Istri Simpanan

Bab 532 - Darah Berceceran



Bab 532 - Darah Berceceran

0Villa Pyeongchang-dong,     

Soo Yin kini sudah kembali dari rumah sakit setelah Dae Hyun memastikan jika tidak ada efek buruk dari benturan yang terjadi padanya. Soo Yin tidur di kamar tamu karena kamarnya diambil secara paksa setelah Aeri tinggal bersama mereka. Bukan tidak ingin mengambilnya tapi Soo Yin tidak ingin berebut hanya untuk sesuatu yang tidak penting.      

Sedangkan Dae Hyun malam ini tidur berdua dengan Yeon Ho. Anak itu merengek meminta malam ini tidur ditemani oleh ayahnya.     

Di kamar tamu, Soo Yin meremas kuat sprei hingga berkerut menggunakan jarinya. Matanya terpejam dan bibirnya terus meracau tidak jelas sejak tadi. Kedua kakinya juga bergerak seperti sedang resah dan ketakutan.     

"Tidak!!" jerit Soo Yin dengan nafas yang terengah-engah karena baru saja bermimpi buruk. Ia tidak jelas apa mimpi itu tapi raut wajahnya benar-benar ketakutan.     

Dae Hyun langsung masuk ke dalam kamar tamu ketika mendengar suara jerit dari istri kecilnya. Ia baru saja terbangun dan ingin mengambil air minum ke dapur.     

"Soo Yin, ada apa?" Dae Hyun langsung mendekap tubuh istri kecilnya dengan sangat erat.     

"Aku takut," ucap Soo Yin dengan bibir gemetar. Tangannya memeluk erat tubuh Dae Hyun. Menyembunyikan kepalanya di dada bidang suaminya.     

"Apa kau bermimpi buruk lagi?" tanya Dae Hyun.     

"Hmmm." Soo Yin menganggukan kepalanya. Dahinya berkeringat serta nafasnya tersengal.     

Dae Hyun kemudian meraih gelas yang berisi air putih yang terletak di atas nakas. Memberikannya pada Soo Yin agar tenang.     

"Tenanglah, itu hanyalah sebuah mimpi. Memangnya apa yang kau mimpikan?" Dae Hyun mengecup puncak kepala Soo Yin berulang kali. Mengusap punggungnya dengan lembut untuk menenangkannya.     

"Aku bermimpi melihat sebuah kecelakaan," ucap Soo Yin sembari terisak-isak. Tubuhnya gemetaran karena mimpi itu terlihat begitu nyata di depan matanya.     

"Sayang, mimpi hanyalah bunga tidur. Kau tidak perlu takut dan khawatir. Tidak akan terjadi apapun pada dirimu," ucap Dae Hyun.     

"Tapi, aku sangat takut. Bagaimana jika ada salah seorang yang tertabrak di antara kita?" ujar Soo Yin.     

"Ssttt, tidak akan terjadi apapun." Dae Hyun terus mencoba untuk menenangkan Soo Yin agar melupakan apa yang terjadi di dalam mimpinya.     

"Sayang, hari ini tidak usah kemanapun. Tetaplah berada di rumah bersamaku," pinta Soo Yin.     

"Hari ini aku ada rapat. Tidak mungkin aku berada di rumah," ucap Dae Hyun sembari menghela nafas panjang.     

"Apakah tidak bisa ditunda?" ujar Soo Yin.     

"Maaf Sayang, aku tidak bisa menundanya." Dae Hyun menyesal karena tidak bisa mengabulkan permintaan istrinya yang sangat mudah.     

"Aku berjanji akan hati-hati. Aku tidak akan mengemudikan mobil dengan cepat. Jika kau takut aku kenapa-kenapa," ucap Dae Hyun.     

"Berjanjilah kau akan pulang dengan selamat untukku." Soo Yin menyodorkan jari kelingkingnya pada Dae Hyun.     

"Tentu saja."     

Soo Yin tidak tahu apa arti mimpi buruk itu tapi yang jelas di dalam mimpi ia melihat sebuah kecelakaan. Darah berceceran dimana-mana karena ada seseorang yang tertabrak. Meski tidak jelas siapa korbannya tapi Soo Yin ingin mengantisipasi segala kemungkinan yang terburuk. Dia hanya tidak ingin kehilangan orang-orang yang dikasihinya.     

"Temani aku sampai kau berangkat bekerja," ucap Soo Yin dengan nada manja. Tangannya bahkan tidak terlepas sama sekali dari pinggang Dae Hyun.      

