan diri, membuat Calista cemas sendiri. "Ahh, kau membawa hape tidak, Nggun?" tanya Calista kepada Anggun.     

Anggun menggeleng pelan.     

"Oh, iya. Aku bawa hape, ding!" pekik Calista sendiri, lalu merogoh sakunya dan mengambil benda pipih tersebut. Wajahnya memelas, sambil menatap Anggun. "Yaa, tidak ada sinyal."     

"Ini bawah tanah, Cal. Tidak ada sinyal di sini. Jadi, percuma kau menggunakan hape buat menghubungin mereka," jelas Anggun, lemas.     

"Iya, maaf. Trus, gimana kita bisa bebas dari sini?" tanya Calista, bingung. Anggun berusaha untuk berdiri. Lututnya terasa sakit dan nyeri, akibat dia harus masuk ke dalam lubang yang gelap hingga membawanya kemari bertemu dengan Calista.     

"Aku bakal nyari jalan buat kita bebas. Aku tidak mau kita terperangkap di sini jadi sandera mereka, orang yang tidak jelas kita kenali!" pungkas Anggun.     

Calista mengangguk setuju. Lalu kedua cewek itu mencari sesuatu apa pun yang bisa membebaskan mereka dalam perangkap sel penjara berukuran kotak ini. Satu hal yang tidak mereka ketahui, ada sosok hantu yang mengawasi mereka. Dia menyeramkan, tubuhnya besar seperti genderuwo. Rambutnya panjang acak-acakan, wajahnya retak-retak, matanya berkilat merah. Dia adalah penunggu tempat ruang bawah tanah ini. Dia sedang mengawasi Calista dan Anggun, tanpa kedua cewek itu rasakan keberadaannya.     

***     

"Egi, Gery, Pricil. Tungguin aku!" teriak Nathan dengan napas terputus-putus, cowok itu berhenti di depan ketiga sahabatnya.     

"Kenapa kau lari-lari? Anggun ke mana?" tanya Pricil, heran.     

Nathan masih berusaha meminimalisir napasnya. "Anuu.. itu," gumamnya sambil menunjuk ke arah belakang, sama sekali tidak ada orang dan membuat Egi, Gery, maupun Pricil bingung sendiri.     

"Ngomong yang jelas bego! Anggun di mana?" gerutu Gery.     

"Cepat katakan, aku harus nyari Elssa ini!" ketus Egi tidak sabaran.     

"Sabar, Anggun ilang!" tegas Nathan seraya mengembuskan napas lelah.     

Gery langsung melototinya bersama Pricil, sedangkan Egi terlihat datar dan dingin seolah menghujam Nathan.     

"HAH? HILANG? GIMANA BISA ANGGUN HILANG?" tanya Pricil heboh.     

"Kau tidak bercanda, kan? Anggun, kau hilangin di mana?" tanya Gery khawatir.     

"Kenapa kau membawa lukisannya saja? Mentang-mentang lukisannya cantik, kau meninggalkan Anggun gitu aja? Cih," cibir Egi.     

Nathan mendelik ke arah Egi. "Kampret! Ceritanya panjang. Mending kalian bertiga jangan nyalahin aku, karena dia diculik waktu aku kebelet. Sekarang kalian pada ikut aku nyari sesuatu yang bisa ngebuka borgol di lantai atas."     

Gery terbelalak. "Hah? Anggun terperangkap di sana? Kok bisa dan kenapa diborgol kalau dia masuk di sana?" tanya Gery bertubi-tubi.     

"Sayang, yang nyulik pinter, makanya diborgol. Kalau tidak diborgol, ngapain dia nyulik? Nanti kabur deh, sanderanya," jawab Pricil gemas.     

"Jangan bilang Elssa di sana juga?" tanya Egi, yang langsung satu pemikiran dengan Nathan.     

"Aku juga mikirnya begitu."     

"Mereka dalam bahaya, kita harus segera menyelamatkannya. Kalian berdua ke lantai tiga dulu, tengok keadaan cewek kalian. Aku sama Pricil bakal ambil kuncinya di gedung brangkas lantai satu," putus Gery, sudah berlalu menggandeng Pricil, menuju ke gedung belakang lantai satu. Di mana tempat penyimpanan kunci di simpan, untuk membuka lantai tiga yang sudah keramat.     

Nathan bersama Egi berlari ke lantai atas. Keduanya berpisah dengan arah berlawanan. Seorang cewek cantik yang persis dengan lukisan di pelukan Nathan itu muncul lagi di tengah perpisahan mereka. Dia berucap dengan nada gemetar, wajahnya sudah terlihat pucat. Namun, aura kecantikannya itu masih terpancar dalam dirinya.     

"Tinggal satu wanita lagi."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.