Istri Simpanan

Bab 511 - Cinta tidak butuh alasan



Bab 511 - Cinta tidak butuh alasan

0Villa Pyeongchang-dong,     

"Kau tidak ikut ke hotel hari ini? Bukankah kau sudah berjanji akan menemaniku?" ujar Dae Hyun sembari memeluk pinggang Soo Yin yang tengah memakaikan dasi di lehernya.     

"Nanti saja, nenek masih berada di sini sehingga aku tidak enak jika harus meninggalkannya," sahut Soo Yin.     

"Kapan nenek akan kembali ke Busan?"     

"Sepertinya nenek sudah tidak betah berada di  Seoul. Ia selalu mengeluh Seoul terlalu ramai untuknya. Namun nenek juga khawatir dengan masalah kita semua." Soo Yin mendesah panjang.     

"Maaf, gara-gara diriku kau jadi jauh dengan orang tuamu," ucap Soo Yin sambil mengalungkan tangannya di leher Dae Hyun setelah menyesuaikan tugasnya.     

"Hussttt, jangan berkata seperti itu. Akulah di sini yang harus meminta maaf. Aku yang bersalah karena tidak mengatakan semuanya dari awal." Dae Hyun menempelkan jarinya di bibir Soo Yin. Lalu mengusap bibir tipis itu dengan ibu jarinya.     

"Hmmm, seandainya aku tidak tergoda mungkin hubunganmu dengan keluargamu masih baik-baik saja," ujar Soo Yin.     

"Apa kau menyesal karena sudah tergoda?"     

Soo Yin menggelengkan kepalanya. Mana mungkin dirinya menyesal memiliki pria yang sangat mencintainya. Selalu mampu meluluhkan hatinya meskipun terkadang mereka bertengkar. Namun pertengkaran selalu berakhir manis.     

"Katakan dengan jujur padaku kenapa kau tiba-tiba mau menikah denganku?" ujar Soo Yin. Karena jawaban Dae Hyun waktu dulu tidak memuaskannya.     

"Bukankah sudah kukatakan jika aku jatuh cinta sejak pertama kali melihatmu? Cinta tidak butuh alasan karena aku sendiri tidak tahu alasannya. Padahal tidak seharusnya aku jatuh cinta dengan gadis seusiamu. Seharusnya sekarang kau masih menikmati masa mudamu dan tidak terjebak ke dalam masalah rumah tangga yang rumit." Saat itu Dae Hyun terlalu gegabah tanpa berpikir panjang ketika hendak menikahi Soo Yin.      

"Kau benar, seharusnya sekarang aku sedang menikmati indahnya pacaran," sahut Soo Yin seraya terkekeh.     

"Apakah kau ingin pacaran lagi?"     

"Apakah kau mengizinkan?" Soo Yin menaikkan sebelah alisnya.     

"Apakah jika aku mengizinkan kau akan menjalaninya lagi?" Dae Hyun mencubit hidung Soo Yin pelan karena merasa sangat gemas.     

"Aku ingin kita menjalani hubungan seperti pacaran. Kita akan tidur terpisah dan bertemu di luar saja," ujar Soo Yin.     

"Aku tidak akan melakukan hal itu," tolak Dae Hyun dengan tegas.     

"Kenapa? Bukankah itu tidak terlalu sulit? Justru akan sangat menyenangkan."     

"Itu sangat sulit. Sudahlah, tidak usah macam-macam karena aku tidak akan pernah menyetujuinya," ujar Dae Hyun tegas.     

"Apa kau khawatir jika kita tidak tidur bersama?" goda Soo Yin sembari terkekeh.     

"Tentu saja, itulah hal yang utama. Selama kita tinggal di rumah ini, tak akan kubiarkan kita tidur terpisah."     

"Sayang sekali, padahal seharusnya bisa menguji mental. Seberapa besar rindu yang kita rasakan," ujar Soo Yin.     

"Tidak, sudah cukup selama ujian yang kita lewati."     

Dae Hyun mencondongkan kepalanya lalu mengecup puncak kepala Soo Yin dengan lembut.     

Tok tok tok…     

Soo Yin lantas mendorong tubuh Dae Hyun karena terkejut tiba-tiba saja ada yang mengetuk pintu.     

"Ayah, bolehkah aku masuk?" seru Jo Yeon Ho dari luar.     

Soo Yin lantas gugup karena takut ketahuan. Jo Yeon Ho pasti bertanya kenapa mereka berada di dalam kamar yang sama.     

"Sayang, bagaimana jika Yeon Ho bertanya tentang kita?" ujar Soo Yin cemas sembari berdiri tidak tenang. Sudah berada di depan pintu tapi tangannya terasa berat ketika hendak membuka.     

