Istri Simpanan

Bab 118 - Romantis menjadi horor



Bab 118 - Romantis menjadi horor

0"Ayo ikut aku ke Busan besok," ajak Dae Hyun.     

"Untuk apa pergi ke sana?" ujar Soo Yin sembari menaikkan sebelah alisnya.     

"Aku akan memperkenalkan dirimu pada nenek. Aku yakin nenek bisa membantu mengenai hubungan kita karena selama ini nenek tidak pernah menyukai Aeri," ujar Dae Hyun. Sepertinya ia mendapat pencerahan mengenai hal itu.     

"Aku takut nenek akan membenciku. Ayah saja sepertinya tidak terlalu menyukaiku lagi sekarang. Padahal awalnya ia sangat ramah padaku." Soo Yin merasa agak sedih mengingat sikap Park Ji Hoon yang agak dingin padanya kali ini. Kini wajah Soo Yin berubah muram mengingat hal itu.     

"Tidak usah khawatir, Ayah mungkin hanya tidak tahu harus berpihak kepada siapa antara aku dan adikku. Percayalah padaku," ujar Dae Hyun seraya merengkuh pipi Soo Yin dengan kedua telapak tangannya. Ia tidak ingin membuat suasana hati istrinya sedih.     

Soo Yin menganggukan kepalanya dengan senyuman tipis terukir di bibirnya. Yang dapat dilakukannya saat ini adalah berusaha untuk percaya apa yang dikatakan suaminya.     

"Aku heran kenapa Kim Soo Hyun harus menyukai dirimu? seperti tidak ada gadis lain saja," umpat Dae Hyun.     

"Kau juga aneh sudah punya istri model papan atas malah menikah lagi. Yang membuat aneh karena istri keduanya masih di bawah umur dan tidak mempunyai kelebihan apapun."  Soo Yin terkekeh geli ketika mengucapkannya.     

"Itu karena kau begitu berbeda dari gadis lain. Kau mampu meruntuhkan tembok cintaku," ujar Dae Hyun sembari memukul dadanya sendiri dengan bersemangat.     

"Sudah, tidak usah membual. Aku ingin pulang sekarang karena mataku sudah terasa berat," ucap Soo Yin seraya bangkit dari pangkuan suaminya.     

"Aku berkata dengan jujur." Dae Hyun tidak terima jika Soo Yin mengiranya berbohong.     

"Sungguh?" ucap Soo Yin seraya mengulum senyum.     

"Kalau kau tidak percaya belah saja dadaku," ucap Dae Hyun seraya membuka kancing kemejanya satu per satu.     

"Apa yang akan kau lakukan?" Soo Yin yang sudah berdiri beringsut mundur saat melihat suaminya membuka kancing baju yang kini sudah menampakkan otot-otot perutnya yang mirip seperti roti sobek.     

"Aku ingin membuktikan ucapanku," ucap Dae Hyun yang meraih pisau lipat yang berada di laci. Ia berdiri kemudian berjalan menghampiri Soo Yin.     

"Berhenti! Apa yang akan kau lakukan?" ujar Soo Yin sekali lagi. Ia merasa takut dengan Dae Hyun yang tampak sedikit menyeramkan karena pisau yang berada di tangannya. Keadaan tadi yang begitu romantis kini berubah menjadi horor.     

Dae Hyun meraih tangan Soo Yin kemudian membuka telapak tangannya yang mengepal. Ia meletakkan pisau lipat itu di telapak tangan Soo Yin.     

"Soo Yin, belahlah dadaku," ujar Dae Hyun sembari membusungkan dadanya. Ekspresi wajahnya tampak serius.     

"Sudah, tidak usah bercanda. Aku benar-benar ngantuk dan ingin segera pulang," ucap Soo Yin yang menaruh pisau itu di atas meja.     

Soo Yin segera merogoh ponselnya yang berada di saku berniat untuk menghubungi Chung Ho agar segera menjemputnya. Namun baru saja terhubung ternyata Dae Hyun sudah merebutnya. Dae Hyun malah yang berbicara pada Chung Ho agar tidak perlu menjemput Soo Yin karena dia yang akan mengantarkannya pulang.     

Setelah menutup panggilan dengan Chung Ho, Dae Hyun kembali merekatkan kancing kemejanya kembali.     

"Bukankah kau akan pulang ke UN Village? ini sudah malam sehingga tidak perlu mengantarku," tolak Soo Yin. Ia tidak ingin membuat Dae Hyun terlalu malam pulang ke rumah keluarga besarnya.     

"Aku ingin menikmati lebih lama malam bersamamu," ucap Dae Hyun yang langsung menggandeng tangan Soo Yin agar mengikutinya.      

"Apa Kim Soo Hyun masih menungguku?" ujar Soo Yin.     

"Aku rasa dia sudah pulang. Tidak mungkin dia masih sabar menunggu kita pulang," tebak Dae Hyun. Ia sangat yakin jika Kim Soo Hyun sudah menyerah dan pulang terlebih dahulu.     

