Istri Simpanan

Bab 10 - Cemas



Bab 10 - Cemas

0Soo Yin berjalan di trotoar sambil menyembunyikan tangan kirinya di kantong bajunya. Hari sudah malam di tambah dengan turun salju membuat tubuh sangat kedinginan. Beruntung pagi tadi membawa baju hangat.     

Sebuah mobil tua menghampiri Soo Yin yang tengah asyik menengadahkan sebelah tangannya di bawah salju yang turun.     

"Soo Yin, ayo aku antar!" ajak seorang pria yang masih seumuran dengannya. Pria itu adalah Jae-hwa, yang memiliki perasaan pada Soo Yin sejak mereka masih sekolah. Namun tidak pernah mau mengatakan perasannya.     

Soo Yin menoleh, tadinya sempat berpikir kalau Dae Hyun yang menghampirinya tapi begitu melihat Jae-hwa ia menghela napas panjang. Jika saja masih tinggal di kontrakan, dengan senang hati akan mau diantar pulang.     

"Terima kasih, tapi ... tapi ... aku tidak ingin merepotkanmu," ujar Soo Yin sambil menggaruk kepalanya.     

"Itu tidak sama sekali, aku ... aku senang bisa mengantarkanmu," ujar Jae-hwa dengan gugup. Jantungnya terasa berdebar setiap kali bertemu dengan gadis itu.     

"Baiklah, aku bisa ikut denganmu sampai depan." Soo Yin segera berlari ke arah penumpang depan.     

"Apa kau masih tinggal di kontrakan yang kemarin?" tanya Jae-hwa. Mulai mengemudikan mobil.     

"Ah ... tidak, aku ... aku sekarang tinggal di rumah saudaraku," ujar Soo Yin terbata. Tidak mungkin untuk mengatakan yang sebenarnya.     

"Di mana?" tanya Jae-hwa sambil menoleh memandang Soo Yin.     

"Nanti aku akan memberi tahu di mana aku turun," ujar Soo Yin.     

"Bagaimana kabar ayahmu? aku dengar dari Jean sudah diperbolehkan pulang," tanya Jae-hwa.     

"Ah, iya. Ayah sudah pulih beberapa hari yang lalu," jawab Soo Yin.     

"Jika kau butuh bantuan, kau bisa menghubungiku, karena ini pasti berat untukmu," ucap Jae-hwa sambil memandang manik mata indah milik Soo Yin. Jae-hwa mengetahui musibah yang menimpa keluarga Soo Yin.     

"Terima kasih," ujar Soo Yin sambil tersenyum.     

"Ngomong-ngomong beberapa bulan lagi akan ada pendaftaran masuk universitas, apa kau berencana masuk?" tanya Soo Yin.     

"Jika uangnya sudah cukup, aku akan masuk tahun ini. Lalu bagaimana denganmu?" tanya Jae-hwa.     

Jae-hwa tinggal bersama dengan kakeknya sejak kecil. Sejak sekolah menengah atas, ia sudah harus bekerja paruh waktu untuk membiayai sekolahnya. Padahal termasuk salah satu murid yang pintar. Berbeda dengan Soo Yin yang pemalas dan suka membolos sehingga para guru tidak menyukainya.     

"Aku ... aku belum tau," ujar Soo Yin lirih. Ia terkadang merasa sedih setiap melihat teman sekolahnya pergi ke universitas. Andaikan saja musibah tidak menimpa, mungkin bisa seperti mereka.     

"Mudah-mudahan kita bisa masuk tahun ini. Aku ingin kita selalu bersama," ucap Jae-hwa tanpa sadar.     

"Apa maksudmu selalu bersama?" tanya Soo Yin tidak mengerti.     

"Ah, itu ... kita sudah satu SMA yang sama. Akan menyenangkan juga jika kita masuk universitas sama juga," ujar Jae-hwa tergagap.     

"Sabtu depan bagaimana kalau kita pergi menonton?" sambung Jae-hwa.     

"Kebetulan sekali, sabtu depan aku dan Jean akan pergi bersama. Kau bisa bergabung dengan kami," tukas Soo Yin sembari tersenyum.     

"Baiklah." Padahal Jae-hwa berharap kalau hanya berdua saja. Tapi pergi bertiga itu sudah membuatnya cukup senang.     

Soo Yin meminta di turunkan di persimpangan ke arah Pyeongchang-dong. Mengatakan kalau rumah saudaranya melewati gang sempit sehingga tidak memungkinkan untuk naik mobil. Beruntung masih ada taksi lewat di tengah turunnya salju.     

°     

°     

"Soo Yin, di mana suamimu?" tanya Kim Nam ketika melihat tidak ada Dae Hyun bersama dengan putrinya.     

"Iya? dia ... dia tengah ada pertemuan ... pertemuan dengan rekan bisnisnya," ujar Soo Yin berusaha mencari alasan.     

"Kau adalah istri sekaligus sekretarisnya, seharusnya kau mengikutinya kemanapun dia pergi," ujar Kim Nam.     

"Ayah, dia yang menyuruhku untuk pulang. Sebaiknya aku membersihkan tubuh dulu," ujar Soo Yin segera melangkahkan kakinya untuk naik ke atas. Dia bahkan tidak tau pria itu dimana, jadi mana mungkin akan mengikutinya.     

Sudah pukul sebelas malam tapi tidak ada tanda-tanda Dae Hyun pulang. Soo Yin bangkit dari sofa kemudian berjalan menuju balkon.     

"Kemana dia? mobilnya juga belum ada." Soo Yin menjulurkan kepalanya untuk melihat garasi mobil yang ternyata masih kosong.     

