Istri Simpanan

Bab 292 - Secangkir kopi



Bab 292 - Secangkir kopi

0Soo Yin ingin langsung pulang tanpa meminta izin kepada Kim Soo Hyun tapi rasanya tidak sopan pulang tanpa mengatakan apapun. Sehingga Soo Yin memilih menyandarkan kepalanya di atas meja dengan tangan sebagai bantalan. Kepalanya terasa agak berat karena terus memikirkan keberadaan suaminya.     

Kim Soo Hyun baru saja keluar karena ada urusan sebentar. Soo Yin tidak ingin terlalu tahu mengenai urusannya sehingga ia tidak bertanya.     

Tidak ada ponsel di tangan semakin membuat Soo Yin merasa bosan karena ia ingin sekali melihat pesan yang mungkin telah dikirimkan oleh sang suami ke ponselnya.     

Kim Soo Hyun masuk ke dalam ruangannya dengan langkah pelan dan tanpa suara. Soo Yin yang menghadap ke arah lain dengan pikiran yang terus berkelana di benaknya, tidak menyadari kehadiran Kim Soo Hyun yang sudah di belakangnya.     

"Soo Yin, apa kau tertidur?" Kim Soo Hyun meletakan nampan yang dibawanya ke atas nakas. Lalu diusapnya rambut Soo Yin pelan.     

Soo Yin segera menegakkan kepalanya seperti semula. Sungguh sentuhan tangan itu membuatnya merasa risih.     

"Tidak, Tuan," sahut Soo Yin singkat.     

"Biarkan aku mengantarkanmu pulang. Namun sebaiknya minumlah kopi ini sedikit. Aku spesial membuatnya untukmu," ujar Kim Soo Hyun segera mengambil nampan yang berada di atas nakas. Lalu disodorkannya kepada Soo Yin.     

"Tuan, seharusnya anda tidak perlu repot-repot seperti ini." Soo Yin semakin tidak merasa enak hati karena Kim Soo Hyun sudah melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan. Mana ada seorang bos yang membuatkan minum untuk sekretarisnya. Bukankah Soo Yin yang justru harus melakukannya? Soo Yin bahkan jarang sekali membuatkan kopi untuk suaminya.     

"Ini tidak sulit. Dengan mata terpejam saja aku dengan mudah bisa membuatnya," ucap Kim Soo Hyun diikuti dengan tawa renyah. Lantas mendudukkan tubuhnya di kursi yang menghadap ke arah Soo Yin.     

"Sekali lagi terima kasih," ucap Soo Yin.      

Merasa tidak enak hati Soo Yin segera menyeruputnya sedikit. Meski tidak terlalu suka kopi hitam tapi tidak ada salahnya menghargai orang yang sudah membuatnya dengan susah payah.     

"Apa kau menyukainya?" tanya Kim Soo Hyun dengan punuh harap jika kopi bikinannya tidak terlalu buruk.     

"Aku lebih suka Cappuccino," sahut Soo Yin dengan hati-hati takut menyinggung perasaannya.     

"Tapi, ini juga rasanya sangat pas di lidah," imbuh Soo Yin.     

"Lain kali akan kubuatkan kau Cappucino," ujar Kim Soo Hyun.     

"Tidak usah, seharusnya aku yang membuatnya untuk anda."     

"Kalau begitu buatkan aku besok pagi kopi," ujar Kim Soo Hyun.     

"Tentu," sahut Soo Yin sambil menyeruput kopinya kembali hingga bibirnya berwarna hitam.      

Dengan cepat Kim Soo Hyun merogoh sapu tangan dari saku celananya. Lalu mengusap bibir Soo Yin dengan lembut. Soo Yin refleks menarik tubuhnya sedikit menjauh agar Kim Soo Hyun tidak sampai.     

Soo Yin mengusap bibirnya dengan punggung tangan. Hingga suasana semakin canggung, setelah suaminya pulang Soo Yin berniat akan membuat perhitungan kepada sang suami. Ini adalah karena dia sehingga Soo Yin harus menghadapi Kim Soo Hyun sendirian.     

"Tuan, jika tidak ada pekerjaan lagi sebaiknya aku pulang saja," pamit Soo Yin sambil meletakkan cangkir dengan isi yang tinggal separuh. Setelah beraktivitas kesana kemari seharian cukup membuat tubuhnya terasa lelah.     

Bekerja dengan Kim Soo Hyun ternyata cukup menyenangkan karena dia selalu membuatnya nyaman dengan mengajaknya mengobrol. Meski begitu Soo Yin tetap saja lebih suka bekerja dengan Dae Hyun.      

