Istri Simpanan

Bab 506 - Foto kenangan



Bab 506 - Foto kenangan

0Dae Hyun mendesah berat. Jika sikap Soo Yin sudah manja seperti itu, pura-pura marah juga tidak ada gunanya lagi.  Mana mungkin tega tetap bersikap dingin jika Soo Yin sudah memeluknya.     

"Aku sama sekali tidak marah padamu. Pergilah tidur, aku tidak akan mengganggumu," ujar Dae Hyun dengan nada datar. Tangannya tetap bergerak untuk mengiris sayuran karena ingin membuat ramyeon sebagai pengganjal perut. Meski ada bibi Xia tapi Dae Hyun tidak ingin terlalu merepotkan di saat hampir tengah malam seperti ini.     

"Bohong, kau pasti menyesal dan kecewa karena memiliki istri yang tidak bisa diandalkan dan selalu menyusahkan seperti diriku," ujar Soo Yin dengan sendu.     

Dae Hyun meletakan kembali pisaunya di atas meja. Lalu memegang tangan Soo Yin yang berada di perutnya. Dengan perlahan membalikkan tubuhnya menghadap ke arah istrinya. Sebenarnya ia sangat tidak suka jika Soo Yin sampai berbicara seperti itu.     

"Tidak usah berpikiran yang macam-macam. Aku sama sekali tidak menyesal sudah menjadikanmu istri. Justru aku merasa beruntung berkatmu hidupku terasa lebih berwarna. Dulu jarang sekali aku menghabiskan waktu di rumah. Aku lebih suka berada di hotel bekerja sepanjang hari sebelum akhirnya kita bertemu. Sekarang aku justru lebih suka sepanjang hari di rumah. Kau tahu apa artinya itu?" tanya Dae Hyun sembari menangkup kedua pipi Soo Yin agar dagunya terangkat mau menatapnya.     

"Apa?"     

"Itu artinya aku ingin menghabiskan waktuku lebih banyak denganmu. Namun sayang sekali, sekarang sulit karena aku harus mengurus hotel kembali." Dae Hyun mendesah panjang karena keinginannya untuk tinggal di luar Seoul belum terwujud.     

"Kapan kita bisa tinggal di tempat yang jauh dari kesibukan? Aku ingin sekali tinggal di pulau Jeju. Menikmati kehidupan bersama anak-anak kita nanti," ujar Soo Yin. Membayangkan mereka hidup jauh di pulau terpencil pasti sangat menyenangkan.     

"Tentu saja kita akan melakukannya tapi setelah kita mendapatkan anak terlebih dahulu," ucap Dae Hyun lalu mengecup bibir yang begitu manis itu sekilas.     

"Dae Hyun, aku ingin menanyakan sesuatu padamu. Kuharap kau berkata dengan jujur," ujar Soo Yin. Tiba-tiba saja teringat tentang foto yang ditemukannya di dalam diary Mi Young.     

"Tentu saja aku akan menjawabnya. Apa kau ingin menanyakan berapa anak yang aku inginkan?" tanya Dae Hyun dengan wajah serius.     

Soo Yin menyipitkan matanya karena Dae Hyun terlalu cepat mengambil kesimpulan.     

"Tidak, untuk apa aku menanyakannya. Aku sudah tahu jawabannya. Seorang pria pasti menginginkan anak yang banyak karena mereka tidak merasakan bagaimana rasanya mengandung hingga sembilan bulan," ungkap Soo Yin yang sudah bisa menebak pikiran suaminya.     

"Tentu saja tidak bisa merasakannya. Jika pria mengandung dari mana bayi itu akan keluar?" tanya Dae Hyun seraya terkekeh. Namun bergidik ngeri ketika membayangkannya.     

"Kenapa kau bergidik? Apa kau ingin merasakan bagaimana melahirkan bayi?" goda Soo Yin seraya terkekeh melihat raut wajah Dae Hyun yang mendadak takut.     

"Tidak, seorang pria sudah bekerja keras. Sehingga wanita saja yang merasakannya. Seorang pria terlalu rapuh untuk merasakan sakit," kilah Dae Hyun. Membayangkannya melahirkan mendadak membuatnya merasa sangat ngilu.     

"Cepatlah, apa yang ingin kau tanyakan?" desak Dae Hyun untuk mengalihkan pembicaraan karena jika terlalu larut maka akan membuatnya semakin ngilu.     

"Tunggu sebentar, aku akan mengambilnya terlebih dahulu di kamar." Soo Yin segera berbalik lalu melangkah pergi ke kamarnya untuk menemukan foto Dae Hyun ketika masih muda. Di foto itu senyumnya begitu manis dan mempesona.     

