Istri Simpanan

Bab 251 - Tidur sendirian



Bab 251 - Tidur sendirian

0Beberapa hari kemudian,     

Setiap hari Soo Yin masih merasa menyesal dengan kejadian tempo hari mengenai bibirnya yang sudah dianggap ternoda.     

"Jean, apa yang harus aku lakukan? Bibirku sekarang sudah ternoda," ujar Soo Yin sembari menutupi kepalanya dengan bantal. Beruntung beberapa hari belakangan Dae Hyun tengah sibuk sehingga tidak bisa datang ke villa. Sekarang Soo Yin tidak tahu bagaimana lagi jika bertemu dengan suaminya.     

"Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja," ujar Jean yang duduk di sampingnya.     

"Aku takut Dae Hyun marah kepadaku,* ujar Soo Yin.     

"Soo Yin, sudahlah tidak usah berlebihan," ujar Jean sembari membuang bantal yang menutupi kepala Soo Yin.     

Kini Soo Yin duduk kembali dengan wajah kusut dan rambut acak-acakan. Seharian ini belum mandi sama sekali dengan alasan karena Dae Hyun tidak akan mengunjunginya. Bahkan sejak kejadian di Yeonju Premium Outlet Soo Yin hanya mandi pada saat sore hari.     

"Bagaimana dengan kuliahmu? Apa diterima?" tanya Jean untuk mengalihkan pembicaraan. Ia ingat jika ujian masuk Soo Yin ke universitas sudah cukup lama. Seharusnya sebentar lagi akan ada pengumuman.     

"Aku lupa," sahut Soo Yin seraya menepuk jidatnya. Terlalu banyak kejadian yang menimpa dirinya, Soo Yin hampir saja melupakan bagaimana hasil ujian masuk universitas.     

"Ya ampun, lalu bagaimana sekarang?" tanya Jean.     

"Sebaiknya besok aku akan pergi ke universitas untuk mencari informasi," ujar Soo Yin.     

"Ya ampun kau ini," ujar Jean sembari menggelengkan kepalanya.     

Hari sudah semakin sore sehingga Jean pamit untuk pulang. Sudah cukup menemani Soo Yin seharian ini.     

"Jean, menginaplah malam ini di sini?" rengek Soo Yin seperti anak kecil.     

"Tidak, aku takut jika tiba-tiba suaminya pulang," ucap Jean bersikeras. Jean berpikir besok adalah waktunya libur bekerja sehingga bisa saja Dae Hyun pulang ke sana. Ia tidak mau menjadi obat nyamuk di antara mereka berdua. Lagi pula ia sudah merencanakan sesuatu.     

"Dae Hyun sedang sibuk. Aku yakin tidak dia tidak akan pulang ke villa ini," bujuk Soo Yin.     

"Pokoknya aku tidak mau." Jean sudah turun dari ranjang. Sekarang dirinya tengah memakai kembali sweaternya dengan mematut dirinya di cermin.     

"Ya sudah, terserah kau saja," ujar Soo Yin lirih dengan pasrah harus menerima jika malam ini akan tidur sendirian.     

"Aku tidak bisa membayangkan jika suatu saat nanti tuan Kim Soo Hyun mengetahui semuanya," ujar Jean sembari menghela nafas pelan.     

Mendengar perkataan Jean membuat Soo Yin kembali merasa bersalah yang begitu mendalam.     

"Aku juga," sahut Soo Yin dengan getir.     

"Aku berharap kelak Kim Soo Hyun akan menerima semuanya," lanjutnya.     

Jean segera menoleh ke arah Soo Yin, sadar jika dirinya sudah keceplosan.     

"Maaf, sudah membuatmu sedih. Tidak usah dipikirkan apapun yang aku katakan," ujar Jean sembari menepuk pundak sahabatnya. Jean menyesal, tadi seharusnya tidak mengatakannya di depan Soo Yin.     

"Ya sudah, jika kau ingin pulang. Aku akan meminta Chung Ho untuk mengantarkanmu," ujar Soo Yin seraya bangkit dari ranjang.     

"Tidak perlu," tolak Jean. Malu rasanya Jean selalu merepotkan Soo Yin beberapa hari belakangan.     

"Tidak apa," sahut Soo Yin.     

Mereka kemudian melangkahkan kakinya secara berdampingan.     

"Oh, ya. Kau juga harus berhati-hati, tampaknya Li Sa sekarang tambah membencimu karena mengetahui jika tuan Kim Soo Hyun menyukaimu," ujar Jean berusaha mengingatkan Soo Yin dari sepupunya yang terlalu berambisi.     

