Istri Simpanan

Bab 60 - Tidak ingin bekerja



Bab 60 - Tidak ingin bekerja

0Di malam setiap kau tidak bersamaku, masihkah aku ada di hatimu?     

~Soo Yin ~     

:two_hearts::two_hearts::two_hearts::two_hearts::two_hearts::two_hearts::two_hearts::two_hearts::two_hearts::two_hearts::two_hearts::two_hearts::two_hearts:     

Malam terasa begitu sunyi, hanya terdengar suara hewan malam saja yang begitu menggema di luar rumah. Soo Yin berguling kesana kemari tanpa bisa terlelap padahal sudah berusaha cukup keras untuk memejamkan mata.     

Soo Yin kembali membuka matanya. Gadis itu menatap langit-langit kamarnya. Mengamati setiap sudut dengan pikiran yang melayang ntah kemana-mana. Tubuhnya memang berada di villa Pyeongchang-dong namun pikirannya berkelana sampai UN Village.     

Ya, gadis itu bahkan selalu membayangkan apa yang tengah Dae Hyun lakukan saat ini bersama dengan Aeri.     

Soo Yin berulang kali melihat ponselnya namun tidak ada pesan sama sekali. Sehingga langsung menonaktifkan ponselnya. Tidak peduli jika ada yang menghubungkan. Merasa kesal hingga rasanya ingin menangis sekencang-kencangnya untuk meluapkan amarahnya. Dae Hyun bahkan tidak berusaha lebih keras untuk mengantarnya pulang. Bahkan hingga saat ini tidak menghubunginya sama sekali.     

Gadis itu tidak kuat menahan beban pikirannya hingga terisak sambil meringkuk memeluk bantal guling. Menyadari bahwa menjadi istri simpanan ternyata sesakit ini. Tidak bisa berhubungan terang-terangan di depan semua orang. Tidak bisa senantiasa bersama-sama setiap malam karena Dae Hyun harus pulang ke rumah istri tuanya.     

Bayangan bagaimana mereka bercumbu memenuhi otak Soo Yin. Membuat hatinya sakit terbakar api cemburu. Membuatnya semakin terisak lebih lama. Setelah lelah menangis akhirnya Soo Yin bisa tertidur hingga mentari pagi bersinar.     

:sunflower::sunflower::sunflower::sunflower::sunflower::sunflower::sunflower::sunflower::sunflower::sunflower::sunflower::sunflower:     

Bibi Xia mengetuk pintu untuk memeriksa keadaan Soo Yin karena hari sudah pagi namun gadis itu belum ke luar dari kamarnya. Padahal kemarin mengatakan akan membuatkan sarapan untuk Dae Hyun setiap hari. Tapi pagi ini justru belum bangun sehingga Bibi Xia berniat membangunkannya barang kali lupa.     

Lama tidak ada jawaban sehingga Bibi Xia memutar knop pintu yang ternyata tidak terkunci. Terlihat gadis itu yang masih tertidur dengan posisi miring sambil memeluk bantal guling dengan sangat erat.     

"Nona!" Bibi Xia menggoyangkan tubuh Soo Yin pelan-pelan takut membuatnya terkejut.     

"Hmmm." Soo Yin menggeliat sembari memutar tubuhnya untuk telentang.     

"Nona, ini sudah pagi. Bukankah Nona akan pergi bekerja?" ujar Bibi Xia.     

Soo Yin perlahan membuka matanya yang terasa berat. Menangis semalam membuat bola matanya memerah dan kelopak matanya bengkak.     

"Aku tidak akan kemana-mana," ujar Soo Yin dengan suara serak khas bangun tidur.     

"Bukankah Nona mengatakan kemarin ingin memasak setiap pagi untuk Tuan Dae Hyun?" Bibi Xia berpikir kenapa gadis itu cepat sekali melupakan perkataannya yang baru saja sehari.     

"Untuk apa aku harus melakukannya? dia bahkan tidak menghargainya sama sekali," ujar Soo Yin dengan mencebikkan bibirnya.     

"Apa maksud Nona?" ujar Bibi Xia yang tidak paham.     

"Sudah lelah aku memasak kemarin tapi dia justru menyuruhku untuk memberikan makanan itu pada adiknya. Menyebalkan sekali!" umpat Soo Yin.     

"Apa Nona tidak mengatakan kalau itu adalah untuk Tuan?"     

"Aku belum sempat mengatakannya," ujar Soo Yin sembari bersungut-sungut.     

"Lalu apakah Nona tidak akan bekerja?" ujar Bibi Xia lagi.     

"Aku tidak berselera." Soo Yin menutupi kepalanya di bawah selimut.     

Bibi Xia hanya menggelengkan kepalanya melihat istri muda tuannya. Sepertinya Dae Hyun harus lebih bersabar jika menghadapinya. Wanita paruh baya itu tidak bisa membujuk ataupun menyalahkan Dae Hyun karena tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.     

:ribbon::ribbon::ribbon::ribbon::ribbon::ribbon::ribbon::ribbon::ribbon::ribbon::ribbon::ribbon:     

The Silla Seoul Hotel.     

Dae Hyun memasuki ruangannya dengan terburu-buru. Berharap dapat segera melihat istri kecilnya. Namun mejanya masih kosong serta belum ada tanda-tanda Soo Yin datang.     

