Istri Simpanan

Bab 353 - Memiliki 11 anak



Bab 353 - Memiliki 11 anak

0Mungkin mulai sekarang Dae Hyun harus bisa menahan hasratnya demi istri kecilnya. Ia merasa kasihan jika terus membuatnya merasa sakit dan terluka.     

"Jangan bersedih dan merasa bersalah. Aku sungguh baik-baik saja. Mungkin karena kondisi fisikku yang sedang lemah sehingga menyebabkan tubuhku seperti itu. Aku janji akan minum vitamin yang banyak agar cepat pulih dan kuat," celoteh Soo Yin untuk menghibur hati Dae Hyun yang muram.     

"Tidak perlu risau, aku akan bisa menahannya demi dirimu. Bukankah aku sudah sering melakukannya?" ujar Dae Hyun sembari tersenyum pahit.      

Soo Yin bangkit dari sandarannya, lantas memeluk leher suaminya. Tangannya melingkar dengan begitu erat di sana dengan dagu yang bersandar di pundaknya.     

"Aku mohon, jangan merubah sikapmu. Aku ingin kau tetap seperti ini terus." Bulir air mata tak kuasa Soo Yin tahan. Hatinya pilu jika sampai Dae Hyun merasa tersiksa karenanya. Ia tak akan sanggup jika dihantui rasa bersalah.     

"Hei, kau menangis?" ujar Dae Hyun, saat merasakan ada aliran hangat yang terasa mengalir di pundaknya.     

"Kenapa menangis? Apa kau merasa kasihan kepadaku?" lanjut Dae Hyun sembari terkekeh geli.     

"Kenapa kau justru tertawa?" ujar Soo Yin dengan bibir cemberut tanpa melepaskan rangkulannya.     

"Aku hanya senang, artinya kau juga menginginkanku. Bukan aku saja di sini yang bersalah," tukas Dae Hyun yang masih ingin tertawa.     

"Jadi kau mengerjaiku," ucap Soo Yin dengan bibirnya yang cemberut.     

"Aku hanya ingin tahu perasaanmu yang sebenarnya," ujar Dae Hyun sambil mengulum senyum.     

"Kau memang menyebalkan." Soo Yin memukul pelan dada bidang Dae Hyun lalu menyandarkan kepalanya di sana beberapa saat.     

"Aku akan melakukan apapun yang tidak melukaimu. Jika hal itu dapat melukaimu maka aku akan berusaha tidak melakukannya lagi," ucap Dae Hyun dengan wajah serius.     

"Lalu, bagaimana jika kita ingin memiliki anak jika tidak melakukannya?" Soo Yin menengadahkan wajahnya.     

"Bukankah kau bilang belum ingin memiliki anak sebelum lulus kuliah?" Dae Hyun menautkan kedua alisnya.     

"Apa karena hal itu sehingga anak kita meninggal? Apa gara-gara aku mengatakan tidak menginginkannya jadi pergi meninggalkan kita?" isak Soo Yin kembali. Ia teringat bagaimana malam yang kelam itu sehingga membuatnya harus kehilangan calon bayinya.      

Hanya 3 bulan saja janin itu berada di dalam kandungannya. Setiap mengingatnya Soo Yin selalu merasa sedih. Seandainya saja masih ada mungkin kini perutnya sudah membesar dan tidak lama lagi akan berbahagia  dengan kehadiran calon buah hatinya.     

Soo Yin mengusap perutnya yang sudah datar sambil terus terisak.     

"Sayang, yang berlalu biarlah berlalu. Dia sudah tenang di surga bersama para peri yang sangat cantik. Dia tahu jika kau adalah ibu yang baik dan sudah berusaha untuk menjaganya." Dae Hyun berusaha menenangkan Soo Yin dengan mengusap punggungnya pelan. Tidak disangka ucapannya justru membuat Soo Yin menangis.     

"Aku menyesal sudah mengatakannya saat itu," ucap Soo Yin di sela isak tangisnya.     

"Tenanglah, kita nanti akan mendapatkan anak yang banyak dan lucu. Berapa kau menginginkannya?" Dae Hyun tersenyum sembari menangkup kedua pipi Soo Yin.     

"Aku ingin dua saja," ucap Soo Yin dengan wajah cemberut. Lalu ia mengusap air matanya dengan punggung tangan.     

"Apa tidak kurang? Kenapa tidak 11 saja?" ucap Dae Hyun sambil terkekeh untuk menghibur istri kecilnya agar tidak menangis lagi. Setiap melihat air mata yang keluar dari sudut mata Soo Yin, hatinya terasa pedih. Ada luka yang tidak berdarah di sana.     

