Istri Simpanan

Bab 187 - Bertahan jika ingin menang



Bab 187 - Bertahan jika ingin menang

The Silla Seoul Hotel.     

Dae Hyun pagi ini uring-uringan tidak jelas akibat kejadian semalam yang membuatnya semakin emosi. Pria itu melampiaskan emosinya kepada karyawan yang datang terlambat.     

Semua karyawan hotel bahkan heran karena pasalnya, Dae Hyun tidak pernah seperti itu. Sejak keluar dari rumahnya pagi ini wajahnya selalu cemberut dengan sorot mata yang menakutkan.     

Chang Yuan yang biasanya bisa menenangkan bosnya, kali ini benar-benar tidak bisa. Harapannya saat ini hanya satu yaitu melalui istrinya. Namun tidak mungkin kali ini menghubunginya sedangkan nomor ponselnya saja tidak aktif. Jika menjemputnya ke villa, itu cukup membutuhkan waktu yang lama.     

Kondisi ruangan Dae Hyun kini berserakan sehingga tidak ada seorang karyawan pun yang diizinkan masuk. Jika mereka ada kepentingan maka Chang Yuan yang akan mengurusnya.     

Saat ini Dae Hyun tengah duduk di kursinya dengan dada yang bergemuruh. Memegangi kepalanya dengan kedua tangan. Ia merasa bodoh karena telah masuk ke dalam perangkap Aeri. Semoga saja wanita licik itu tidak hamil sehingga tidak membuatnya tetap untuk bertahan.     

Dae Hyun terus memijat kepalanya dengan begitu kuat. Di saat seperti ini membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih. Di tambah lagi dengan Soo Yin yang tak kunjung menemuinya.      

°     

°     

Kim Soo Hyun segera pergi ke ruangannya karena banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Jangan sampai saudaranya marah-marah. Sudah bertemu dengan Soo Yin membuatnya menjadi lebih bersemangat dalam pekerja. Akan ia buktikan kepada Soo Yin jika dirinya adalah seorang pekerja keras yang bisa      

diandalkan. Sehingga jika kelak nanti menikah, dia tidak akan menyesal.     

Kim Soo Hyun juga berpesan kepada Soo Yin agar lebih hati-hati karena suasana hati saudaranya sedang buruk.     

Sepanjang melangkahkan kakinya memasuki hotel, jantung Soo Yin kini semakin berdebar sangat kencang. Ada rasa tidak sabar ingin segera bertemu dengan suaminya. Semoga saja Dae Hyun masih bisa menerimanya sama seperti yang dikatakan oleh bibi Xia.     

Kini Soo Yin sudah sampai di depan pintu. Sampai beberapa saat, Soo Yin belum mau mengetuk pintu. Bayangan akan dirinya masuk ke dalam ruangan ini untuk pertama kali membuat wajahnya merona karena merasa malu.     

Ia merasa sikapnya selama ini memang sangat kekanak-kanakan. Soo Yin memberanikan diri memutar knop pintu namun pintu tidak mau terbuka karena dikunci. Untunglah Soo Yin membawa kunci tas cadangan yang ada di dalm tasnya.     

Dae Hyun memang sengaja meminta Chang Yuan untuk menguncinya karena tidak ingin diganggu.     

Pelan-pelan Soo Yin membuka pintu kemudian menguncinya kembali. Mata Soo Yin melebar dengan bentuk bulat sempurna ketika melihat kertas yang berserakan serta barang-barang yang biasanya tertata dengan rapi kini berada di lantai. Bahkan ada juga botol minuman yang sudah pecah.     

Soo Yin mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, hingga pandangannya tertuju pada seorang pria yang tengah duduk sambil menundukkan kepalanya. Dengan langkah hati-hati Soo Yin melangkahkan kakinya menghampiri Dae Hyun. Ternyata ada sebotol minuman yang ada di mejanya.     

Dae Hyun masih tidak beranjak dari posisi duduknya. Belum menyadari kedatangan Soo Yin. Meski tadi sayup-sayup dapat mendengar pintu terbuka. Ia pikir itu adalah Chang Yuan yang masuk.     

Kini Soo Yin sudah berdiri tepat di depan suaminya. Ia begitu tercengang melihat semuanya.     

"Sayang," panggil Soo Yin dengan begitu lembut. Ia mencurigai terjadi sesuatu sehingga suaminya seperti ini.     

Suara yang lembut itu mampu menembus ke dalam pikiran yang sedang berkecamuk. Dae Hyun tetap diam beberapa saat karena ia pikir itu adalah mimpi bisa mendengar suara Soo Yin dari dekat.     

