Istri Simpanan

Bab 109 - Tidak terlalu buruk



Bab 109 - Tidak terlalu buruk

0Villa Pyeongchang-dong.     

Soo Yin baru sampai di rumah setelah pukul sembilan malam. Ia merasa lega dan sangat bersyukur bisa terlepas dari Kim Soo Hyun. Ia harap malam ini bisa mendekatkan Jean dan saudara suaminya.     

Soo Yin menaiki tangga dengan tergesa-gesa. Ia mulai membuka pintu kamarnya namun tidak menemukan sosok pria yang dicarinya. Soo Yin bahkan mencarinya hingga ke berbagai sudut kamar tapi tetap saja Dae Hyun tak nampak. Karena tubuhnya terasa lengket akibat beraktivitas di luar seharian Soo Yin memutuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu.      

Hari ini sungguh melelahkan. Soo Yin mengguyur kepalanya dengan air hangat. Benar-benar membuatnya terasa nyaman.     

Setelah selesai mandi Soo Yin kembali menuruni tangga untuk mengetahui dimana sebenarnya Dae Hyun. Sebenarnya ingin segera menghubungi ponselnya namun Soo Yin merasa gengsi. Jika menuruti egonya tentu saja Soo Yin masih marah. Jika teringat Dae Hyun yang sudah membohonginya dua kali emosinya kembali ingin meledak. Untuk sementara ia harus meredam emosinya sampai Dae Hyun membaik.     

"Bibi, apa suamiku pergi?" tanya Soo Yin. Beruntung Bibi Xia belum tidur sehingga bisa menanyakan dimana suaminya. Jika benar jika Dae Hyun pergi bekerja nanti dirinya akan segera membuat perhitungan.     

"Tuan tidak kemanapun sejak pagi tadi bahkan Tuan juga tidak ke luar dari ruang kerjanya. Apa dia tidak ada di sana?" ujar Bibi Xia. Satu jam yang lalu ia baru saja ke atas untuk mengantarkan makan malam namun Dae Hyun bersikeras untuk menolaknya. Tuannya itu berkata tidak akan makan sebelum istrinya pulang. Itulah yang dikatakannya tadi.     

"Aku belum memeriksa ruang kerjanya. Kupikir dia pergi karena dia tidak ada di kamar. Apa Tuan sudah makan malam dan minum obat?" tanya Soo Yin.     

"Sejak siang Tuan tidak mau makan ataupun minum obat. Bibi sudah berulang kali membawa makanan namun tetap saja Tuan menolaknya," ujar Bibi Xia menjelaskan bagaimana keadaan Dae Hyun siang tadi hingga malam.     

"Benarkah? kalau begitu tolong buatkan makanan untuk tuan kembali, Bibi," ujar Soo Yin. Sebenarnya dia ingin menyiapkan makan malam sendiri namun apa daya jika dirinya belum cukup pandai memasak. Bukan membaik bisa-bisa suaminya sakit perut.     

Bagaimana bisa ia belum makan sejak siang padahal kondisi tubuhnya sedang tidak baik. Soo Yin tidak habis pikir jika suaminya begitu bodoh sehingga menyiksa dirinya sendiri.     

"Baik, Nona."      

Bibi Xia mulai mengambil beberapa bahan makanan dari kulkas. Tadi sebenarnya Bibi Xia sudah memasak semangkuk Juk atau bubur yang biasa dikonsumsi ketika sedang tidak enak badan namun sepertinya Dae Hyun tidak suka karena itu sedikit hambar rasanya.     

"Apa yang akan Bibi masak?" tanya Soo Yin karena dia benar-benar tidak tahu menu yang cocok dimakan ketika tidak enak badan.     

"Bibi akan membuat Samgyetang. Sebaiknya Nona ke atas saja, biarkan bibi yang menyiapkan semuanya," ujar Bibi Xia yang mulai mengiris beberapa bahan.     

Samgyetang adalah sup ayam ginseng yang menggunakan daging ayam sebagai bahan utamanya. Daging ayam ini dimasak dengan bawang putih, daun bawang, jujube Korea (kurma Korea), ginseng Korea serta rempah-rempah lainnya yang dimasak bersamaan dengan daging ayam. Kandungan dari ginseng memiliki manfaat meningkatkan daya tahan tubuh, mengurangi kelelahan serta merang sistem kekebalan tubuh. Ini sangat cocok dikonsumsi oleh seseorang yang sedang tidak enak badan.     

"Tidak apa-apa, aku akan membantu Bibi agar cepat selesai," sahut Soo Yin yang langsung mencuci daging ayam di westafel. Sepertinya percuma saja naik ke atas jika tidak sambil membawa makan malam untuk suaminya.      

Tidak berapa lama akhirnya Samgyetang sudah masak. Soo Yin langsung meletakkannya di nampan bersama dengan nasi. Kemudian bergegas ke ruang kerja suaminya.     

