Istri Simpanan

Bab 484 - Dilema



Bab 484 - Dilema

0Soo Yin perlahan membuka matanya setelah semalaman tidak sadarkan diri. Matanya langsung menangkap ruangan yang serba putih serta bau sesuatu yang sangat tidak disukainya.     

Pandangannya masih sedikit kabur menatap langit-langit rumah sakit yang putih bersih. Soo Yin menggerakkan tangannya yang terasa sedikit nyeri karena jarum infus menusuk di kulitnya. Hingga ia perlahan merasakan ada rambut yang tersentuh kulit tangannya.     

"Dae Hyun," ujarnya seraya melirik pria yang sepertinya masih tertidur. Diusapnya rambut Dae Hyun dengan gerakan pelan.     

Soo Yin mencoba mengingat-ingat kenapa bisa sampai di rumah sakit. Terakhir kali hanya melihat ketika ia menunggu Dae Hyun di halaman belakang restoran. Setelahnya tidak mengingat apapun lagi.     

Dae Hyun menegakkan kepalanya saat merasakan ada telapak tangan yang mengusapnya dengan gerakan lembut.     

"Akhirnya kau bangun juga," ujarnya yang langsung tersenyum senang melihat Soo Yin sudah membuka matanya. Padahal ia tadi sangat khawatir takut terjadi sesuatu pada istri kecilnya.     

"Bagaimana bisa aku berada di sini?" ujar Soo Yin setelah menyadari dirinya sekarang berada di rumah sakit.     

"Kau semalam pingsan," ucap Dae Hyun sembari mengusap pipi dengan ibu jarinya.     

"Dari mana saja kau semalam? Aku menunggumu tapi tak juga datang," ujar Soo Yin sembari mencebikkan bibirnya. Ia sudah mulai mengingat apa yang terjadi.     

"Aku sungguh minta maaf karena semalam nenek harus masuk rumah sakit. Aku tidak ingat lagi jika ada janji untuk menjemputmu," ucap Dae Hyun dengan sorot mata penyesalan.     

"Nenek sakit?" Dahi Soo Yin langsung berkerut. Rasa kesal yang dirasakannya perlahan luntur seketika.     

"Hmm, Nenek mengalami serangan jantung," sahut Dae Hyun.     

"Lalu, bagaimana sekarang keadaannya?" Soo Yin jadi semakin cemas kali ini.     

"Kondisinya sudah cukup membaik. Beruntung kami tidak terlambat membawamu ke rumah sakit."     

"Bagaimana hal itu terjadi? Apa ada sesuatu yang penyebabnya?"     

Dae Hyun menghela nafas berat mengingat bagaimana perdebatan yang terjadi semalam.     

"Kim Soo Hyun pergi dan tidak bisa dihubungi sejak kemarin malam. Hal itu ternyata digunakan oleh kedua pamanku untuk mendesak nenek agar mengizinkan mereka mengambil alih hotel seperti dulu. Namun nenek tidak setuju sampai akhirnya nenek jatuh pingsan," terang Dae Hyun sedikit kejadian semalam.     

"Bukankah mereka hanya menantu tapi kenapa sampai ingin menguasai hotel?" Soo Yin berdecak karena tidak menyangka kedua paman Dae Hyun ternyata jahat.     

"Lalu sekarang bagaimana?" imbuh Soo Yin.     

"Nenek memintaku untuk kembali lagi memimpin hotel namun kedua pamanku tidak setuju. Di sisi lain aku juga tidak ingin jika hotel itu sampai hancur seperti dulu."     

"Lalu apa yang akan kau lakukan?"     

"Entahlah, aku saat ini sedang berpikir keras untuk memilih. Ini juga karena Kim Soo Hyun yang justru menghilang. Dasar pria tidak bertanggung jawab." Dae Hyun sangat kesal mengingat bagaimana buruknya sifat saudaranya.     

Dertt… dertt… dertt     

Dae Hyun merasakan ponselnya bergetar. Ia pun segera merogohnya yang berada di dalam saku celana. Ternyata ayahnya yang menelepon.     

"Dimana kau saat ini?" tanya Park Ji Hoon setelah panggilan terhubung.     

"Aku sedang menunggu istriku yang sedang sakit. Memangnya ada apa?" ujar Dae Hyun.     

"Istrimu sakit? Dimana dia dirawat?"      

"Di rumah sakit ini juga," sahut Dae Hyun dengan enggan.     

"Sebaiknya kau sekarang datang kemari karena nenekmu ingin berbicara denganmu," ujar Park Ji Hoon.     

Dae Hyun mendesah panjang, ingin menolak tapi tidak mungkin.     

"Baiklah," sahut Dae Hyun lalu mematikan sambungan telepon.     

