Istri Simpanan

Bab 52 - Rencana Aeri



Bab 52 - Rencana Aeri

0UN Village pada sore hari.     

Aeri memikirkan apa yang dikatakan oleh ibunya. Memang ada benarnya juga jika tidak ingin di tendang dari rumah ini mulai sekarang harus berbuat sesuatu. Tak ingin terlambat Aeri segera menemui putranya yang ada di kamar. Aeri membuka pintu, ternyata Jo Yeon Ho tengah memegang pensil warna. Sepertinya anak itu tengah menggambar sesuatu.     

Jo Yeon Ho memang anak yang pintar dan sangat rajin. Meski masih di taman kanak-kanak namun Jo Yeon Ho selalu belajar ketika dia di rumah. Terlebih lagi mengenai lukisan. Anak itu sangat gemar melukis ataupun hanya sekedar mewarnai. Baginya semua itu terasa sangat menyenangkan.     

"Sayang, bolehkah ibu masuk?" ujar Aeri sembari perlahan melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kamar.     

Jo Yeon Ho merasa agak takut akan kehadiran Aeri. Takut seperti terakhir kali marah-marah dan mengancamnya. Anak itu hanya memandang Aeri sembari terdiam. Ia merasa heran dengan kehadiran ibunya yang tidak seperti biasanya. Anak itu hanya terdiam sambil memainkan pensil warna yang ada di tangannya.     

Aeri mendekati Jo Yeon Ho, kemudian duduk di sampingnya. Membuat Jo Yeon Ho sedikit bergeser. Masih trauma dengan sikap Aeri yang kadang suka memarahinya tanpa mengerti alasannya.     

"Yeon Ho, maafkan ibu." Aeri memasang wajah sendu kemudian memeluk buah hatinya. Terisak-isak untuk meyakinkan putranya kalau dia sudah berubah dan menyesali perbuatannya selama ini.     

Awalnya tidak membalas pelukan ibunya karena baginya ini semua seperti mimpi. Namun Jo Yeon Ho hanya seorang anak yang membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari ibunya. Sudah lama menginginkan Aeri memeluknya seperti ini hingga kadang sampai terbawa mimpi.     

Hati Jo Yeon Ho melunak kemudian membalas pelukan Aeri dengan tangan mungilnya dengan perasaan bahagia.     

"Maafkan kalau selama ini ibu tidak memperhatikanmu. Mulai sekarang ibu janji akan memperbaiki kesalahan ibu padamu. Apakah kau mau memaafkan ibu?" tanya Aeri seraya melepaskan pelukannya. Mengusap air mata yang berada di pelupuk matanya dengan sebelah tangan.     

Jo Yeon Ho menganggukan kepalanya sembari tersenyum. Berharap kalau semua ini bukanlah mimpi dan yang dikatakan oleh Aeri bukan khayalan saja.     

'Ternyata sangat mudah merayu anak ini' ~ batin Aeri sembari tersenyum miring. Ia pikir tadinya akan sangat susah menaklukkan putranya.     

"Mulai besok ibu akan mengantarkanmu pergi ke sekolah dan kemanapun kau mau," ujar Aeri dengan memasang wajah sumringah agak putranya percaya kalau dirinya memang sudah berubah.     

"Benarkah?" ujar Jo Yeon Ho dengan mata yang berbinar-binar. Raut wajahnya menandakan kalau anak itu sangat senang.     

"Tentu saja."     

Setelah menyelesaikan urusannya dengan Jo Yeon Ho, ada satu hal yang harus dilakukan. Aeri segera turun untuk menemui mertuanya yang sedang mengobrol di sofa. Mereka tampak sangat harmonis meski sudah menikah puluhan tahun. Tampak mereka saling bercanda satu sama lain hingga membuat Aeri merasa Aeri. Tak pernah sekalipun dirinya dengan Dae Hyun seperti itu.     