Soo Yin pelan-pelan membuka knop pintu ternyata pintunya tidak dikunci sehingga ia langsung masuk tanpa mengetuk terlebih dahulu.     

Soo Yin membelalakkan mata hingga bola matanya hampir terjatuh ketika melihat banyak kertas yang sudah berserakan di lantai. Kertas itu tak beraturan memenuhi lantai ruangan.     

Soo Yin kemudian menghampiri Dae Hyun meletakan kepalanya di meja sembari memejamkan mata. Tangan kanannya menggenggam pena. Ada secarik kertas juga dibawah pipinya.     

Soo Yin segera menaruh nampan yang dibawanya di atas meja. Ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh dahi Dae Hyun yang masih terasa panas namun tidak sepanas semalam.     

"Dae Hyun, bangunlah," ucap Soo Yin sembari mengguncang tubuh suaminya.     

Merasa ada guncangan di tubuhnya Dae Hyun mengangkat kepalanya yang terasa berat sembari mengucek matanya dengan kedua tangan. Setelah itu mengangkat kedua tangannya untuk meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku dan pegal-pegal. Seharian dia duduk di sana hanya untuk beberapa kata puisi yang akan diberikan untuk istri kecilnya.     

"Apa yang kau lakukan? kenapa ruangan ini sangat berantakan?" ujar Soo Yin. Pandangannya berkeliling pada gumpalan kertas yang berserakan. Soo Yin berjongkok untuk mengambil satu dari sekian kertas di lantai.     

"Apa ini?" gumam Soo Yin sembari membuka kertas tersebut yang bentuknya sudah berkerut tidak beraturan.     

"Jangan!" Dae Hyun bergegas merebut kertas tersebut dari tangan istrinya. Dia tidak ingin Soo Yin membaca semua kata-kata memalukan itu.     

"Kau pelit sekali!" gerutu Soo Yin sembari melotot ke arah suaminya.     

"Kau tidak boleh melihatnya!"ujar Dae Hyun yang langsung merobek kertas tersebut menjadi serpihan.     

Soo Yin tidak hilang akal. Ia kembali mengambil kertas di lantai. Sama seperti pertama Dae Hyun selalu saja merebutnya namun Soo Yin kini berlari menjauh sehingga Dae Hyun tak dapat meraihnya.     

"Sayang, berikan kertas itu," ucap Dae Hyun dengan wajah yang memerah. Ia sangat malu jika Soo Yin sampai membacanya.     

"Biarkan aku melihatnya terlebih dahulu," ujar Soo Yin yang berdiri di pojok sambil membuka kertas tersebut.     

*Kau bagaikan daun.     

*Kau seperti tidak penting namun sangat *dibutuhkan.     

*Tanpamu aku tidak bisa bernapas.     

*Seperti ikan yang kekeringan.     

*Seperti pinguin yang hidup di pasang pasir     

Soo Yin membaca kata demi kata yang tertulis di kertas itu. Seulas senyum mengembang di bibir tipisnya yang berwarna merah muda. Kata-kata itu sebenarnya tidak terlalu buruk namun sedikit aneh.     

"Sayang, cepat berikan padaku," ujar Dae Hyun yang seperti anak kecil yang berebut mainan dengan temannya.     

"Jadi kau tidak makan sejak siang hanya gara-gara membuat tulisan ini?" ujar Soo Yin sembari mengulum senyum. Jika tidak mengingat Dae Hyun sedang tidak enak badan ia pasti sudah tertawa terbahak-bahak.     

"Mana mungkin aku begitu," sanggah Dae Hyun dengan wajah yang memerah.      

"Tidak kusangka pria dewasa sepertimu bisa bertingkah bodoh seperti ini," cibir Soo Yin.      

"Aku hanya ingin kau memaafkanku." Dae Hyun berjalan mendekati istri kecilnya.     

"Lagi pula meski kau bersusah payah membuatnya belum tentu juga aku akan memaafkanmu." Soo Yin memutar bola matanya.     

"Apa kesalahanku begitu fatal?" tanya Dae Hyun dengan mata yang sayu.     

"Tentu saja. Kau pikir wanita mana yang berbaik hati langsung memaafkan setelah dibohongi dua kali?" ujar Soo Yin seraya berdecak.     

"Aku sungguh minta maaf." Dae Hyun menundukkan kepalanya. Dia menjadi sangat lemah jika dihadapan istrinya. Kini hanya bisa pasrah dan akan menuruti apapun yang dikatakan olehnya.     

"Sebaiknya kau makan dulu. Bibi Xia bilang kau tidak makan sejak siang. Apa kau sudah bosan hidup?" ujar Soo Yin seraya memasukkan kertas tadi ke dalam saku bajunya. Ia berjalan ke arah meja untuk mengambil makanan yang dibawanya.     

"Cepatlah ke luar, sebaiknya kau  makan di kamar saja," ujar Soo Yin berbalik memandang sekilas suaminya sebelum melangkahkan kakinya ke luar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.