Istri Simpanan

Bab 486 - Tak sanggup lagi



Bab 486 - Tak sanggup lagi

0Villa Pyeongchang-dong     

Beberapa hari kemudian,     

Dae Hyun kini sudah kembali bekerja di hotel lagi setelah mengurus pengunduran dirinya di kantor tempatnya bekerja sudah berhasil. Pria itu bersedia mengelola hotel dengan satu syarat keluarganya tidak boleh mengusik hubungannya dengan Soo Yin. Bahkan suka tidak suka keluarganya harus terima jika membawa Soo Yin ke UN Village.     

Soo Yin sedang mengemasi beberapa pakaian yang akan dibawa ke UN Village karena akan ada perayaan ulang tahun Hae Sok yang ke-80 tahun. Hae Sok bersikeras meminta Soo Yin untuk ikut tinggal beberapa hari di sana. Namun Soo Yin benar-benar khawatir karena banyak yang tidak menyukainya.     

"Apa ada yang aku pikirkan?" Dae Hyun mendekati Soo Yin yang tengah duduk di sisi ranjang tidur.     

"Sebaiknya kau saja yang menginap di sana. Aku tidak usah ikut." Soo Yin mengutarakan keresahan di hatinya dengan wajah yang sendu.     

"Sayang, apa yang kau khawatirkan? Jika kau tidak ikut maka aku pun tidak pergi. Aku tidak akan meninggalkanmu sendirian," ucap Dae Hyun dengan tegas tapi dengan kata-kata yang penuh kelembutan.     

Soo Yin mengulurkan tangannya lalu meraih surat kabar yang berada di atas nakas. Dirinya memang berusaha untuk kuat tapi bukan berarti terlalu teguh untuk membaca kabar berita yang menyakitkan.     

"Lihatlah." Soo Yin memberikan surat kabar itu pada Dae Hyun agar membaca berita yabg berada di halaman depan. Begitu terpampang jelas dan nyata tertulis di sana.     

    

Itulah judul artikel yang terpampang jelas dengan bagian bawah foto Dae Hyun yang sedang bergandengan tangan dengan Aeri. Sedangkan di sampingnya adalah foto Soo Yin yang sudah di edit sedemikian rupa hingga terlihat dirinya seorang yang licik merebut suami wanita lain.     

Soo Yin enggan membacanya karena itu merupakan artikel untuk yang ke sekian kalinya masuk media masa pasca Dae Hyun kembali bekerja di hotel.     

"Apa kau terganggu dengan artikel itu?" ujar Dae Hyun setelah melihat judul artikel. Sepertinya memang ada yang sedang sengaja membuat berita yang beberapa lalu sempat hilang tapi saat ini sudah kembali memanas.     

Soo Yin menundukkan kepalanya. Menyadari hatinya masih terlalu rapuh untuk menjadi istri seorang yang penting.     

"Aku tidak sekuat itu untuk tetap bersabar secara terus-menerus," ucap Soo Yin lirih dengan kepala tertunduk.     

Dae Hyun lalu turun dari ranjang lalu duduk berjongkok di lantai tepat di hadapan istrinya. Lalu menengadahkan wajahnya memandang Soo Yin.     

"Sayang, aku minta maaf jika sudah terlalu banyak menyiksa batinmu. Mulai sekarang     

sebaiknya kau tidak usah membaca surat berita bohong itu lagi." Dae Hyun menundukkan kepalanya lalu mencium punggung tangan Soo Yin.     

"Sepertinya memang ada seseorang yang membayar media untuk membuat berita itu terangkat kembali," imbuhnya.     

Soo Yin memejamkan matanya sebentar. Mencoba menenangkan hatinya agar tidak kalut dan ingin menyerah. Sekarang bahkan Soo Yin enggan ke restoran karena setiap ada pengunjung yang mengenalinya langsung mencibir dan memandang tidak suka.      

Beberapa hari ini Soo Yin memang banyak mengurung diri di villa. Bahkan untuk kuliah saja dirinya sudah tidak tahan karena begitu banyak mahasiswi yang mencibir. Soo Yin tak kuat lagi mendengarkan ocehan orang.     

"Aku sudah tidak tahan lagi," ucap Soo Yin dengan tetesan air mata yang mulai berjatuhan.     

"Sayang." Dae Hyun mengulurkan tangannya menyentuh pipi Soo Yin lalu mengusap air matanya. Hatinya sesak dan pilu jika melihat istri kecilnya menangis. Namun saat ini tidak mungkin meninggalkan hotel karena tidak ingin neneknya mengalami serangan jantung seperti tempo hari.     

Dae Hyun segera meraih ponselnya. Lalu menekan benda pipih itu sebelum menempelkannya di telinga.      

"Chang Yuan, suruh media untuk menghapus media itu. Kalau begitu beri uang pada mereka agar menghapusnya secara permanen," ujar Dae Hyun setelah telepon terhubung.     

"Baik, Tuan." Dae Hyun menyimpan ponselnya kembali di saku baju.     

"Sayang, seharusnya kau tidak perlu menghamburkan uang hanya untuk mengurus hal itu," ujar Soo Yin dengan perasaan tidak enak hati. Hotel baru saja mulai bangkit jika keluarganya tahu Dae Hyun justru membuang uang pasti akan sangat marah.     

