Istri Simpanan

Bab 150 - Sukses bersama



Bab 150 - Sukses bersama

0Seoul National University.     

Soo Yin baru saja menyelesaikan ujian masuk universitas. Ia tidak yakin bisa lulus masuk ke sana karena sangat banyak sekali yang mendaftar. Meski begitu hati kecilnya tetap berharap semoga saja ada keberuntungan.     

Soo Yin memutuskan untuk istirahat dulu sehingga duduk di salah satu kursi yang berada di halaman kampus. Masih ada beberapa hal lagi yang harus dilakukan sehingga belum diperbolehkan pulang. Hari cuaca cukup panas sehingga membuat tenggorokannya semakin kering.     

"Minumlah," ucap Jae-hwa baru saja menghampiri gadis itu kemudian menyodorkan air mineral ke arah Soo Yin. Ia juga sedang melakukan ujian masuk seperti Soo Yin.     

"Terima kasih." Soo Yin mengulurkan tangan untuk menerimanya.     

"Bagaimana dengan ujiannya? Apa kau bisa menjawabnya dengan benar?" tanya Jae-hwa yang sudah duduk di samping Soo Yin.     

"Entahlah, aku merasa tidak yakin," ucap Soo Yin sembari menghela nafas pelan.      

"Tetaplah bersemangat, aku yakin kau pasti bisa," ujar Jae-hwa untuk menyemangati Soo Yin dengan penuh semangat. Ia mengangkat tangannya ke atas.     

"Terima kasih, Jae-hwa," uja Soo Yin seraya tersenyum. Di kampus itu ia belum memiliki teman sehingga hanya Jae-hwa saja yang selalu mengajaknya mengobrol karena sejak dulu ia kurang bisa bersosialisasi jika berada di tempat yang baru. Ia harus beradaptasi lebih lama terlebih dahulu baru bisa memiliki teman.     

"Tidak masalah, aku ingin suatu saat nanti kita sukses bersama-sama," sahut Jae-hwa.     

Jae-hwa membayangkan jika suatu saat nanti bisa menikah dengan Soo Yin pastilah sangat menyenangkan. Mereka akan menjadi pasangan dokter masa depan yang sukses. Kelak mereka akan membangun rumah sakit sendiri di suatu kota.     

'Sadarlah Jae-hwa, jangan terlalu banyak berangan-angan,' ~ ucapnya pada dirinya sendiri sembari terus memandang wajah Soo Yin. Ia baru menyadari jika Soo Yin tampak lebih kurus sekarang. Tulang pipinya lebih terlihat.     

"Soo Yin, apa kau sakit?" tanya Jae-hwa sembari menempelkan punggung telapak tangannya di dahi Soo Yin.     

"Tidak, apa ada yang aneh dengan diriku?" tanya Soo Yin.     

"Kau sekarang tampak kurus dan wajahmu juga agak pucat," ujar Jae-hwa.     

Soo Yin mengusap wajahnya dengan telapak tangan. Apakah sepucat itu sehingga orang-orang mengamatinya?      

"Mungkin karena aku seminggu belakangan sering tidur hingga larut malam," ujar Soo Yin sembari menggaruk kepalanya.     

"Kau harus memperhatikan kesehatanmu. Jangan sampai kau jatuh sakit," ucap Jae-hwa.     

"Tenanglah, ujiannya sudah selesai sehingga aku bisa beristirahat dan bersantai sedikit sambil menunggu pengumuman," ujar Soo Yin seraya tersenyum. Ia senang meski tidak memiliki banyak teman tapi orang-orang yang berada di dekatnya selalu memperhatikan. Itu lebih cukup dari pada memiliki seribu teman tapi tidak ada yang peduli sama sekali dengannya.     

"Aku juga tidak sabar ingin segera mengetahui pengumumannya," ujar Jae-hwa. Ia tampak bersemangat karena ini adalah impiannya sejak kecil untuk menjadi seorang dokter.     

"Aku yakin jika kau pasti lulus," ucap Soo Yin.     

"Kita pasti lulus!" teriak Jae-hwa sambil berdiri dengan mengangkat tangannya yang mengepal.     

Mereka mengobrol beberapa saat sebelum akhirnya Jae-hwa pamit karena ada urusan sebentar. Soo Yin kini kembali duduk sendirian.     

Sekarang sudah hampir tengah hari sehingga Soo Yin memutuskan untuk membeli makanan di kantin. Barang kali perutnya kini sudah membaik sehingga bisa diisi oleh makanan.     

Soo Yin melangkahkan kakinya menuju kantin sambil mendekap buku di dadanya. Pandangannya terus berkeliling untuk melihat-lihat area kampus.     

