Ghost of School

Awas, Ini Bukan Akhir



Awas, Ini Bukan Akhir

0Jangan pernah percaya kepada siapa pun.     

Jangan pernah turutin apa pun yang dia mau.     

Jangan pernah tergoda oleh buaiannya.     

Semua yang dianggap baik semata bisa menjadi psikopat seketika tanpa kamu duga.     

Bisa saja di antara kalian, atau bahkan di belakang kalian? Dia menjelma dan menerkam kalian hidup-hidup.     

Aku takut... tolong aku...     

Aku di sini, mencari bila bantuan dari manusia berhati mulia.     

Jika anda salah satunya, maka anda akan menjadi bagian...     

Awas, ini bukan akhir.     

Aku butuh kalian mengakhirinya!!!     

Pricil melempar buku harian itu hingga terjatuh di pasir dan menimbulkan debu berterbangan. "Maksudnya apa?" lirih Pricil, seraya mundur selangkah hingga menciptakan jarak dengan menjatuhkan buku tersebut. Tiba-tiba, buku itu tertutup sendiri bersamaan angin yang berembus kencang. Sehingga mereka semua menutup mata dengan kedua telapak tangan, agar debu tidak mengenai wajah dan matanya.     

"Kenapa?" tanya Gery panik, dia mendekati penjara Pricil. Pricil menunjuk buku harian itu, lantas tangan Gery mengulur untuk mengambilnya. Namun, tangannya terpental begitu akan menerobos ke celah ruang yang tak terhalang besi penjara.     

"Buset, dipasangi sengatan listrik segala lagi. Bangke, ini setannya minta ditabok?" celetuk Gery asal ceplos.     

"HUAHHHA," teriak Gery, dia terpental beberapa langkah, membuatnya berjingkat dengan mata membulat tak percaya.     

"Ger, jangan main salto di sini. Nggak ada lucu-lucunya tahu!" tukas Nathan dengan tampang serius.     

Tumben serius, batin Egi.     

Gery melotot ke arah Nathan. "Gigimu main salto. Kau tidak melihat ada sengatan listrik itu menjalar ke tubuhku, terus terpental gitu aja seperti ada yang nendang bokongku, sumpah ini tidak bercanda!" aku Gery, membuat semuanya saling pandang dan bergidik ngeri. Namun, mereka tak akan lari sebelum membebaskan ketiga cewek yang terkurung itu.     

Gery mengusap bokongnya. "Salah siapa banyak bacot. Penungunya marah sama kau," cicit Egi, disetujui anggukkan dari Nathan. Usai suasana hening, semilir angin berembusan pelan menerbangkan sehelai rambut mereka.     

"Aku akan mulai cerita. Pricil, kau tenang dulu. Buku harian itu tidak berpengaruh, dia hanya menyampaikan pesan kepada kita semua agar berhati-hati." Mereka semua diam, menatap ke arah Calista yang mulai berbicara dan mendengarkan saksama cerita tersebut.     

***     

"Hai, kau siapa?" Calista berlari mengikuti jejak cowok jangkung itu yang semakin mempercepat langkahnya. "Tunggu, jangan lari. Kau siapa?" sekali lagi Calista berteriak karena merasa terabaikan. Cowok itu berhenti, lalu dia berbalik menatapnya dengan intens. Mata berkilat merah, wajah seputih salju, hidung mancung seperti perosotan anak TK.     

Seolah tersihir, Calista bungkam dan mengikuti langkah panjang laki-laki itu. Hingga dia masuk ke sebuah ruangan menembus ke dinding. Tubuh Calista tidak normal, dia tanpa diduga bisa menembus tembok berlapis yang menjulang tinggi. Tubuh Calista bersinar, entah apa yang sudah dilakukan laki-laki tampan itu kepada Calista. Ketika semua terlihat samar-samar, Calista baru saja membuka matanya dan menemukan dirinya sudah tergeletak di sebuah ruangan besar bak istana kerajaan. Calista berjalan menelusuri setiap sudut, dia sempat membaca sejarah dalam ruang dimensi lain ini dengan bahasa terjemahan.     

Ternyata, dahulu hidup sebuah kerajaan kuno bernama Panjelajar. Di sini sempat terjadi perang badar yang menewaskan Baginda Raja dan Baginda Ratu. Akhirnya, Pangeran ternobatkan sebagai Raja. Namun, Pangeran tidak ingin, dia menginginkan kedua Baginda Raja dan Ratu kembali sebagai kedua orang tuanya. Sebelum perang badar besar berlangsung, kehidupan istana sangat bahagia dan membaik. Perang itu terjadi karena perbedaan pendapat antara kerajaan satu dengan lainnya untuk memperebutkan kekuasaan wilayah.     