Soo Yin memandang Dae Hyun dengan dahi berkerut. Ingin mengetahui apa yang dikatakan oleh ayah mertuanya.     

"Apa sesuatu terjadi?" ujar Soo Yin.     

"Hmmm, ayah memintaku datang untuk menemui nenek."     

"Kalau begitu pergilah," ujar Soo Yin.     

"Kau sungguh tidak apa-apa sendirian?"     

"Aku baik-baik saja. Nenekmu lebih penting saat ini." Soo Yin tersenyum meyakinkan sembari meremas tangan Dae Hyun.     

"Tetaplah di sini karena aku tidak akan lama," ujar Dae Hyun yang sudah bangkit berdiri.     

Soo Yin memejamkan matanya ketika merasakan sentuhan lembut bibir Dae Hyun di dahinya. Pria itu bahkan mengecup tangannya berulang-ulang. Rasa kesalnya perlahan sudah sirna karena perlakuan manis pria itu.     

"Pergilah, jangan Biarkan nenek menunggu terlalu lama." Soo Yin terpaksa mengusir suaminya yang tidak kunjung pergi dari sisinya.     

Dae Hyun menganggukan kepalanya lalu melangkah pergi dengan rasa enggan meninggalkan istrinya. Saat ini masih merasa bersalah dengan apa yang telah dilakukan olehnya.     

Ruangan yang ditempati oleh Soo Yin memang letaknya tidak terlalu jauh dengan ruangan Hae Sok.     

"Dae Hyun, darimana saja dirimu?" ujar Ny, Park kepada putranya yang sudah sampai di depan pintu.     

"Aku tadi keluar sebentar, Bu," sahut Dae Hyun dengan datar karena tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya.     

"Cepatlah masuk, nenekmu sudah menunggu sejak tadi."     

Dae Hyun memutar knop pintu. Pandangannya langsung fokus pada Hae Sok yang berbaring di ranjang. Ada selang di hidungnya untuk membantunya dalam pernafasan.     

Hae Sok tersenyum ketika Dae Hyun perlahan mendekatinya. Lalu duduk di kursi tepat di sebelah ranjang.     

"Maaf, Nek. Aku dari semalam tidak menunggu nenek lagi karena aku di kamar Soo Yin untuk menjaganya," ujar Dae Hyun dengan mata yang sayu karena kurang tidur.     

"Soo Yin sakit? Apa yang terjadi padanya?" Hae Sok terlihat cemas.     

"Nenek tidak perlu khawatir karena dia baik-baik saja. Semalam aku lupa untuk menjemputnya di restoran sehingga dia jatuh pingsan karena menunggu di luar," sahut Dae Hyun.     

"Lalu sekarang bagaimana?"     

"Dia sekarang sudah dirawat dan keadaannya baik."     

"Kenapa kau begitu ceroboh seperti itu? Untunglah baik-baik saja. Bagaimana jika sampai terjadi sesuatu yang buruk?" ujar Hae Sok.     

"Aku lupa setelah semalam mengantarkan nenek kemari. Apa ada sesuatu yang nenek ingin bicarakan sehingga nenek memanggilku?" ujar Dae Hyun.     

"Apakah kau masih menyayangi Nenek?"     

"Kenapa Nenek justru bertanya seperti itu. Tentu saja aku selalu menyayangimu," ujar Dae Hyun sembari menyipitkan matanya. Sudah paham jika neneknya seperti ini maka pasti ingin meminta sesuatu padanya.     

"Jika kau sayang padaku, maka seharusnya kau menuruti kemauanku," ucap Hae Sok.     

"Apakah ada hubungannya dengan hotel?" Dae Hyun sudah bisa menebaknya dengan sangat tepat.     

"Kembalilah memimpin hotel sekarang juga. Jangan biarkan hotel yang dibangun oleh kakekmu dari nol harus dihancurkan oleh menantunya, Dae Hyun. Itulah sebabnya kakekmu sejak dulu tidak setuju kedua pamanmu ikut mengelola. Mereka hanya ingin mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa mau mengelolanya dengan benar." Hae Sok menatap langit-langit kamar membayangkan suaminya dulu yang membangun hotel dengan susah payah. Karena sebelum membangun mereka harus berhemat.     

Dae Hyun menundukkan kepalanya. Benar-benar dilema saat ini. Namun tak mungkin juga untuk menolaknya.     

"Jika kau tidak ingin nenekmu mati maka kembalilah ke hotel," ancam Hae Sok.     

"Nenek, jangan berbicara seperti itu." Dae Hyun menggenggam jemari wanita yang sudah keriput dan mengendur.     

"Jika kau tidak ingin aku mengatakan hal itu maka turuti lah keinginanku," ujar Hae Sok.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.