Dae Hyun memilih melanjutkan kegiatan memasaknya. Tidak butuh waktu lama karena beberapa menit sudah jadi. Bahkan sebelum Soo Yin kembali ke dapur ramyeon yang dimasak sudah matang.     

Cukup lama Soo Yin menemukan foto itu karena lupa. Ia pikir menaruhnya di dalam tas tapi ternyata justru memasukannya di kantong celana.     

"Lihatlah, aku menemukan sesuatu." Dengan wajah berbinar Soo Yin menunjukkan foto itu pada suaminya.     

Dae Hyun mengerutkan keningnya. Menerka-nerka darimana Soo Yin mendapatkannya. Karena seingatnya duku tidak banyak mengambil foto saat SMA kecuali ketika bersama Mi Young.     

"Kau pasti terkejut dari mana aku mendapatkan foto ini. Atau kau sekarang justru sedang berpikir kenapa fotonya robek?" tebak Soo Yin sembari memandang Dae Hyun dengan tatapan menyelidik.     

"Memang darimana kau mendapatkannya? Aku tidak memiliki banyak koleksi foto di rumah. Sehingga tidak mungkin kau mendapatkannya di rumahku," ujar Dae Hyun.     

"Katakan padaku kenapa kau terlihat begitu bahagia saat itu?"     

"Itu terlihat biasa saja. Sama sekali tidak melukiskan jika sedang bahagia," sahut Dae Hyun datar. Ada keinginan untuk mengatakan alasannya tapi khawatir Soo Yin akan cemburu meskipun itu hanyalah masa lalu.      

Bagaimana mungkin saat itu tidak memasang wajah bahagia? Dae Hyun baru saja menyatakan cinta pada Mi Young yang langsung diterima cintanya. Sebagai pria normal tentu akan sangat bahagia.     

"Bohong, lihatlah pose kalian begitu mesra." Soo Yin segera menutupi mulutnya dengan telapak tangan.     

"Apa kau mendapatkannya ketika ke rumah sakit mengantarkan Jean?" tebak Dae Hyun dengan dahi berkerut.     

"Bagaimana bisa kau menebaknya?" sanggah Soo Yin seraya tergagap.     

"Foto itu hanya satu dan seingatku hanya ada pada Mi Young. Apakah kau mencurinya?"     

"Ti … tidak, aku sama sekali tidak mencurinya. Aku tanpa sengaja menemukannya di meja. Aku tidak suka dia masih menyimpan foto kenangan kalian." Soo Yin langsung memasang wajah cemberut karena Dae Hyun bersikap biasa saja mengetahui Mi Young masih menyimpan foto mereka.     

"Aku sama sekali tidak tahu jika Mi Young masih menyimpannya. Karena aku sudah membakar foto yang ada padaku. Apakah kau cemburu?" goda Dae Hyun seraya mengulum senyum.     

"Aku hanya kesal. Tidak seharusnya dia menyimpan foto suami wanita lain. Lagi pula sepertinya dia masih menyukaimu. Jika sudah lupa, tidak mungkin dia membawanya sampai ke tempat kerja. Aku jadi ingin tahu sedekat apa kalian dulu." Soo Yin menatap Dae Hyun ingin meminta jawaban sejujurnya.     

"Kami dulu memang dekat karena orang tua kami juga saling kenal. Kami bahkan sudah berteman sejak kecil. Namun sedekat-dekatnya kami waktu itu lebih dekat lagi ketika kini aku bersamamu. Tidak usah cemburu karena masa lalu. Yang terpenting sekarang, aku akan menjadi masa depanmu." Dae Hyun mengusap bibir Soo Yin dengan ibu jarinya.     

Pipi Soo Yin bersemu merah karena Dae Hyun sangat bisa meluluhkan hatinya.     

"Kau terlihat sangat manis ketika muda. Seandainya saja aku sudah lahir waktu itu," puji Soo Yin dengan seulas senyum menawan.     

"Jadi maksudmu sekarang aku sudah tidak tampan lagi?"     

"Tentu saja sampai sekarang masih tampan. Tidak mungkin seorang pria berubah cantik." Soo Yin terkekeh geli.     

"Tidak usah menggodaku lagi. Ayo makan, jangan sampai ramyeon ini dingin," ujar Dae Hyun.     

Soo Yin menganggukan kepalanya tapi pandangannya tidak lepas pada foto itu. Ia akan menyimpannya agar anak-anaknya bisa melihat sosok ayahnya ketika masih muda.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.