Istri Simpanan

Bab 425 - Hati ini milikmu



Bab 425 - Hati ini milikmu

0Burung-burung saling berkicau dan menyanyikan lagu untuk menyambut pagi yang cerah. Dae Hyun menggerutu karena semalam Soo Yin tertidur tanpa makan terlebih dahulu apa yang sudah dibuat olehnya.     

"Tenanglah, aku akan memakannya," tukas Soo Yin untuk menyenangkan hati suaminya. Soo Yin lalu berjalan ke arah lemari untuk mengambil kepiting bakar semalam.     

"Tidak perlu, nanti malam aku akan membuatnya lagi untukmu," larang Dae Hyun. Tak ingin jika Soo Yin memakan kepiting semalam yang sudah dingin.     

"Tidak apa-apa, aku sudah merepotkanmu. Setelah itu justru aku malah tertidur," tukas Soo Yin sembari membuka cangkang kepiting. Setelah dicicipi rasanya cukup enak, apalagi jika memakannya dalam keadaan hangat pasti akan jauh lebih nikmat.     

"Kau tidak sarapan?" ujar Soo Yin.     

"Aku sedang tidak berselera untuk makan. Namun melihatmu makan dengan lahap, aku ingin mencicipinya." Dae Hyun mengulurkan tangannya untuk mengambil kaki kepiting.     

Soo Yin terus memakannya hingga separuh, hingga ia teringat sesuatu.     

"Aduh, aku lupa jika hari ini ada jadwal kuliah." Soo Yin menepuk jidatnya lalu dengan cepat meneguk minumannya hingga habis.     

"Tidak usah terlalu terburu-buru. Makanlah dengan tenang," ujar Dae Hyun.     

"Sudah tidak ada waktu lagi. Aku akan mengganti pakaianku terlebih dahulu." Soo Yin segera berjalan dengan cepat menaiki anak tangga tanpa peduli dengan Dae Hyun yang terus memanggilnya.     

Tidak ada waktu lagi sehingga Soo Yin dengan cepat mengganti pakaiannya dengan celana panjang dan kaos yang agak longgar. Mengikat rambutnya dengan asal seperti ekor kuda.      

Pagi ini adalah jadwal seorang dosen yang cukup galak dan sangat disiplin di jam pertama. Sehingga Soo Yin takut jika sampai terlambat.     

Dae Hyun juga menyusul Soo Yin untuk mengganti pakaiannya. Hari ini ingin mengantarkan Soo Yin ke kampus.     

"Sayang, aku berangkat dulu," pamit Soo Yin.     

"Tunggu," ujar Dae Hyun yang sudah mengenakan pakaiannya.     

"Ada apa?" Soo Yin menoleh ke belakang untuk memandang Dae Hyun.     

"Aku akan mengantarmu," tukas Dae Hyun dengan tegas agar tidak terjadi perdebatan di antara mereka.     

"Baiklah," ujar Soo Yin.     

:sheaf_of_rice::sheaf_of_rice::sheaf_of_rice::sheaf_of_rice::sheaf_of_rice::sheaf_of_rice::sheaf_of_rice::sheaf_of_rice::sheaf_of_rice::sheaf_of_rice::sheaf_of_rice::sheaf_of_rice::sheaf_of_rice::sheaf_of_rice::sheaf_of_rice:     

Dae Hyun mengantarkan Soo Yin sampai di depan gerbang sekolahan. Soo Yin melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Merasa lega karena masih ada waktu sekitar 10 menit sebelum masuk dan dimulai mata kuliah.     

"Sayang, maafkan aku karena tidak bisa menemanimu untuk menemui Jo Yeon Ho," ujar Soo Yin dengan wajah sedih.     

"Tidak apa-apa, dia juga sedang sekolah. Kita akan menemuinya nanti saja setelah pulang sekolah," tutur Dae Hyun.     

"Nanti aku juga ikut?" Soo Yin menunjuk dirinya sendiri. Sejujurnya ia belum siap bertemu anak itu.     

"Tentu, aku akan menunggumu di sini sampai kau pulang."     

"Dae Hyun, sebaiknya kau pergi saja. Tidak usah menunggu di sini." Soo Yin menatap rumit suaminya. Tak mungkin membiarkannya di dalam mobil dalam waktu lama.     

"Tidak apa-apa, aku akan dengan senang hati menunggumu," tukas Dae Hyun sembari menangkup wajah Soo Yin dengan kedua tangan lalu mengusap pipinya dengan ibu jari.      

Dae Hyun khawatir jika Soo Yin akan mendapatkan masalah karena pembicaraan tentang hubungan mereka pasti kini sudah merambah luas. Bahkan bisa saja satu kampus susah mendengarnya.     