Dilihatnya jam yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Biasanya sudah berangkat. Dae Hyun berasumsi mungkin sebentar lagi juga akan datang. Sangat berharap kalau istrinya itu tidak marah lagi. Batinnya sangat tersiksa jika Soo Yin tidak mau berbicara padanya.     

Dae Hyun memulai membuka laptopnya untuk mengecek laporan mengenai biaya pengeluaran hotel serta pemasukan.     

"Hai, Kak," sapa Kim Soo Hyun yang baru saja memasuki ruangan dengan wajah sumringah.     

"Hmmm," jawab Dae Hyun tanpa menoleh. Ada rasa curiga karena saudaranya sudah datang kemari pagi-pagi sekali.     

"Di mana gadis itu?" Kim Soo Hyun mencari keberadaan Soo Yin yang tidak ada di mejanya. Berjalan menghampiri meja Soo Yin dengan menyembunyikan kedua tangan di saku celananya. Mengamati setiap benda yang ada di meja kerja gadis itu satu per satu.     

Dae Hyun segera melihat jam tangannya kembali yang ternyata sudah pukul sepuluh. Ini benar-benar tidak seperti biasanya.     

'Apa dia benar-benar marah mengenai hal yang semalam?' ~ batin Dae Hyun masih berpikir jika Soo Yin marah karena semalam sudah mengganggu kebersamaan dengan Jae-hwa.     

"Apa dia tidak berangkat hari ini?" tanya Kim Soo Hyun yang menghampiri saudaranya, namun Dae Hyun tak kunjung menjawab pertanyaannya. Malah sibuk menutup laptop dan merapikan meja kerjanya untuk merapikan kertas yang berserakan.     

"Aku akan ke luar sebentar, jika ada yang mencariku kau bisa menghubungi Chang Yuan," ujar Dae Hyun.     

"Kakak, kau akan pergi kemana?" tanya Kim Soo Hyun namun Dae Hyun sudah terburu-buru menutup pintu.     

"Ya ampun, mau kemana sebenarnya dia?" ucap Kim Soo Hyun sembari meletakkan jari telunjuknya di bibir. Baru saja ingin ke luar mengikuti kakaknya seseorang tiba-tiba membuka pintu.     

Ternyata Jean yang berdiri sembari membawa perlengkapan bersih-bersih. Jantungnya berdebar-debar saat melihat sosok Kim Soo Hyun yang kini menghadap ke arahnya. Ingin terus melangkah maju namun kakinya terasa sangat berat. Ia masih takut tentang kejadian kemaren.     

"Kau ...." ujar Kim Soo Hyun memandang Jean dari atas hingga bawah.     

Jean menunduk untuk menyembunyikan wajahnya. Keringat dingin ke luar dari kulitnya. Tubuhnya terasa gemetaran.     

"Apa kau teman Soo Yin?" tanya Kim Soo Hyun. Kemarin dirinya tanpa sengaja melihatnya berjalan dengan Soo Yin. Mereka tampak mengobrol dengan asyik sekali.     

Jean menganggukan kepalanya pelan. Tidak berani mengangkat kepalanya.     

"Tidak perlu menunduk seperti itu. Apa wajahku begitu menakutkan sehingga kau tidak mau melihatku?" Kim Soo Hyun memang tidak suka jika ada yang berbicara dengannya namun malah menunduk.     

"Maafkan saya, Tuan." Jean akhirnya memberanikan diri untuk melihat wajah tampan pria yang kini ada di depannya. Pria yang membuat jantungnya berdegup sangat kencang untuk pertama kalinya.     

'Gadis ini cantik juga,' ~ pikir Kim Soo Hyun dalam hatinya. Gadis dengan blesteran wajah Eropa dan Korea. Memiliki rambut berwarna kuning keemasan. Kulitnya seperti orang Korea kebanyakan namun matanya yang berwarna biru membuatnya menandakan dari mana asalnya.     

"Apa kau tahu kenapa hari ini Soo Yin tidak berangkat?" tanya Kim Soo Hyun.     

"Aku tidak tahu. Kemarin dia tidak mengatakan apapun," ujar Jean kembali mengingat-ingat kalau Soo Yin sepertinya baik-baik saja.     

"Ya sudah, sepertinya kau kemari untuk membersihkan ruangan," ujar Kim Soo Hyun.     

"Ah, iya." Jean teringat tujuannya ke sana. Segera masuk ke ruangan dengan langkah yang tergesa-gesa sehingga kakinya tersandung meja. Membuatnya tubuhnya hampir menyentuh lantai jika saja Kim Soo Hyun tidak cekatan menangkapnya.     

Mereka saling memandang untuk beberapa saat. Terlebih lagi Jean yang begitu terpesona dengan ketampanan yang dimiliki Kim Soo Hyun.     

"Sebaiknya kalau jalan berhati-hati." Kim Soo Hyun membantu Jean untuk berdiri dengan benar.     

"Baik, Tuan." Tanpa berkata apa-apa lagi, Jean langsung masuk ke dalam kamar kemudian mengunci pintu. Bersandar di pintu sambil memegang dadanya yang menggebu-gebu hingga rasanya sulit untuk bernapas.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.