Pangeran akan dijodohkan dengan seorang Putri dari kerajaan lain. Sama sekali tidak membuat pangeran tertarik awalnya. Hingga akhirnya, dia bertemu sendiri dengan sang Putri pada malam kencan pertama. Pangeran mulai jatuh cinta dengan sang Putri bernama Iris Sarasvati. Karena Pangeran pandai melukis, suatu ketika dia merenung sendirian di kamar dan mulai menyapukan kuas dari satu sisi ke sisi lain hingga membentuk wajah paras ayu sang Putri. Pangeran bahagia, dia mengajak sang Putri untuk bertemu dengannya lagi pada malam kencan kedua.     

Semua sudah dirancang dan didekorasi sebagus mungkin agar terlihat romantis tanpa bantuan dari para dayang-dayang atau prajurit kerajaannya, karena dia ingin terlihat lebih mandiri untuk dijadikan kekasih sang Putri. Betapa telatennya Pangeran mempersiapkan bermacam-macam makanan disertai lilin setiap sudutnya. Ruangan yang digunakan oleh Pangeran, juga dipasangkan lampion indah, bunga-bunga mawar juga telah ditaburkan membentuk love besar, sehingga di dalamnya ada kursi dan meja untuk mereka makan malam. Lalu berjam yang lalu tidak kunjung datang, membuat Pangeran gundah gulana. Tengah malam tak kunjung datang. Pangeran sudah mulai lelah menunggu hingga menjelang pagi datang, dia tertidur di meja kencan tersebut.     

Cahaya sinar mentari membuat Pangeran terbangun. Lilin sudah padam, makanan di atas meja itu sudah dingin. Pangeran kecewa, cintanya telah dikhianati.     

Suatu ketika Pangeran memerintahkan kepada prajuritnya untuk memata-matai sang Putri dan mengirimkan lukisan itu kepadanya. Saat sang prajurit kembali, kabar itu langsung membuat pangeran murka. Dia menculik sang Putri, lalu menyidangnya kenapa tidak datang dalam undangan kencan malam kedua. Padahal, kedua orang tua mereka sudah setuju untuk menjodohkan mereka.     

Putri Iris tertunduk takut saat kilatan merah menghujam matanya. Apalagi saat sang Putri mengakui jika dia tidak akan pernah cinta dengan Pangeran, sebab hatinya sudah ada yang punya. Pangeran semakin murka dan membuat sang Putri takut. Tindakan Pangeran yang keras kepala untuk ingin mengklaimi Iris sebagai miliknya. Iris takut, dia berada di tempat paling gelap, dia tidak bisa berkutik saat tubuh kekar Pangeran telah berada di atasnya. Dengan mata tertutup, sang Putri melirik ke arah nakas dan melihat sebuah bilai pisau di sana.     

Tangan gemetar sang Putri, berhasil menusuk Pangeran hingga masuk ke organ tubuh dalamnya di bagian perut. Pangeran merintih kesakitan, melihat darah sudah mengucur deras hingga mengenai gaun sang Putri. Pangeran tidak ingin mati sendirian, sisa kekuatan di dalam dirinya, dia gunakan untuk mengajak sang Putri ikut masuk ke alam berbeda. Tertusuklah perut sang Putri yang sudah menangis dengan tangan Pangeran, sebelum mereka benar-benar menutup mata. Pangeran terjatuh di atas tubuh sang Putri, keduanya meninggal di tempat tanpa ada yang tahu.     

Keesokan harinya, kisah tragis itu langsung tersebar di kerajaan dan rakyatnya. Sebelum Pangeran pergi bersama sang Putri ke alam berbeda, dia mengutuk dan menyihir istana ini sebagai sekolah besar, lalu membuat lantai tiga sebagai tempat terangker dengan berita isu pembunuhan. Berharap kelak akan ada manusia datang dan membuat kedua arwah itu tenang.     

***     

Calista mengembuskan napas lega, dia bergidik ngeri akibat menceritakan kronologis kejadian tragis itu. Semua juga merasakan hal serupa, ada hal janggal membuat mereka harus terseret dalam permasalahan rumit ini.     