"Selamat malam, sepertinya kalian sangat seru," sapa Aeri dengan tersenyum tipis.     

"Untuk menjaga keharmonisan, kalian yang muda juga harus melakukan hal yang sama seperti kami," ujar Park Ji Hoon sembari merangkul pundak istrinya.     

"Benar, menantuku." Ny. Park setuju dengan suaminya.     

"Hmmm." Aeri menundukkan kepalanya dan memasang wajah sendu.     

"Bagaimana mungkin kami bisa seperti kalian? Dae Hyun bahkan sepertinya tidak merindukan kami. Aku dengar dia sudah kembali dari Pulau Nami. Tapi kenapa dia belum pulang ke rumah ini?" ujar Aeri secara gamblang tanpa basa basi lagi. Memasang wajah sedihnya hingga meneteskan air mata. Akting ini tidak masalah baginya untuk dilakukan karena sudah terbiasa melakukannya.     

Ny. Park segera berdiri menghampiri menantunya kemudian menuntunnya untuk duduk. Sangat mengerti dengan perasaan Aeri. Setiap istri pasti merasakan hal yang sama jika suaminya tidak pulang ke rumah.     

"Sudahlah, mungkin suamimu sedang ada urusan," ujar Ny. Park sembari mengusap pundak Aeri untuk menenangkannya. Melihatnya sampai bersedih seperti itu sungguh membuatnya tidak tega. Terlebih lagi Aeri menangis karena putranya.     

"Dia ... dia pasti sedang menemui sekretarisnya yang berada di rumah sakit. Apa aku dan Jo Yeon Ho sudah tidak berarti lagi di hatinya? sehingga dia lebih mementingkan gadis itu," ucap Aeri terisak-isak. Ini adalah kesempatan untuk menjauhkan Dae Hyun dari Soo Yin.     

"Dae Hyun hanya merasa perlu balas budi terhadap gadis itu bagaimanapun juga dia telah menyelamatkan Jo Yeon Ho Lagi pula ayah sudah menghubunginya agar segera pulang. Kau tidak perlu khawatir," timpal Park Ji Hoon.     

"Aku hanya merasa seperti orang asing di rumah ini." Aeri menutupi wajahnya dengan telapak tangan.     

"Jangan berkata seperti itu, kau tetaplah menantu kami sampai kapanpun juga." Ny. Park memeluk Aeri, mengusap punggungnya dengan lembut. Mengerti mungkin saat ini Aeri sedang merasa cemburu sehingga berpikir yang aneh-aneh.     

Aeri memang mengeluarkan air mata namun hatinya kini sangat bahagia mendengar ucapan mertuanya. Itu berarti tidak akan mudah bagi Dae Hyun untuk meninggalkannya. Sudah lama Aeri mengetahui jika Dae Hyun ingin menceraikannya. Namun dirinya tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi.     

'Dae Hyun, aku akan melakukan segala cara untuk bertahan sampai akhirnya Jo Yeon Ho menjadi ahli warisv' ~ batin Aeri sembari menyandarkan kepalanya di bahu Ny. Park.     

"Mulai sekarang aku akan berhenti dari dunia hiburan." Aeri melepaskan diri dari pelukan Ny. Park.     

Park Ji Hoon dan Ny. Park saling memandang satu sama lain. Seperti mereka saat ini sedang bermimpi mendengar perkataan Aeri. Padahal sudah sejak lama mereka ingin agar Aeri di rumah mengurus anak dan suaminya. Toh, harta yang mereka miliki tidak akan habis tujuh turunan.     

"Bukankah kau bilang saat itu belum ingin berhenti?" ujar Ny. Park.     

"Aku sadar bahwa keluarga lebih berarti dari pada karier. Aku ingin belajar menjadi seorang ibu dan istri yang baik seperti Ibu," ucap Aeri sembari mengusap air mata yang tersisa di pipinya.     

"Aku yakin Dae Hyun pasti senang jika mendengarnya." Ny. Park merasa bahagia jika Aeri benar-benar mundur dari dunia hiburan.     