"Sayang, apa yang terjadi padamu?" Soo Yin maju satu langkah lagi ke depan.     

Pelan-pelan Dae Hyun mendongakkan kepalanya. Ia penasaran apakah suara itu hanya mimpi ataukah nyata. Dengan mata sayu Dae Hyun membuka matanya. Ternyata wajah itu tampak begitu jelas.     

Soo Yin merasakan sesak di dadanya melihat mata Dae Hyun yang sendu serta memerah. Tampak sekali pria itu sepertinya habis minum.     

"Apakah aku bermimpi?" gumam Dae Hyun dengan tidak mengalihkan pandangannya sama sekali dari Soo Yin. Jika memang mimpi ia harap jangan pernah untuk terbangun.     

"Sayang, apa yang sebenarnya terjadi padamu?" tanya Soo Yin mengulangi pertanyaannya kembali karena Dae Hyun tak kunjung menjawab.     

Soo Yin begitu iba melihat keadaan suaminya sehingga ia berjalan ke sisi Dae Hyun kemudian merengkuh wajahnya. Soo Yin menyandarkan kepala Dae Hyun di dadanya.     

Dae Hyun segera merengkuh pinggang Soo Yin yang sudah berada di sisinya. Menghirup aroma tubuh yang selalu ia rindukan. Terlalu senang membuatnya tak mampu mengeluarkan kata-kata saat ini.     

"Apa aku tidak bermimpi melihatmu datang kemari?" ujar Dae Hyun sembari memejamkan matanya.     

"Kenapa kau seperti ini? Sebenarnya apa yang terjadi? Apa kau marah padaku?" tanya Soo Yin bertubi-tubi.     

Dae Hyun terdiam, justru menurunkan kepalanya untuk mencium perut Soo Yin.     

"Kau sudah tumbuh besar," ujar Dae Hyun sembari mengusap perut Soo Yin. Tanpa menjawab pertanyaan dari istri kecilnya.     

Soo Yin melepaskan Dae Hyun dengan mendorong bahunya agar sedikit menjauh darinya.     

"Katakan padaku kenapa kau seperti ini? Sebenarnya apa yang terjadi?" Soo Yin begitu cemas melihat suaminya, pasalnya Soo Yin tidak pernah melihat Dae Hyun dalam kondisi seperti itu.      

"Apakah kau sudah memaafkanku? Maukah kau memaafkanku lagi?" Dae Hyun menatap bola mata Soo Yin dalam-dalam dengan penuh kerinduan.     

Soo Yin menganggukan kepalanya sembari tersenyum penuh kehangatan.     

"Soo Yin, wanita licik itu sepertinya akan menjebakku lagi," ucap Dae Hyun dengan lirih sembari mengusap gusar wajahnya.     

"Apa maksudmu?" Meski Soo Yin paham siapa yng dimaksud olehnya namun Soo Yin belum mengerti.     

"Aku sudah mengkhianati kepercayaan darimu," ujar Dae Hyun dengan getir. Lebih baik mengatakan sejujurnya dari pada kelak Soo Yin mengetahui kemudian membencinya.     

"Aeri semalam menjebakku," lanjut Dae Hyun sembari menghela nafas pasrah jika Soo Yin akan marah lagi.     

"Lalu?" tanya Soo Yin sambil mengerutkan keningnya.     

"Kau pasti bisa menebak apa yang selanjutnya terjadi."     

"Jadi itu sebabnya kau seperti ini? Jika dia mengetahui kau seperti ini maka dia pasti akan semakin senang," ujar Soo Yin.     

"Kau tidak marah?" Dae Hyun cukup tercengang karena Soo Yin bersikap biasa saja.     

"Tidak, jika aku marah maka istri tuamu pasti berteriak gembira. Aku yakin jika dia sedang merencanakan sesuatu."     

"Apa kau tidak cemburu? Apa kau sudah tidak mencintaiku lagi?" tanya Dae Hyun.     

"Tidak usah berpikiran macam-macam. Aku yakin kau begitu mencintaku, aku masih percaya akan hal itu. Jika tidak, mana mungkin kau seperti ini. Lihatlah ruangan ini yang terlihat seperti gudang," ujar Soo Yin sambil menggelengkan kepalanya.     

"Aku benar-benar tidak bisa berpikir dengan benar karena takut kau menjauhiku lagi," ujar Dae Hyun. Ini sungguh di luar dugaannya, Soo Yin bisa bersikap mengerti.     

Soo Yin mulai mengerti jika hubungannya memang membutuhkan pengorbanan. Ia harus bertahan jika ingin menang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.