Bip … bip ….     

Ada sebuah pesan masuk sehingga Soo Yin merogoh tasnya untuk mengambil ponselnya. Barangkali ayahnya mengirim pesan.     

[Selamat siang, Sayang:face_blowing_a_kiss::face_blowing_a_kiss:. Sudah seminggu tidak bertemu denganmu membuatku tidak bisa tidur dengan nyenyak] Om Tampan.     

Ternyata itu adalah pesan dari Dae Hyun. Ia memang sengaja memberi nama kontak Dae Hyun dengan Om Tampan karena memang itu adalah nama yang menurutnya paling cocok.     

[Tidak usah membual] balas Soo Yin sembari mengulum senyum. Ia tidak mau mengakui secara terus terang jika dirinya juga merindukan suaminya.     

[Untuk apa aku berbohong. Tanpamu di sisiku aku merasa sangat kesepian. Andaikan saja kau bisa kuajak kemari] Om Tampan.     

Dae Hyun saat ini tengah berada di pulau Nami. Awalnya Soo Yin akan ikut namun karena ada ujian masuk universitas Dae Hyun tidak mengizinkannya.     

[Kapan kau kembali ke Seoul?:red_heart:] balas Soo Yin disertai dengan emoticon love.     

[Aku sekarang juga akan pulang jika kau memintanya] Om Tampan.     

Soo Yin terus melangkahkan kakinya sembari tersenyum sendiri karena sedang berbalas pesan dengan suaminya.      

Brukkkk…     

Terlalu asyik berkirim pesan membuat Soo Yin tidak menyadari jika ada seseorang yang berjalan di depannya sehingga ia menubruknya.  Soo Yin kehilangan keseimbangan sehingga ia terjengkang ke tanah dengan beberapa buku yang menimpa tubuhnya.     

"Kalau jalan lihat-lihat! Gara-gara kau bukuku jadi berantakan," umpat seorang wanita berambut keriting yang ditabrak oleh Soo Yin. Ia merupakan salah satu mahasiswa di sana.     

Soo Yin segera mengambil buku yang berserakan di tanah. Ia menatanya kemudian berdiri untuk memberikan pada wanita itu.     

"Aku sungguh minta maaf," ucap Soo Yin sembari membungkukkan tubuhnya. Jangan sampai ia mendapatkan masalah padahal baru saja masuk ke sana.     

"Ada apa ini?" tanya gadis yang baru saja menghampiri mereka.     

"Soo Yin?" ujarnya. Gadis itu tidak lain adalah Li Sa sepupu dari Soo Yin.     

"Li Sa?" Soo Yin terkejut bagaimana bisa mereka bertemu di kampus ini. Jangan sampai ia dan Li Sa berada dalam satu kampus yang sama. Soo Yin merasa agak trauma mengenai hal itu.     

"Apa yang kau lakukan di sini?" Li Sa mencibir tidak suka dengan menaikkan sebelah bibirnya ke atas.     

"Aku … aku baru saja mendaftar kuliah di kampus ini," sahut Soo Yin dengan menaikkan dagunya. Ia tidak ingin Li Sa meremehkannya lagi seperti yang dahulu.     

"Ha ha ha …." Suara tawa Li Sa begitu nyaring ketika mendengar Soo Yin menjawab pertanyaannya.     

Soo Yin tetap diam dalam posisinya. Ia sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan oleh Li Sa setelahnya.     

"Dari mana kau mendapatkan uang untuk masuk ke kampus ini? Asal kau tahu saja biaya di kampus ini sangat mahal. Bahkan jika dijual tubuhmu tidak akan mampu membiayai kuliahmu selama setahun," ucap Li Sa sembari tersenyum miring meremehkan keuangan Soo Yin.      

Mahasiswa yang sekolah disana kebanyakan dari kalangan orang atas meski ada juga yang dari kalangan bawah itu karena mendapatkan beasiswa. Sedangkan Li Sa mengetahui jika Soo tidak mungkin untuk mendapatkan beasiswa.     

"Itu bukan urusanmu!" sahur Soo Yin dengan nada datar.     

"Aku sangat ingin tahu pria kaya mana yang berhasil kau rayu sehingga ia menguliahkanmu di tempat ini," ucap Li Sa dengan terkekeh meremehkan keuangan Soo Yin yang tidak seberapa.     

Dada Soo Yin terasa panas mendengar hinaan yang dilontarkan oleh Li Sa. Meski dirinya bukanlah perayu seperti yang dikatakan Li Sa tapi itu cukup menusuk ulu hatinya.     

"Kenapa kau diam saja?" tanya Li Sa sembari berjalan mengitari tubuh Soo Yin dengan melipat tangannya di dada.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.