"Aku janji tidak akan kemana-mana sebelum waktunya berangkat." Dengan senang hati Dae Hyun pasti akan mengabulkan permintaan istri kecilnya. Itu bahkan sangat mudah dan menyenangkan untuk dilakukan.     

"Bagaimana kalau aku ikut ke hotel saja? Aku juga akan bosan jika di rumah terus," tukas Soo Yin.     

"Tidak, besok kau baru boleh ikut bersamaku. Kau tidak boleh terlalu lelah."     

Hampir satu jam Dae Hyun berada di kamar Soo Yin. Menemani dan mengajaknya mengobrol untuk menenangkan istri kecilnya. Hingga pada akhirnya barulah Dae Hyun diizinkan keluar setelah membersihkan diri.     

°     

°     

Aeri masih berdiam diri di atas ranjang menunggu sambil menunggu kedatangan Dae Hyun ke kamarnya. Hari ini rencana mereka harus berjalan dengan mulus.     

Ceklek ….     

Seketika pintu terbuka. Dae Hyun masuk ke dalam kamar setelah membersihkan diri di kamar Soo Yin. Dahinya berkerut melihat Aeri yang masih meringkuk. Ini sangat aneh dan tidak biasanya Aeri belum terbangun.     

"Uhuk … uhuk …." Aeri terbatuk sembari terduduk di ujung ranjang.     

"Apa yang terjadi padamu? Jika kau sakit sebaiknya pergi dokter saja," ucap Dae Hyun.     

"Sepertinya hari ini aku tidak enak badan. Bisakah kau antarkan aku pulang ke UN Village," pinta Aeri sembari terus terbatuk.     

"Baiklah, nanti akan kuantar sekalian mengantarkan Yeon Ho ke sekolahnya," ujar Dae Hyun. Meski tak mencintai Aeri tapi bukan berarti sudah tidak memiliki hati nurani.     

"Jangan. Jarak UN Village dan sekolah Yeon Ho itu berjauhan. Lebih baik Yeon Ho diantar oleh Soo Yin dan Chung Ho."     

Dae Hyun menautkan kedua alisnya untuk menimbang-nimbang menurut atau menolak perkara Aeri.     

"Soo Yin harus jalan-jalan agar tidak merasa bosan di rumah. Cuaca hari ini juga sangat bagus," ujar Aeri.     

"Akan kuberitahukan pada Soo Yin nanti." Dae Hyun lantas berlalu untuk mengganti pakaiannya.     

Aeri tersebut senang karena akhirnya bisa dengan mudah membujuk Dae Hyun untuk mengantarnya pulang ke UN Village. Ini akan semakin memuluskan rencananya.     

'Selamat tinggal wanita murahan. Kau tidak ingin akan pernah bisa untuk menjadi lawanku,' batin Aeri. Bibirnya tertarik ke belakang hingga terukir senyuman miring.     

Kini semuanya sudah berkumpul di ruang makan.      

Soo Yin sejak tadi tidak berselera untuk makan. Ia hanya memainkan sendok di piring tanpa menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.      

Bayangan darah berceceran di jalanan memenuhi pikirannya. Hingga perutnya tersa mual setiap mengingatnya. Meski hanya di dalam mimpi tapi Soo Yin seperti melihat dengan jelas apa yang terjadi.     

"Soo Yin, ada apa denganmu? Kau tampak tidak bersemangat hari ini. Apa kau tidak suka karena aku memintamu mengantarkan Yeon Ho," tukas Aeri dengan wajah datar.     

"Tidak, itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan Yeon Ho. Aku memang sedang tidak selera makan," sahut Soo Yin.     

'Sepertinya dia memang tidak bersemangat lagi untuk hidup atau ia memang memiliki firasat akan mati,' batin Aeri sembari mengulum senyum. Dirinya sudah tidak sabar untuk menghadiri pemakaman Soo Yin yang mungkin tinggal beberapa jam lagi akan berlangsung.     

Membayangkan bagaimana Dae Hyun pasti akan merasa sangat sedih dan frustasi kehilangan Soo Yin cukup membuatnya bahagia.     

"Yeon Ho, hari ini pergilah ke sekolah bersama Mommy. Kepala ibu sakit dan akan pergi ke UN Village," terang Aeri pada putranya.     

"Tidak masalah. Aku juga senang bisa berangkat bersama Mommy." Yeon Ho memandang Soo Yin yang duduk di sebelahnya.     

Soo Yin tersenyum kemudian mengusap puncak kepala Yeon Ho.     

"Mommy, aku ingin nanti kau menungguku sampai pulang," pinta Jo Yeon Ho.     

"Dengan senang hati aku akan melakukannya untukmu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.