"Gilakk, kok aku ngeri ya, dengerin cerita Calista. Trus maksud mereka apa sampai membawa kita kemari dan mempenjarakan kalian?" tanya Nathan, tampak berpikir.     

"Mereka... menginginkan, kita bertiga," lirih Anggun, sontak membuat Pricil menengok ke arah sahabatnya.     

"HAH?" pekik Nathan, Egi dan Gery secara bersamaan.     

"Iya, kata buku yang aku baca itu. Akan ada tiga gadis yang akan membebaskan Putri dari ikatan Pangeran. Pangeran menginginkan pengganti Putri untuk menjadi miliknya selamanya dan gadis itu harus memiliki aura bagus serta hati baik, kemungkinan antara aku, Pricil dan Anggun," ada jeda di kalimat tersebut. "Kita bisa menghardik jika belum terjadi sesuatu dengan kita semua, secepatnya kita harus mencari jalan keluar dari sini, karena dia akan segera datang," jelas Calista sambil menggigit bibir bawahnya.     

"Etdah buset itu Pangeran!" celetuk Nathan gemas sendiri.     

Egi menendang kurungan penjara milik Calista tanpa banyak berbicara seperti Nathan saudara sepupunya. "Aku tidak akan membiarkan kalian jadi pengganti Putri. Kalian berbeda dimensi, ini tidak seperti permainan. Kalau aku ketemu dia bakal aku ceramahin," celoteh Egi, tangannya terulur mengambil kayu dari sana, lalu mendobraknya ke penjara tersebut tepat pada borgolannya. Bersama tangan bisa tersengat listrik setruman, namun ada kayu yang bisa melepaskannya. Saat hendak terlepas, sebuah pekikan dari Calista membuat Egi kaget dan menghindar dari bahaya yang tiba menghampirinya.     

"EGI AWAS BELAKANGMU!" pekik Calista, membuat cowok itu menoleh dan melempar tubuhnya untuk bergeser ke samping. Alhasil, bertubrukan dengan Nathan.     

"Anjing," umpat Egi.     

"Huhs, omongannya!" peringat Calista.     

Cowok yang barusan selesai diceritakan oleh Calista kini berada di hadapan mereka. Dia menatap satu persatu manusia itu dengan tajam. "Kau? Mau apa kau, tolong bebaskan kita semua!" tukas Calista.     

Cowok berwajah dingin dengan wajah pucat pasi dan pakaian putih terbalut di tubuhnya sama sekali tidak menanggapi Calista. "Aku ingin..." cowok itu menggantungkan kalimatnya. Tangan kanannya berputar menujuk ketiga gadis itu secara bergantian. Lantas, membuat ketiganya bergidik ngeri.     

"Woi, bego kau mau ngapain!" seru Gery ingin maju untuk menghentikannya. Namun, Gery malah terpental ke belakang hingga kepalanya kejedot sama kurungan Pricil.     

Pricil berlari menyentuh kepala Gery. "Ger, kau tidak kenapa-napa, kan? Pangeran, kau seharusnya tidak seperti ini. Kau tidak punya otak, ya?" ketus Pricil mulai terpancing emosi.     

Anggun mendekat sambil memegangi borgol penjara tersebut. "Lepasin kita! Kau tiddak bisa menggantikan kita sebagai pengganti sang Putri. Kita berbeda alam!" pekik Anggun histeris.     

Nathan menimpali. "Iya, kau terima saja, udah mati juga!" ketus Nathan menambahkan.     

Wajah marah Pangeran terlihat jelas dari kilatan matanya. Lalu tangannya menunjuk ke arah satu gadis di antara mereka yang menjadi pilihannya. "KAU!" tukas Pangeran tegas dan tak bisa ditentang lagi. Egi melotot, dia terkejut bukan main. Lantas, cowok itu tidak peduli meskipun Pangeran akan murka. Karena dia anti hantu. Sebelum Pangeran mendekati Calista dan mengambilnya. Egi langsung menghadang dengan penuh keberanian.     

"Lewati dulu nyawaku!" ujar Egi tegas, kalem dan mampu membuat mereka semua semakin panik.     

"Egi, hati-hati..." lirih Calista cemas.     

