Istri Simpanan

Bab 147 - Tubuh yang kurus



Bab 147 - Tubuh yang kurus

0Sudah seminggu Soo Yin sibuk mendaftar di universitas. Ternyata mendaftar di bidang kedokteran tidak semudah yang ia bayangkan. Soo Yin harus bekerja keras dengan banyak membaca dan belajar lebih giat lagi. Tidak ada waktu untuk pergi bekerja karena memakan waktu dan pikiran yang lumayan. Ia harus mempelajari kembali ilmu biologi, fisika, kimia bahkan matematika. Pelajaran yang sangat kurang disukai olehnya.     

Soo Yin rasanya ingin menyerah ketika melihat rumus-rumus yang membuatnya sangat pusing. Meski bukan yang terbaik namun Soo Yin sedikit beruntung ia lulus di jurusan IPA ketika SMA dengan nilai yang cukup memuaskan.     

Soo Yin menyandarkan kepalanya di kursi setelah membaca setumpuk buku. Ia meraih ponselnya yang berada di atas meja. Seminggu tidak bertemu dengan suaminya membuatnya merasa rindu. Mereka tidak ada waktu untuk berjumpa karena Dae Hyun juga sedang sibuk. Pria itu bahkan sudah beberapa hari berada di luar kota.     

Meski mereka masih bisa melakukan video call namun tetap saja itu tidak bisa menggantikan jika bertemu secara langsung.     

Tok … tok … tok ….     

Terdengar suara ketukan pintu dari luar.     

"Masuk!" seru Soo Yin tetap pada posisi duduk. Ia saat ini berada di ruang kerja yang biasa digunakan oleh Dae Hyun. Tempat yang nyaman untuk belajar.     

Bibi Xia memutar gagang pintu. Ia  masuk sembari membawa nampan yang berisi secangkir teh hangat. Wanita itu merasa kasihan karena Soo Yin kini tampak lebih kurus semenjak hendak masuk universitas. Ia juga sekarang tampak tidak berselera makan.     

"Nona, sebaiknya anda istirahat karena ini sudah larut malam," ujar Bibi Xia sembari meletakan secangkir teh di depan Soo Yin.     

"Terima kasih, Bi. Besok adalah tes masuknya sehingga aku harus belajar lebih keras jika ingin lulus," ujar Soo Yin sembari menghela nafas pelan.     

"Anda juga harus makan. Lihatlah tubuh Nona sekarang yang sangat kurus. Tuan Dae Hyun pasti akan sedih jika nanti bertemu dengan Nona." Bibi Xia mengamati wajah Soo Yin yang saat ini tampak pucat tidak seperti biasanya.     

"Aku sekarang sangat tidak berselera untuk makan, Bibi. Lidahku seperti hambar jika memakan sesuatu," sahut Soo Yin. Padahal seminggu yang lalu nafsu makannya masih baik-baik saja.     

"Apa Nona merasa tidak enak badan?" tanya Bibi Xia.     

"Tidak, aku hanya agak lemas saja mungkin karena terlalu sering tidur hingga larut." Selama seminggu ini Soo Yin selalu tidur hingga larut malam. Ia terlalu banyak membaca sehingga kadang sampai lupa waktu.     

"Kalau begitu kembalilah ke kamar. Ini sudah pukul sembilan malam," ujar Bibi Xia.     

"Sebentar lagi, aku harus membaca satu buku lagi," sahut Soo Yin sembari menyesap teh hangat. Aroma melati yang terdapat di dalam teh membangkitkan semangatnya kembali.     

"Ya sudah, bibi pergi. Ingat jangan terlalu malam," ujar Bibi Xia sebelum berbalik melangkahkan kakinya menuju pintu. Pelan-pelan Bibi Xia menutup pintu.     

Soo Yin sangat bersyukur di rumah ini ada Bibi Xia yang selalu memperhatikannya. Ia teringat saat pertama kali datang ke rumah ini sikapnya sungguh tidak sopan kepada wanita itu.     

Soo Yin juga merasa seperti memiliki seorang ibu yang sudah lama dirindukan olehnya. Teringat mengenai ibunya Soo Yin mengambil ponselnya kembali. Ia mencari nama ayahnya yang sudah beberapa lama tidak dihubunginya. Seperti biasa nomor itu tidak aktif. Beberapa kali mencobanya untuk terhubung tapi tetap saja tidak aktif.     

Soo Yin akhirnya menyerah. Ia meletakkan ponselnya kembali di atas meja. Ia mulai membuka buku tebal yang ada di depannya karena harus memahami setiap kata yang ada di dalamnya. Awalnya ia akan menyerah sebelum berperang karena merasa tidak mampu namun Soo Yin tidak ingin mengecewakan suaminya. Ini satu-satunya jalan agar suatu saat nanti orang tidak menghinanya lagi.     