"Hmmm, aku tahu. Sepertinya dia ingin sekali memakanku kemarin," ujar Soo Yin terkekeh geli jika mengingat wajah Li Sa ynag merah padam.     

"Berhati-hatilah, dia pasti akan melakukan segala cara untuk menyakitimu. Apa kau tidak ingat dia pernah melabrakmu gara-gara kau dekat dengan Jae-hwa?" tanya Jean. Itu adalah masa dimana mereka saat itu masih sekolah. Li Sa selalu tidak suka dengan apapun yang dilakukan oleh Soo Yin. Termasuk jika Soo Yin dekat dengan seorang pria, Li Sa akan merasa sangat marah.     

"Aku mengerti," ujar Soo Hyun seraya tersenyum untuk menenangkan sahabatnya. Baginya sudah biasa menghadapi sepupunya yang sangat menyebalkan itu.     

°     

°     

Soo Yin kini tengah berdiri di balkon kamarnya. Menatap langit malam yang tampak mendung. Diusapnya kembali perutnya yang sudah rata. Bila sendiri seperti ini, sungguh membuat Soo Yin merasa sedih. Ia kembali teringat dengan calon bayinya.     

Air mata yang mengembun mulai menetes dari sudut matanya. Meski jika di depan orang lain terlihat baik-baik saja tapi hatinya rapuh ketika sendirian seperti ini. Ditambah lagi sudah beberapa hari tidak bertemu dengan suaminya. Rindu itu semakin lama semakin dalam. Bisa saja Soo Yin pergi ke hotel jika ingin bertemu dengannya tapi Dae Hyun tidak mengizinkannya pergi kemanapun setelah hari dimana ia pergi ke rumah sakit.     

"Sayang, kenapa kau begitu cepat pergi meninggalkan ibu," gumam Soo Yin lirih. Jika ingat kejadian malam itu Soo Yin merasa sangat menyesal akan hal itu. Ia sudah gagal menjadi seorang ibu karena tidak bisa menjaga calon buah hatinya.     

Seorang wanita akan terlihat kuat dan mencoba terus tersenyum jika ada orang di sekelilingnya. Namun di saat sendiri seperti ini ia akan menumpahkan segala keluh kesahnya serte kesedihannya. Itu mengapa seorang wanita membutuhkan teman jika sedang sedih agar tidak merasa sendirian dan ada yang menghiburnya.     

"Maafkan ibu, Sayang," ujar Soo Yin sembari menundukkan kepalanya menatap lantai dengan tangan yang masih berada di perut.     

Derttt … dertttt … dertttt ….     

Soo Yin merasakan jika ponselnya yang berada di saku bajunya bergetar. Ia langsung memeriksa, ternyata itu adalah panggilan video dari suaminya.     

Buru-buru Soo Yin mengusap air mata dengan punggung tangannya. Ia tidak ingin Dae Hyun melihatnya sedang bersedih. Soo Yin juga memasang wajah seceria mungkin dan menggerakkan bibirnya untuk mengembangkan senyuman.     

"Selamat malam, Sayang," sapa Dae Hyun sembari melambaikan tangannya dari seberang telepon. Meski tampak bahagia tapi guratan lelah terlihat dari kelopak matanya yang agak menghitam.     

"Hai, apa kau tidak tidur? Jagalah kesehatanmu, jangan terlalu bekerja keras," ujar Soo Yin tanpa basa-basi terlebih dahulu. Sedih rasanya melihat suaminya yang kelelahan.     

"Aku tidak bisa tidur jika tidak di sampingmu," sahut Dae Hyun seraya tersenyum tipis.     

"Sebaiknya kau istirahat karena ini sudah malam. Bisakah kau tidak terlalu bekerja keras lagi?" ujar Soo Yin.     

"Aku hanya berusaha menyelesaikan pekerjaanku sebelum mengundurkan diri. Apa kau tidak merindukanku sehingga kau memintaku untuk tidur?"     

"Tidak," sahut Soo Yin singkat.     

"Baiklah kalau begitu aku tutup teleponnya."     

Layar ponsel menjadi gelap. Ternyata Dae Hyun benar-benar memutuskan sambungan telepon mereka. Padahal mereka baru berbicara beberapa patah kata saja.     

"Ugh, dasar menyebalkan!" gerutu Soo Yin. Padahal tadi hanya pura-pura saja. Berharap jika Dae Hyun akan pulang ke villa karena besok libur tapi ternyata pekerjaan lebih penting dari pada dirinya.     

Soo Yin memutuskan untuk kembali ke dalam kamar karena saat ini sudah hampir pukul sepuluh malam. Matanya juga sudah mulai mengantuk.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.