"Kalau kau cinta sama Putri, bukan ini yang seharusnya kau lakukan! Kau tahu cinta atau tidak? Aku juga tidak tahu, tapi aku tahu bagaimana cara menyikapi cinta yang baik. Gak seharusnya cowok seperti kau pantas dengan Putri. Cowok yang baik akan melindungi kekasihnya, walaupun dia harus terluka. Cowok yang baik tidak akan berani berbuat hal keji seperti itu, sebelum benar-benar menjadi miliknya. Kalau kau cinta perjuangkan sampai titik darah penghabisan. Tidak peduli kau udah mati, cinta itu akan selalu tetap ada. Cinta itu suci, tidak kotor seperti kau. Seorang pangeran adalah yang terhormat! Tapi, kau sudah salah mengartikan cinta dengan menyakiti hatinya. Buat apa cinta kalau ujungnya kau menyakitinya? Sama aja kau hanya menjadikan dia cinta sesaat, Pangeran."     

Pangeran terdiam. Sempat terjadi keheningan sesaat.     

"ARRRGGHH!" tiba-tiba, Pangeran menjerit tak kuasa memegangi kepalanya yang terasa pening. "AKAN KUBUNUH KAU TELAH MENGHALANGIKU!" teriak Pangeran ada jeda sesaat hingga sebuah benda nyalang melayang ke udara.     

JLEBBB!!!     

"AUHHH!" teriak Egi sambil memegangi pisau yang hendak menusuk perutnya, namun kekuatan Pangeran begitu cepat langsung menancap pisau belati itu yang dulu membunuhnya kini menusuk ke bagian perut Egi.     

Calista menjerit seketika bersama matanya yang berkaca-kaca, lalu tangannya terulur memegangi kepala Egi yang sudah terduduk lemas. Cowok itu berusaha bangkit dan melepaskan pisau dari perutnya. Egi sangat kuat, dia meringis dan terus menyeka darah yang bercucuran begitu deras. Calista menatap Pangeran dengan kelopak yang sudah berkaca-kaca tak tega melihat keadaan Egi.     

"Putri Iris ada di sini. Kau tidak mau minta maaf sama dia? Coba kau minta maaf, pecahin egomu sendiri, jadi cowok yang berusaha sabar dan benar-benar tulus. Jangan termakan oleh setan yang menjalari tubuhmu, Pangeran. Aku yakin, Putri akan memaafkanmu. Kalian berbeda alam, saat ini kalian bisa bersatu. Tanpa perlu kau membuatnya celaka untuk kedua kali, atau bahkan menyakiti hatinya kedua kali memilih kita sebagai penggantinya dan kau juga berani melukai orang yang aku cintai. Kedua orang tua Pangeran pasti sedih di atas sana, apa Pangeran akan membuat mereka kecewa? Lihat itu lukisan yang pangeran buat untuk Putri, betapa bahagianya Putri saat melihat lukisan itu, tapi hatinya sudah teriris dan kita menemukannya terkubur di bawah tanah. Apa Pangeran tidak ingin menemui Putri dengan bertanya baik-baik dan menyelesaikan masalah kalian baik-baik? Nanti kita akan membantu kalian. Kalian harus berdamai, aku tahu masih ada kebaikan di dalam dirimu, Pangeran," jelas Calista dengan lembut dan penuh pengertian, namun suaranya sedikit serak karena berusaha menahan tangisnya.     

Tanpa dia sadari mengakui perasaannya di depan mereka semua. Egi menengok ke arah Calista yang menatapnya teduh dan ada kilat kekhawatiran di dalam bola mata hitam itu.     

Bahkan, Nathan yang biasanya akan menggoda hubungan mereka, kini hanya bisa mengatupkan bibir sambil menyaksikan mereka tanpa tahu mau berbuat apa. Karena percuma tidak akan membantu sedikitpun. Jelas saja, semua yang berada di sana terdiam dan terpaku mendengarkan setiap perkataan yang meluncur pada bibir Calista, begitu juga di rasakan oleh Pangeran yang sudah menurunkan tangannya.     

Gery paham situasi ini maju selangkah dan menyodorkan lukisan itu kepada Pangeran dengan jarak sedikit jauh. Pangeran terduduk lemas. "PUTRI IRIS!" teriak Pangeran.     

"Pangeran, lepaskan mereka," sebuah suara muncul dari belakang. Tak menunjukkan wujudnya, hanya saja terdengar suara begitu lembut, Pangeran dan Calista saja yang bisa melihatnya.     

Pangeran menengok, menatap Putri teduh. Matanya sudah berkaca-kaca, lemas, hingga dia melepaskan semua sihir yang telah mengutuk mereka.     

Gelap dan hilang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.