"Tidak masalah sama sekali. Bagiku uang tidak terlalu berarti. Meski aku membutuhkan uang untuk hidup tapi aku lebih sangat membutuhkanmu untuk membuatku bersemangat menjalaninya. Soo Yin, Aku mohon jangan tinggalkan aku." Dae Hyun menatap mata Soo Yin dengan pandangan sendu. Tak tahu harus mengucapkan kata-kata apa lagi agar Soo Yin bersabar karena sejak dulu sudah mengatakannya.     

"Apakah aku lupa jika sudah berjanji tidak akan meninggalkanku? Tidak kusangka keinginanku untuk membahagiakan nenek justru membuatmu terluka," lanjut Dae Hyun.     

Mendengar Dae Hyun mengucapkan kata nenek membuat Soo Yin menghentikan air matanya. Setidaknya masih ada Hae Sok yang mempercayainya dan tidak membencinya.     

Hingga ponsel Dae Hyun berdering kembali. Dae Hyun enggan memeriksanya tapi terus berdering tanpa henti. Ia menghela nafas panjang setelah ada tulisan nenek yang sedang memanggil.     

"Hallo, Nek. Ada apa?"     

"Kenapa kalian belum datang. Padahal nenek sudah menunggu kedatangan kalian sejak pagi," ujar Hae Sok.     

"Maaf, Nek sepertinya kami tidak akan datang. Kami nanti akan mengirimkan kado untuk Nenek," ujar Dae Hyun. Dirinya tidak ingin egois tetap memaksa Soo Yin untuk datang ke sana. Baginya menjaga perasaan Soo Yin jauh lebih penting.     

"Kenapa kalian tidak bisa datang? Padahal kalian berdualah yang nenek tunggu. Aku tidak butuh kado dari kalian, yang dibutuhkan hanyalah kalian. Bisakah aku berbicaranya dengan Soo Yin?" ujar Hae Sok.     

Dae Hyun lalu menyerahkan telepon genggamnya pada Soo Yin.     

"Ada apa, Nek? Ini aku Soo Yin." ucap Soo Yin dengan suara lirih.     

"Sayang, apa ada yang mengganggu pikiranmu hingga tidak mau datang? Kau tidak perlu cemas karena ada aku disini," terang Hae Sok.     

"Aku hanya tidak ingin membuat semua orang tidak nyaman dengan keberadaanku, Nek," ucap Soo Yin hati-hati.     

"Apa yang kau katakan itu tidak benar. Jika mereka berani macam-macam ada nenek yang akan membela. Sekarang datanglah kemari karena aku sangat mengharapkan kehadiran kalian," ujar Hae Sok.     

"Tapi, Nek." Ucapan Soo Yin terpotong.     

"Pokoknya aku hanya ingin kalian segera datang," ujar Hae Sok dengan tegas.     

"Baiklah."     

Setelah berbincang-bincang sedikit akhirnya Hae Sok menyelesaikan panggilannya. Membuat Soo Yin merasa tidak enak jika tidak datang.     

"Ya sudah, bersiaplah. Kita akan berangkat sebentar lagi," ujar Soo Yin.     

"Terima kasih, Sayang. Kau sudah mengabulkan permintaan nenek." Dae Hyun mengecup kembali telapak Soo Yin.     

"Cepatlah berdiri, jangan sampai membuat nenek kecewa," ujar Soo Yin. Ia tidak ingjn menghancurkan kepercayaan Hae Sok yang diberikan padanya.     

"Kau benar mungkin sekarang ini banyak yang ingin menghancurkan hubungan kita. Aku tidak boleh lemah," ucap Soo Yin dengan penuh tekad.     

Dae Hyun merasa bahagia karena akhirnya Soo Yin bersemangat lagi setelah beberapa hari murung.     

"Kau harus tahu semakin tinggi derajat seseorang maka akan semakin banyak penghalang yang ingin menjatuhkan," ujar Dae Hyun.     

Soo Yin menganggukan kepalanya, teringat ketika mereka bertemu seorang peramal di Busan yang mengatakan hubungan mereka akan abadi jika berhasilnya melewati semua rintangan. Persis seperti bunga Edelweis yang harus berusaha keras untuk meraihnya.     

Dae Hyun bangkit berdiri lalu memeluk Soo Yin dengan sangat erat. Rasanya enggan untuk terlepas karena memeluknya membuat hatinya terasa sangat nyaman.     

"Dae Hyun, jika kau memelukku seperti ini. Kapan aku bisa mandi dan bersiap-siap? Sekarang hari sudah sore," ujar Soo Yin.     

"Aku sangat bahagia akhirnya kau ceria kembali. Tetaplah seperti ini, menjadi kuat agar kita mencapai kebahagiaan yang sempurna. Jika kita kuat maka orang-orang yang ingin hubungan kita hancur semakin lama akan menyerah pada akhirnya," ungkap Dae Hyun. Ia tadi benar-benar cemas jika sampai Soo Yin berniat untuk menyerah dan memilih pergi.     

"Kau benar, tidak ada hubungan yang abadi tanpa sebuah perjuangan." Soo Yin mulai terbuka hatinya untuk lebih tabah lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.