"Kau pikir anak kita akan menjadi tim sepak bola," gerutu Soo Yin dengan wajah yang lebih ceria dan mengembang. Kata-kata Dae Hyun sedikit bisa menghibur hatinya.     

"Tidak masalah, bukankah akan sangat menyenangkan jika memiliki anak yang banyak? Rumah kita tidak akan terasa sepi," ucap Dae Hyun seraya mengerling nakal.      

Dae Hyun bisa bernafas lega bisa melihat Soo Yin tersenyum kembali dengan candaannya yang tidak seberapa.     

"Aku tidak bisa membayangkan jika setiap tahun harus mengandung." Soo Yin menutupi wajahnya yang memerah.     

"Kenapa tidak? Aku malah semakin suka." Dae Hyun terkekeh geli, lantas kembali menangkup kedua pipi Soo Yin yang sangat menggemaskan. Lalu mengecup kedua kelopak matanya dengan lembut.      

Pandangan mereka saling terkunci beberapa saat tatkala Dae Hyun hendak melepaskan wajah Soo Yin.     

Tok … tok … tok …     

Suara ketukan pintu membuyarkan Dae Hyun yang sudah mendekatkan wajahnya di bibir Soo Yin. Bahkan bibir mereka sebentar lagi akan menyatu.      

Dae Hyun selalu tidak tahan jika melihat bibir ranum milik Soo Yin yang menggemaskan ketika bergerak.     

"Cepatlah keluar, jangan sampai kejadian tadi terulang kembali," tukas Soo Yin sambil melepaskan tangan kekar Dae Hyun yang masih menempel pada kedua pipinya.     

"Ughhh," gerutu Dae Hyun sambil berdecak kesal. Namun akhirnya bangkit juga dari duduknya.     

"Tetaplah di sini, mungkin itu pelayan yang membawakan pesanan untuk kita," ujar Dae Hyun sembari mengusap puncak kepala Soo Yin dengan lembut.     

Soo Yin mengulurkan tangannya menggenggam jari Dae Hyun sampai akhirnya jari mereka tidak bertautan lagi.     

Dae Hyun memang sengaja mengunci pintu agar tidak ada karyawan lain yang tiba-tiba saja nyelonong masuk.     

Begitu pintu terbuka, bukan pelayan wanita yang biasa mengantarkan makanan dari restoran hotel. Melainkan Jae-hwa yang tersenyum sambil memegang nampan di tangannya.     

"Saya membawakan pesanan anda, Tuan?" ujar Jae-hwa. Pandangannya tidak fokus pada Dae Hyun tapi ia sedang mencari tahu dengan keberadaan Soo Yin di dalam saat ini. Namun sayang sekali tidak tampak jika dari luar.     

"Kenapa kau yang mengantarnya?" Dae Hyun menautkan kedua alisnya hendak menerima nampan yang dibawa Jae-hwa tapi sayang sekali Jae-hwa justru menariknya kembali.     

"Kebetulan tadi saya bertemu dengan pelayan itu kemudian dia menyuruhku membawanya ke sini," ujar Jae-hwa dengan gugup. Keadaan yang sebenarnya adalah Jae-hwa bersikeras untuk membawanya.     

"Benarkah?" Entah kenapa Dae Hyun merasa ragu dengan ucapan Jae-hwa.     

"Tuan, biarkan aku membawanya ke dalam," tukas Jae-hwa sembari melangkahkan kakinya masuk.      

Hal itu Jae-hwa lakukan karena penasaran dengan keadaan Soo Yin.     

Dae Hyun menautkan kedua alisnya. Ia bisa membaca gelagat aneh dari Jae-hwa yang pandangannya justru mengitari penjuru ruangan. Seperti sedang mencari sesuatu.     

"Soo Yin baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir karena dokter sudah memeriksanya," ucap Dae Hyun sembari mengikuti langkah Jae-hwa masuk.     

"Bolehkah aku melihatnya?" ujar Jae-hwa terbata. Tak dapat menyanggah jika kedatangannya untuk bertemu dengan Soo Yin.     

"Tidak, dia sedang istirahat," ucap Dae Hyun dengan tegas.     

"Sekarang pergilah," usir Dae Hyun sambil merebut nampan yang dibawa Jae-hwa.     

"Tapi …." Jae-hwa hendak membantah tapi teringat kembali ancaman bosnya.     

"Baik, Tuan," ujar Jae-hwa pada akhirnya.     

Jae-hwa terpaksa pergi tanpa melihat Soo Yin karena tidak mungkin dia membantah. Pekerjaan ini sangat dibutuhkan selama dia masih berniat untuk kuliah.     

"Kau tidak akan bisa bersaing denganku," ucap Dae Hyun sembari tersenyum miring.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.