"Ya sudah, kalau begitu ayo kita pulang. Kebetulan sekali malam ini tidak ada pekerjaan lagi. Soo Yin, terima kasih untuk malam ini," ujar Kim Soo Hyun sembari menatap manik mata indah Soo Yin hingga mereka saling bertemu pandang beberapa saat. Membuat Soo Yin lantas mengalihkan pandangannya.     

"Terima kasih untuk apa?"      

"Terima kasih karena dengan adanya kau di sini membuatku menjadi lebih bersemangat untuk segera menyelesaikan pekerjaan. Aku harap kita akan selalu seperti ini sampai kita tua nanti," ucap Kim Soo Hyun.     

'Tua?' ~ batin Soo Yin dalam hati.      

'Apa dia berpikir sampai ke jenjang pernikahan?' ~ imbuhnya dengan perasaan bingung.     

"Akhir pekan nanti aku ingin kau menjawabnya tentang apa yang aku katakan padamu sebulan yang lalu. Jangan lupa membawa kalung yang kuberikan saat itu." Kim Soo Hyun sekedar mengingatkan.     

Soo Yin meneguk salivanya, sungguh ia lupa menaruh kalung itu dimana. Begitu banyak kejadian yang menimpanya selama sebulan lebih sehingga membuatnya melupakan hal itu.     

"Ya sudah, ayo kita pulang," ajak Kim Soo Hyun sambil mengulurkan tangannya untuk menggandeng tangan Soo Yin tapi Soo Yin pura-pura tidak melihatnya. Sehingga Kim Soo Hyun menarik tangannya kembali.     

"Sebaiknya aku pulang sendiri saja, Tuan. Rumah kita berlawanan sehingga waktu anda akan terbuang jika mengantarku," ujar Soo Yin berharap pria itu mengurungkan niatnya..     

"Tidak sama sekali, bukankah kau masih tinggal di kontrakan yang dulu?" ujar Kim Soo Hyun dengan dahi berkerut.     

"Aku sudah pindah tinggal bersama saudaraku," sahut Soo Yin sambil menggaruk tengkuknya bagian belakang.      

"Maksudmu Li Sa?"     

"Bukan, aku tinggal bersama bibiku yang lain." Ada rasa tak enak hati jika berbohong seperti ini. Namun tak mungkin juga untuk mengatakan yang sebenarnya.     

Bagaimanapun Soo Yin mencari cara untuk terhindar dari Kim Soo Hyun sangat sulit. Meskipun Soo Yin mengatakan jika rumah saudaranya cukup jauh tapi tetap saja pria itu bersikeras ingin mengantarkan Soo Yin hingga Soo Yin menyerah dengan usahanya.     

°     

Setelah setengah jam perjalanan akhirnya mereka sudah sampai di dekat persimpangan ke arah villa Pyeongchang-dong. Soo Yin sengaja meminta Kim Soo Hyun menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah yang  terlihat sederhana.     

"Kau tinggal di sini?" tanya Kim Soo Hyun sambil mengamati sebuah rumah yang sudah terlihat agak gelap. Mungkin semua orang sudah tertidur.     

"Iya, Tuan," sahut Soo Yin.     

"Kalau begitu biarkan aku besok pagi menjemputmu," ujar Kim Soo Hyun.     

"Tidak usah, Tuan. Anda tidak perlu menjemputku karena bibiku itu sangat pemarah. Dia tidak suka melihat seorang gadis dijemput oleh pria," sahut Soo Yin dengan tergagap. Ia khawatir pria itu nekad datang ke rumah yang sama sekali tidak dikenal siapa pemiliknya.     

"Baiklah, aku akan menunggumu di hotel saja kalau begitu."     

"Terima kasih karena aku sudah merepotkan anda. Aku akan keluar sekarang," ucap Soo Yin sembari melepaskan sabuk pengaman yang masih melingkar di tubuhnya.     

"Selamat malam, semoga kau malam ini bisa tidur nyenyak dan bermimpi indah," ucap Kim Soo Hyun.     

Soo Yin Hanya tersenyum tipis menanggapinya, lalu turun dari mobil agar tidak terlalu banyak lagi percakapan. Lagi pula dirinya harus segera sampai di villa untuk menemukan dimana kalung itu.     

Sayang sekali, mobil Kim Soo Hyun tak juga bergerak padahal Soo Yin sudah berharap agar mobil itu segera pergi.     

"Tuan, silahkan anda pulang duluan," ujar Soo Yin dari kaca jendela.     

"Masuklah terlebih dahulu," ujar Kim Soo Hyun.     

Setelah sedikit melalui perdebatan akhirnya Kim Soo Hyun mengalah. Meninggalkan tempat itu terlebih dahulu. Barulah Soo Yin menghentikan taksi untuk melanjutkan perjalanan ke villa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.