Keadaan gedung tempat para karyawan yang bekerja untuk hotel kini telah sepi. Lampu ruangan juga hampir sudah mati semua. Sepertinya di sana hanya tinggal Soo Yin Dan Dae Hyun saja. Soo Yin terus mengikuti langkah Dae Hyun yang berjalan sedikit di depannya.     

==========================     

Kim Soo Hyun pantang menyerah. Ia sejak tadi setia menunggu pujaan hatinya turun. Dilihatnya benda yang melingkar di pergelangan tangannya yang kini sudah menunjukkan hampir pukul sebelas malam.     

"Apa kakakku sudah gila? Semua karyawan bahkan sudah pulang semua namun masih saja mengajak Soo Yin bekerja," umpat Kim Soo Hyun yang bangkit dari duduknya.     

Ia kemudian berjalan mondar mandir di depan lift untuk menunggu terbuka karena berniat menyusul ke ruangan Dae Hyun lagi.     

Tring … tring ….     

Tiba-tiba saja ponselnya berdering sehingga Kim Soo Hyun berjalan ke samping untuk menjawab panggilan terlebih dahulu.     

Pintu lift akhirnya terbuka. Dae Hyun dan Soo Yin saling berpandangan ketika melihat punggung Kim Soo Hyun. Dae Hyun kemudian mengajak Soo Yin untuk melewati jalan lain agar tidak bertemu dengan Kim Soo Hyun. Dia tidak ingin berdebat lagi dengan adiknya. Soo Yin menurut saja ketika Dae Hyun membawanya karena ia juga tidak ingin terlalu dekat dengan Kim Soo Hyun.     

Mereka segera terburu-buru menuju parkiran sambil berjalan mengendap-endap seperti maling karena Kim Soo Hyun sekilas memandang ke arah mereka.     

Dae Hyun segera memacu mobilnya ketika mereka sudah masuk ke dalam.     

"Tampaknya  Kim Soo Hyun ingin mengibarkan bendera perang kepadaku," ujar Dae Hyun sembari menatap lurus jalanan.     

"Dae Hyun, jangan sampai kalian bertengkar hanya karena gadis seperti diriku," ujar Soo Yin seraya memegang lengan suaminya. Ia tidak ingin gara-gara dirimu hubungan persaudaraan mereka menjadi renggang.     

"Tenanglah, itu tidak mungkin terjadi. Aku yakin kelak Kim Soo Hyun akan menerima hubungan kita dengan lapang dada. Semoga ia menemukan gadis yang baik," ujar Dae Hyun seraya tersenyum.     

"Jean sepertinya menyukai Kim Soo Hyun," ucap Soo Yin.     

"Benarkah?"     

Soo Yin menganggukan kepalanya. Ia sangat berharap jika kelak Kim Soo Hyun dapat membuka hatinya untuk Jean.     

"Kalau begitu buat mereka dekat agar Kim Soo Hyun bisa melupakanmu sehingga kita bisa hidup dengan damai," ujar Dae Hyun.     

Derrrtt … derttt ….     

Ponsel Dae Hyun yang berada di saku bajunya tiba-tiba bergetar sehingga ia menghentikan mobilnya terlebih dahulu di tepi jalan yang sepi. Setelah memeriksanya ternyata panggilan dari Kim Soo Hyun.     

"Ada apa?" tanya Dae Hyun dengan malas.     

"Sebenarnya kalian dimana? Aku sudah pergi ke ruanganmu namun tidak menemukan kalian," ucap Kim Soo Hyun dari seberang telepon.     

"Kami sudah dalam perjalanan pulang," sahut Dae Hyun dengan santai tanpa rasa bersalah sama sekali pada saudaranya.     

"Apa?" teriak Kim Soo Hyun dengan sangat keras sehingga Dae Hyun menutupi telinganya.     

"Pelankan suaramu! kau ingin aku tuli," gerutu Dae Hyun.     

"Kenapa kalian tidak memberitahu?" tanya Kim Soo Hyun.     

"Kupikir kau sudah pulang. Sudah lanjut nanti saja mengobrolnya karena aku sedang mengemudi."      

Dae Hyun langsung mematikan sambungan telepon tanpa mendengar jawaban dari saudaranya yang samar-samar terdengar menggerutu karena kesal.     

"Kau tidak akan bisa bersaing denganku," gumam Dae Hyun dengan menyeringai yang memamerkan deretan giginya yang putih.     

Dae Hyun menoleh ke arah Soo Yin yang ternyata sudah tertidur pulas. Sepertinya ia memang sangat ngantuk berat.     

"Maaf, kau pasti sangat lelah," ujar Dae Hyun yang merasa bersalah karena tidak mengizinkannya pulang sejak tadi. Ia mengusap pipi Soo Yin dengan ibu jarinya beberapa saat.     

Dae Hyun segera mengemudikan mobilnya agar segera sampai di villa Pyeongchang-dong.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.