Istri Simpanan

Bab 500 - Hatinya sudah mati



Bab 500 - Hatinya sudah mati

0Aeri dan Ny. Park baru saja sampai di rumah sakit karena tadi sempat kehilangan jejak. Beruntung mereka berpapasan dengan taksi yang Soo Yin tumpangi. Sehingga mereka bisa menemukan dimana Soo Yin dan Jean berada.     

"Untuk apa mereka datang kemari?" gumam Aeri.     

"Ibu, jangan-jangan Soo Yin sedang hamil lagi." Aeri terbelalak lebar lalu menolehkan kepalanya ke belakang untuk memandang Ny. Park. Jika benar Soo Yin hamil, dia tak akan membiarkan anak itu sampai lahir ke dunia ini. Akan melakukan segala cara untuk menghalanginya.     

"Sepertinya tidak. Bisa saja Soo Yin menemani Jean untuk periksa. Sebaiknya kita turun untuk menanyakannya sebelum mereka pergi." Ny. Park lantas membuka pintu mobil untuk agar segera turun.     

Di saat yang bersamaan Jean dan Soo Yin baru saja melangkahkan kakinya keluar dari gedung rumah sakit. Soo Yin langsung memasang ekspresi awas ketika melihat kedatangan ibu mertuanya bersama Aeri. Ada rasa khawatir mereka akan mengatakan sesuatu yang menyakitkan perasaan Jean.     

Begitu pula Jean yang langsung beringsut mundur di belakang Soo Yin. Apalagi melihat Aeri yang menatap sinis ke arah mereka membuatnya sedikit merasa takut. Namun sebisa mungkin Jean bersikap tenang.     

"Tenanglah, Jean," ucap Soo Yin dengan suara lirih.     

Jean berusaha untuk tenang dengan menghirup udara dari hidung lalu menghembuskannya dari mulut.     

"Jean, bisakah kita berbicara?" ajak Ny. Park pada gadis itu. Ia hanya melirik sekilas Soo Yin dengan tatapan wajah datar.     

"Silahkan saja jika ingin berbicara, Nyonya. Karena waktu kami tidak banyak," sahut Jean yang sudah merasa tenang. Tadi Soo Yin sudah mengatakan semuanya ketika dalam perjalanan sehingga Jean sudah bisa menebak kenapa Ny. Park menemuinya.     

"Tidak nyaman rasanya jika kita mengobrol di sini. Bagaimana jika kita mengobrol di tempat lain saja?" ujar Ny. Park.     

Jean melirik Soo Yin untuk meminta pertimbangan. Saat ini tidak tahu bagaimana harus bersikap dengan wanita paruh baya itu.     

Soo Yin menganggukan kepalanya karena ingin mengetahui apa yang akan dikatakan oleh ibu mertuanya kepada Jean. Untuk berjaga-jaga, Soo Yin akan ikut bersamanya.     

"Nyonya, sebaiknya kita berbicara saja di sana." Jean menunjuk bangku yang berada di dekat parkiran tepat di taman rumah sakit.     

"Hmmm, baiklah," ujar Ny. Park menyetujui permintaan Jean.     

Jean melangkahkan kakinya terlebih dahulu yang diikuti oleh Soo Yin.     

"Soo Yin, sebaiknya kau di sini saja. Karena aku ingin bicara berdua saja dengan Jean," ujar Ny. Park dengan wajah datar.     

Soo Yin menghela nafas berat. Benar-benar cemas jika Jean menjadi down setelah mendengarkan kata-kata ibu mertuanya.     

"Tidak apa-apa, biarkan kami berdua berbicara," ujar Jean. Ia merasa kasihan karena sikap Ny. Park sekarang sudah sangat berbeda dengan Soo Yin. Jean masih mengingat persis ketika mereka pergi berbelanja. Ia bahkan merasa iri karena sikap Ny. Park begitu baik kepada Soo Yin.     

Soo Yin menganggukan kepalanya. Memilih pergi mencari tempat duduk lain karena perutnya terasa mulai perih akibat belum sarapan.     

Jean mendudukkan tubuhnya di kursi karena sekarang cepat lelah jika berdiri terlalu lama. Sedangkan Ny. Park memilih berdiri membelakangi Jean.     

"Apa benar janin yang ada di dalam kandunganmu adalah anak dari Kim Soo Hyun?" ujar Ny. Park secara langsung dan tanpa basa basi.     