"Syukurlah, kalau kau berpikir seperti itu," ucap Park Ji Hoon.     

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°     

Dae Hyun baru saja tiba di UN Village. Dengan langkah gontai dan tidak semangat langsung memasuki rumah itu. Terkejut dengan pemandangan yang ada di depannya. Aeri bahkan berada di rumah saat masih sore seperti ini. Sungguh sesuatu yang sangat langka terjadi.     

"Tumben sekali kalian berkumpul, padahal masih sore," ujar Dae Hyun seraya mengerutkan dahinya. Tidak biasanya juga Aeri berada di tengah-tengah mereka.     

"Akhirnya kau ingat juga jalan pulang ke rumahmu," sindir Park Ji Hoon.     

Dae Hyun hanya memijat pelipisnya menanggapi ucapan sang ayah. Firasatnya merasa tidak enak jika mereka berkumpul seperti ini. Terlebih lagi saat melihat Aeri yang sedang mengusap kelopak matanya dengan tisue.     

"Dae Hyun, kemana saja kau setelah pulang? bukankah sudah dua hari kau pulang dari Pulau Nami? apa kau tidak merindukan keluargamu?" ujar Ny. Park sembari memegang pundak Aeri.     

"Seharusnya kau juga memperhatikan istri dan putramu. Lagi pula aku dengar bahwa gadis itu sudah sadarkan diri, itu artinya tugasmu sudah selesai. Kita hanya perlu memberikan imbalan apapun yang dia minta," ujar Park Ji Hoon.     

"Tidak semudah itu, Ayah. Aku hanya takut kalau penjahat itu mencarinya. Sehingga aku ingin ...." Dae Hyun ingin mengatakan kalau ingin menjaganya namun sepertinya tidak mungkin. Pasti ayahnya tidak akan pernah menyetujuinya bahkan akan mencurigainya.     

"Nanti kita undang gadis itu ke rumah kita. Jika kau mau, ayah bisa mengangkatnya sebagai putri angkat. Dengan begitu kita bisa menjaganya jika kau takut dia menjadi target penculik itu lagi," ujar Park Ji Hoon .     

"Tidak perlu, dia masih memiliki orang tua," tolak Dae Hyun dengan tegas. Meski itu penawaran yang cukup baik tapi dirinya tidak akan membiarkan Soo Yin menjadi adik angkatnya.     

"Sepertinya ide ayahmu cukup bagus. Ibu lihat dia sepertinya gadis yang baik, lagi pula kita juga tidak memiliki anak perempuan," ujar Ny. Park dengan mata berbinar. Mereka memang begitu mendambakan anak perempuan namun mereka selalu gagal. Ada saja kendalanya ada yang keguguran dan ada juga yang meninggal.     

"Sudah kubilang itu tidak perlu, kalian tidak perlu khawatir aku yang akan mengurus semuanya," ujar Dae Hyun mengulangi penolakannya.     

"Betul kata Dae Hyun. Lagi pula kita tidak tahu asal usul gadis itu. Bagaimana jika dia berasal dari keluarga yang tidak baik?" Aeri sepakat dengan Dae Hyun tidak akan membiarkan gadis itu merebut posisinya di rumah ini.     

"Ya sudah, terserah kalian saja," ujar Park Ji Hoon. Tidak akan memaksakan kehendaknya meski istrinya setuju dengan idenya.     

"Di mana Yeon Ho?" tanya Dae Hyun yang baru menyadari jika putranya tidak terlihat di antara mereka.     

"Oh, dia sedang berada di kamarnya," jawab Aeri.     

"Aku ke atas dulu, ingin menemui Jo Yeon Ho." Dae Hyun langsung naik ke atas ingin segera menemui putranya. Selama di Pulau Nami ia merindukan dua orang yang sudah hadir dalam hidupnya yaitu Soo Yin dan putranya sendiri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.