Kini waktu sudah menunjukkan pukul satu malam sehingga Soo Yin memutuskan untuk pergi ke kamarnya. Ia berjalan sempoyongan karena matanya sudah terasa lengket. Hampir saja ia menabrak pintu.     

================================     

Bibi Xia sudah beberapa kali mengetuk pintu namun tidak ada jawaban. Ia cemas dengan keadaan Soo Yin karena sejak tadi tidak juga menjawab panggilannya.     

Ketika Bibi Xia memutar knop pintu ternyata itu tidak dikunci sehingga ia langsung bergegas masuk untuk melihat kondisi Soo Yin.     

Ia bisa bernapas lega karena Soo Yin masih terlelap dan keadaannya baik-baik saja. Kini waktu sudah menunjukkan hampir pukul delapan pagi. Padahal Soo Yin bilang kemarin ia akan bangun pagi agar tidak terlambat.      

"Nona, bangunlah ini sudah siang," ujar Bibi Xia sembari mengguncang tubuh Soo Yin pelan-pelan karena takut membuatnya terkejut.     

Soo Yin perlahan membuka matanya. Sinar mentari pagi membuat silau sehingga ia menyipitkan matanya.     

"Jam berapa sekarang, Bibi?" tanya Soo Yin dengan suara serak khas bangun tidur.     

"Sekarang sudah pukul delapan, Nona," sahut Soo Yin.     

"Apa?" Soo Yin langsung terduduk kemudian memandang alarm yang ada di atas meja rias. Sebenarnya ia mendengar beberapa kali alarm berdering namun ia selalu mematikannya.     

Soo Yin menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Ia segera melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Baru satu langkah tiba-tiba ia merasa sangat mual sehingga Soo Yin langsung berlari sembari menutupi mulutnya.     

"Hati-hati, Nona!" seru Bibi Xia takut Soo Yin terjatuh.     

Soo Yin memuntahkan semua makanan yang semalam dia makan hingga habis. Bahkan kini tenggorokannya terasa sangat pahit. Soo Yin ke luar sembari mengusap keringat di dahinya menggunakan handuk kecil. Ia kemudian duduk di tepi ranjang dengan lemas.     

"Apa Nona benar tidak sakit? Sebaiknya bibi menghubungi Tuan Dae Hyun sekarang juga," ujar Bibi Xia untuk memastikan keadaan Soo Yin. Ia baru saja selesai merapikan ranjang yang ditiduri Soo Yin.     

"Tidak usah, Bibi. Sepertinya lambungku mengalami sedikit masalah karena sering telat makan," ujar Soo Yin sembari memegang perutnya.     

"Sebaiknya sekarang anda sarapan terlebih dahulu. Bibi tidak ingin Nona kenapa-kenapa," ujar Bibi Xia.     

"Iya, Bibi," sahut Soo Yin.     

Soo Yin membersihkan diri terlebih dahulu sebelum menyusul Bibi Xia ke dapur. Tak lupa ia sudah meminum obat lambung yang sudah dibelinya di apotek beberapa hari yang lalu.     

Bibi Xia memasak eomuk tang, yaitu sup dengan bakso ikan yang menyerupai sate usus yang dipadukan dengan kaldu sapi dan daun bawang. Rasanya terasa gurih dan menyegarkan.     

Bibi Xia sengaja membuatnya agar Soo Yin mau memakannya karena rasanya tidak pedas sehingga cocok untuk yang menderita sakit lambung.     

"Bibi, kelihatannya sangat enak," ujar Soo Yin sembari duduk di kursi. Ia meletakkan tasnya di kursi yang lain karena setelah ini akan langsung berangkat. Semoga saja hari ini sesuai dengan apa yang diinginkannya.     

"Nikmatilah, Nona. Itu sangat baik untuk kondisi perut anda yang masih kosong," ujar Bibi Xia.     

"Terima kasih, Bibi." Soo Yin mencium aroma masakan yang sebenarnya sangat enak namun perutnya terasa bergejolak kembali sehingga ia langsung berlari ke westafel.     

Bibi Xia yang melihat Soo Yin muntah seperti itu langsung menyodorkan air hangat.     

"Sebaiknya bibi menghubungi dokter Kang saja untuk memeriksa Nona," ujar Bibi Xia yang cemas. Ia merasa curiga jika Soo Yin sedang mengandung namun Bibi Xia tidak ingin terburu-buru menyimpulkan hal itu. Meski ia sangat bahagia jika apa yang dipikirkannya sungguh terjadi.     

"Aku baik-baik saja, tidak usah menghubungi dokter Kang. Nanti aku akan pergi ke klinik untuk memeriksakan kondisiku," ujar Soo Yin.     

Bibi Xia menuruti permintaan Soo Yin karena tidak mungkin juga membantahnya.     

Soo Yin tidak jadi sarapan karena ia terus merasa mual saat mencium aroma masakan. Ia langsung bergegas ke universitas untuk melakukan beberapa tes masuk.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.