Jean terdiam sejenak sembari mencari kata-kata yang tepat.     

"Anda tidak perlu khawatir meski janin ini adalah anaknya Kim Soo Hyun. Aku tidak akan menuntutnya untuk bertanggung jawab," sahut Jean dengan ekspresi datar dan sangat tenang.      

"Kami bukan orang tua yang tidak memiliki tanggung jawab dengan apa yang dilakukan oleh Kim Soo Hyun. Jika dia pulang kita akan melakukan tes DNA untuk memastikan semuanya. Jika terbukti itu adalah anak Kim Soo Hyun maka kami akan memintanya untuk bertanggung jawab," terang Ny. Park. Bagi keluarga kalangan atas sangat sulit menerima seseorang masuk ke dalam keluarga mereka apalagi dari kaum rendahan.     

"Anda tidak perlu repot-repot melakukan tes DNA. Itu hanya akan membuang waktu dan tenaga saja. Setelah Kim Soo Hyun memintaku untuk menggugurkan janin ini, aku sudah menganggap jika ayahnya sudah mati tenggelam," ucap Jean tanpa emosi sama sekali.     

"Kenapa kau berbicara seperti itu? Ayahnya bahkan masih hidup," ujar Ny. Park yang mulai tersulut emosi. Tidak terima jika Jean menganggap Kim Soo Hyun sudah mati.     

"Raganya memang masih hidup tapi hatinya sudah mati. Tidak ada orang tua yang memiliki hati nurani tega meminta calon anaknya dibunuh," ucap Jean dengan penuh penekanan. Ia tidak peduli sama sekali jika Ny. Park akan membencinya.      

Soo Yin yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri saja kini dijauhi. Apalagi dirinya yang bukan siapa-siapa, sudah pasti akan tidak akan pernah dianggap.     

Kata-kata Jean sangat menusuk dada Ny. Park hingga nafasnya memburu. Memang ada benarnya apa yang dikatakan oleh Jean.     

"Aku tahu jika memang putraku salah. Dia mengatakannya karena sedang emosi," bela Ny. Park sembari memegangi dadanya yang terasa sesak.     

"Emosi ataupun tidak, sekarang aku tidak peduli. Karena aku sanggup jika harus merawat anak ini sendirian. Dia tidak membutuhkan kasih sayang dari keluarga ayahnya. Jika tidak ada yang ingin Nyonya katakan, sebaiknya kami pergi karena masih ada urusan." Jean berdiri dari duduknya, rasanya sudah cukup pembicaraan mereka. Untuk apa berlama-lama berbicara jika pada akhirnya mereka sama sekali tidak niat untuk mengakui anak yang ada di dalam kandungannya.     

"Tunggu," sergah Ny. Park ketika Jean baru berjalan beberapa langkah.     

Ny. Park lalu mengambil amplop coklat yang berisikan uang dari dalam tasnya.     

"Ambilah ini untuk merawat kandunganmu. Jika dia lahir dan memang itu anak Kim Soo Hyun kami akan dengan senang hati menerimanya. Itu sebabnya jaga dan rawat dia dengan baik." Ny. Park menyodorkan amplop itu kepada Jean.     

"Aku sudah mengatakan anda tidak perlu repot-repot. Aku bisa membiayai kehidupannya dengan keringatku sendiri. Aku hanya khawatir jika aku memakainya dan ternyata anak ini bukan cucu kalian. Maka kalian akan menagihnya," ujar Jean seraya tersenyum miring. Dirinya memang miskin tapi ia juga tidak ingin direndahkan.     

"Jadi kau menolaknya? Kenapa kau begitu keras kepala? Bukankah kau membutuhkan uang sehingga kau bekerja di bar? Anggap saja ini sebagai uang ganti rugi karena kau sudah kehilangan keperawananmu," ujar Ny. Park dengan perasaan jengkel.     

"Aku memang membutuhkan uang. Tapi jika boleh memilih lebih baik anak anda mengembalikan keperawanku. Karena uang itu tidak akan cukup untuk membayarnya," ujar Jean dengan nada meninggi. Hatinya perih karena Ny. Park mengganggap mahkotanya tidak berharga.     

Jean segera melangkah pergi meninggalkan Ny. Park yang terduduk di kursi. Karena takut jika nanti akan berkata kasar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.