"Jika kau bosan kau bisa pulang terlebih dahulu," ujar Soo Yin.     

"Hmmm."     

Dae Hyun memutuskan untuk tidak bekerja terlebih dahulu karena ingin menyelesaikan pembangunan restoran.     

Dae Hyun mencondongkan tubuhnya lalu mencium Soo Yin dengan lembut hingga beberapa saat. Lalu mengusap puncak kepalanya.     

"Hati-hati, Sayang. Jika ada masalah kau bisa menghubungiku," tukas Dae Hyun.     

"Tidak akan terjadi apapun kepadaku," ujar Soo Yin memasang wajah ceria.     

Soo Yin mengalungkan tangannya di leher Dae Hyun sambil menatapnya.     

"Kenapa?" Dae Hyun menaikkan sebelah alisnya karena merasa risih dengan Soo Yin yang memandangnya terlalu berlebihan.     

"Kau sangat tampan. Jika ada yang mengatakan kita seperti ayah dan anak tidak usah kau pedulikan. Tidak usah marah dan memasang wajah masam lagi," terang Soo Yin sembari mengukir seulas senyum buang begitu manis.     

"Hmmm, tapi ucapan mereka sangat mengganggu. Aku takut jika kau terhasut oleh ucapan mereka dan pergi meninggalkanku," ujar Dae Hyun dengan jujur. Karena memang ada kekhawatiran tersendiri di hatinya.     

"Mencintaimu itu butuh banyak pengorbanan sehingga aku tidak akan melepaskanmu begitu saja. Hati ini sudah menjadi milikmu." Soo Yin memegang tangan Dae Hyun lalu menaruhnya di dada. Agar Dae Hyun bisa merasakan debaran hatinya di saat mereka dekat.     

"Terima kasih, karena kau mau mencintai pria seperti diriku yang bahkan belum bisa membuatmu bahagia," tukas Dae Hyun. Begitu bahagia rasanya jika hubungan mereka seperti ini selamanya.      

"Aku sudah cukup merasa bahagia bila di dekatmu." Soo Yin mendaratkan kecupan manis di bibir Dae Hyun hingga beberapa saat.     

Bibir mereka sama-sama tidak bergerak dan hanya menempel saja. Dae Hyun tidak ingin Soo Yin keluar dalam kondisi acak-acakan sehingga sebisa mungkin menahan hasratnya.     

"Pergilah, nanti kau terlambat." Dae Hyun menarik bibirnya hingga ciuman mereka terlepas.     

Soo Yin segera turun dari mobil karena waktu tinggal lima menit lagi sebelum masuk ke dalam kelas.     

Begitu keluar, semua mata seakan-akan tertuju kepadanya. Memandangnya dengan tatapan yang menelisik dan tampak tidak suka. Soo Yin berusaha bersikap biasa saja. Pura-pura tidak menyadari tatapan kebencian mereka.     

Di sepanjang perjalanan menuju kelasnya Soo Yin bisa melihat para mahasiswa saling berbisik satu sama lain sambil memandangnya.     

"Lihatlah wajahnya yang polos hanya untuk menutupi semua kebusukkan hatinya."     

"Jika dia berani menggoda salah satu keluargaku, tidak akan segan untuk mencekik lehernya."     

"Aku kasihan dengan model itu karena sekarang bsudah dicampakkan hanya seorang gadis yang tidak menarik sama sekali."     

"Kita harus protes agar dia dikeluarkan dari kampus ini."     

"Betul, dia itu seperti virus yang bisa menularkan kepada banyak orang."     

"Mulai sekarang kita harus menjaga pacar kita agar tidak terbujuk rayu dengannya."     

Soo Yin terus melangkahkan kakinya menyusuri koridor dengan dagu yang terangkat. Pura-pura tidak mendengarkan ucapan mereka. Meskipun sebenarnya Soo Yin merasa gugup jika sampai mereka benar-benar melakukan demo.     

Soo Yin mencoba berpikir positif. Mereka tidak mungkin sampai senekat itu hanya karena dirinya.     

Soo Yin merasa lega karena sudah sampai di kelas. Namun lagi-lagi pandangan semua orang langsung tertuju padanya.     

Bahkan yang lebih parah, semua mahasiswi tampak menyingkir dan tidak ingin dekat-dekat dengannya. Padahal biasanya mereka sangat ramah     

"Jangan dekat-dekat dengannya. Takutnya nanti kita akan tertular."     

"Jangan terlalu keras. Aku takut dia akan mendengar semuanya."     

Jae-hwa memandang Soo Yin dengan perasaan sangat rumit. Ingin menanyakan tentang kebenaran apa yang terjadi kepadanya. Namun sepertinya sekarang bukan saat yang tepat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.