"Tidak apa-apa, aku yakin Jo Yeon Ho pasti perlahan mengerti. Dia juga berhak tahu," ujar Dae Hyun menghampiri Soo Yin lalu memeluknya dari belakang.     

"Dae Hyun, menyingkirlah. Tidak usah berbuat macam-macam," ujar Soo Yin sembari menggerakkan tangannya agar terlepas.     

"Ayah," panggil Jo Yeon Jo kembali sembari terus mengetuk pintu.     

"Masuklah," ujar Dae Hyun seraya memutar knop pintu agar terbuka.     

Jo Yeon Ho mengerjapkan kedua bola matanya berulang kali. Memandang Dae Hyun dan Soo Yin secara bergantian.     

"Kata nenek Ibu Soo Yin dan Ayah sudah menikah, apakah hal itu benar?" ujar Yeon Ho dengan wajah polos.     

Soo Yin dan Dae Hyun saling berpandangan hingga beberapa saat. Mereka tidak menyangka jika Jo Yeon Ho akan mengatakan hal seperti itu.     

Dae Hyun mengangkat tubuh mungil putranya lalu membawanya masuk ke dalam kamar. Soo Yin hendak keluar tapi Dae Hyun sudah terlebih dahulu mencekal pergelangan tangannya.     

Sebenarnya Soo Yin belum siap jika Yeon Ho sampai tidak bisa menerimanya.     

"Soo Yin, duduklah bersama kami," ajak Dae Hyun tanpa melepaskan tangan istrinya.     

"Tapi …." Belum sempat Soo Yin menjawab, Dae Hyun sudah menarik pergelangannya.     

Dae Hyun mendudukkan Jo Yeon Ho di atas ranjang. Mengajak Soo Yin untuk duduk di dekat putranya.     

"Yeon Ho jika Ibu Soo Yin dan ayah sudah menikah apakah kau tidak marah?" tanya Dae Hyun.     

Soo Yin memegang pergelangan tangan Dae Hyun. Khawatir jika Yeon Ho akan marah seperti waktu itu.     

"Untuk apa aku harus marah? Ibu Soo Yin sangat baik padaku dan aku juga tidak kehilangan Ayah," ujar Jo Yeon Ho. Teringat perkataan Aeri jika dirinya akan kehilangan ayahnya jika berdekatan dengan Soo Yin tapi nyatanya tidak.     

"Jika kelak kami memiliki anak, apakah kau mau mengakuinya sebagai adikmu?" tanya Dae Hyun.     

"Tentu saja," sahut Yeon Ho dengan wajah berbinar.     

"Mulai sekarang panggil Ibu Soo Yin dengan sebutan Mommy," ujar Dae Hyun. Agar Jo Yeon Ho bisa membedakan panggilan untuk Aeri dan Soo Yin.     

"Mo … mmy?" Jo Yeon Ho mengerjapkan kedua kelopak matanya.     

"Bukankah panggilan itu sangat keren? Agar kau bisa membedakan pada kedua ibumu," ujar Dae Hyun.      

Jo Yeon Ho menganggukan kepalanya sambil mencerna apa yang dikatakan oleh Dae Hyun.     

Dae Hyun mengusap puncak kepala putranya. Ternyata tidak sesulit yang dibayangkan olehnya. Mereka pikir Yeon Ho tidak akan menerima Soo Yin sebagai ibunya. Itu benar-benar di luar dugaan.     

"Jadi mulai sekarang aku memanggil mommy?" Jo Yeon Ho belum terbiasa mengucapkannya sehingga masih agak terasa kaku.     

"Kemarilah anak mommy," ujar Soo Yin. Dirinya cukup gembira karena akhirnya Jo Yeon Ho mau menerimanya sebagai ibunya. Tadi sudah khawatir jika anak itu akan marah.     

Yeon Ho duduk di pangkuan Soo Yin. Bersama mereka, anak itu merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.     

"Apakah Ayah tidak pulang untuk menemui ibu? Sepertinya kita sudah beberapa hari di sini. Jika aku memiliki dua ibu, bukankah seharusnya kita tinggal berempat dalam satu rumah?"      

"Hmmm, Ibumu lebih suka tinggal bersama nenek sehingga tidak akan mau tinggal bersama ayah dan mommy," ujar Dae Hyun berusaha mencari alasan.     

"Sayang sekali, jika kita tinggal berempat pasti sangat menyenangkan," ujar Yeon Ho.     

"Kits lanjutkan mengobrolnya nanti saja. Sekarang kita sarapan terlebih dahulu. Nanti kita akan mengantar nenek pulang ke UN Village," ujar Dae Hyun untuk mengalihkan pembicaraan. Jangan sampai Yeon Ho mengutarakan keinginannya pada Aeri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.