Soo Yin kembali berbaring di sofa, menghidupkan televisi karena matanya tidak merasa kantuk sama sekali. Ada rasa cemas ketika Dae Hyun tak kunjung pulang. Tanpa sadar ia menggigit bibir bawahnya.     

"Untuk apa aku memikirkannya? dia pasti tengah bersama wanita lain," gerutu Soo Yin dengan rasa kesal. Berusaha menutupi kepalanya dengan bantal. Untuk mencoba menutup matanya agar bisa tidur.     

°     

°     

°     

Perumahan Elit UN Village     

Hari ini Dae Hyun mengantarkan Jo Yeon Ho pulang. Awalnya berniat untuk langsung ke pulang ke Pyeongchang-dong tapi putranya terus saja menempel padanya. Lagi pula sudah beberapa hari juga tidak pulang ke rumah itu.     

"Aku ingin tidur bersama dengan Ayah," ujar Jo Yeon Ho dengan manja.     

"Tentu saja," ujar Dae Hyun sambil menyuapi putranya yang duduk di sampingnya.     

"Kau selalu saja memanjakannya, dia sudah besar sehingga bisa tidur sendiri," ujar Aeri yang melihat kedekatan mereka.     

"Tidak apa-apa, aku tidak ingin Yeon Ho sewaktu kecil kurang perhatian kita," ujar Dae Hyun sedikit menyindir Aeri.     

"Maksudmu aku tidak pernah memperhatikan dia?" ujar Aeri dengan nada tinggi.     

"Sudahlah, tidak usah berdebat! dia baru saja pulang berlibur, sudah pasti merindukan ayahnya," ujar Dae Hyun.     

Kejadian seperti ini kerap terjadi di antara mereka. Sejak pertama menikah Dae Hyun sudah meminta agar Aeri berhenti dari kariernya. Mengurus Jo Yeon Ho, anak semata wayang mereka tapi selalu saja berakhir dengan perdebatan.     

Aeri jarang sekali di rumah ketimbang dirinya. Itu sebabnya Dae Hyun merasa kesepian.     

Dae Hyun segera mengajak Jo Yeon Ho untuk pergi ke kamarnya. Seperti biasa Dae Hyun akan membacakan buku cerita untuk putranya. Setelah cerita hampir habis Jo Yeon Ho akhirnya mulai tertidur. Dae Hyun mengulurkan tangannya, mengambil selimut yang masih terlipat rapi di ujung ranjang. Pelan-pelan menyelimutinya takut kalau dia terbangun. Memandang wajah Jo Yeon Ho sejenak kemudian mengusap lembut puncak kepalanya.     

Ceklek.     

Aeri tiba-tiba saja membuka pintu dari luar. Dengan hati-hati melangkahkan kakinya menuju ranjang.     

"Sayang, aku minta maaf," ujar Aeri perlahan mendekati Dae Hyun. Hendak duduk di sampingnya.     

"Ayo ke luar! aku tidak ingin Yeon Ho bangun karena mendengar suara kita," ajak Dae Hyun yang berjalan mendahului Aeri menuju kamar mereka.     

Begitu menutup pintu Aeri langsung memeluk Dae Hyun yang tengah berdiri di depan lemari. Memeluknya dari belakang. Mengusap lembut perut Dae Hyun. Menempelkan wajahnya di punggungnya dengan napas yang memburu.     

Seketika bulu Dae Hyun meremang saat merasakan sentuhan demi sentuhan yang Aeri lakukan. Segera melepaskan tangan Aeri dari pinggangnya dan berbalik untuk memandang wajahnya.     

Aeri perlahan mulai membuka kancing kemeja dari atas hingga bawah. Dae Hyun hanya terdiam tidak berbuat apa-apa.     

"Sayang, aku merindukanmu," ujar Aeri sambil mendongakkan wajahnya untuk menatap Dae Hyun.     

Dae Hyun segera membopong tubuh Aeri. Meletakkannya di atas ranjang. Dengan agresif Aeri membuka semua pakaian yang menempel di tubuh Dae Hyun yang kini tersisa hanyalah celana pendek saja.     

Saat Aeri berusaha untuk menempelkan bibirnya, Dae Hyun memalingkan wajahnya. Ada wajah Soo Yin yang kini berada di kepalanya. Teringat setiap kata yang gadis itu ucapkan padanya kalau Dae Hyun adalah seorang pria buaya. Pria itu memejamkan matanya sejenak.     

Saat membuka mata untuk melihat Aeri yang terlintas kembali wajah Soo Yin. Teringat gadis itu dengan nada cemberut terus saja memakinya.     

"Tidurlah! kau pasti juga lelah," ujar Dae Hyun. Bangkit dari ranjang kemudian segera bergegas masuk kamar mandi. Dae Hyun juga cemas karena saat pulang dari hotel berusaha menghubungi nomor ponsel Soo Yin namun tidak aktif sama sekali. Ingin mengatakan kalau malam ini tidak pulang ke villa Pyeongchang-dong.     

Aeri hanya bisa melongo memandang punggung Dae Hyun dengan rasa kesal yang perlahan sudah menghilang di balik pintu. Tidak biasanya Dae Hyun bersikap seperti itu padanya.     

Aeri sedikit panik takut Dae Hyun mengetahui semuanya tentang yang dilakukannya selama ini. Jika rahasianya terbongkar maka usahanya selama ini akan sia-sia. Aeri bergegas turun dari ranjang mengambil ponselnya yang berada di dalam tasnya. Ke luar kamar untuk menghubungi seseorang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.