Pejuang Troy [END]

Delapan puluh dua



Delapan puluh dua

0Tatapan tajam yang diarahkan Fritz untuk Troy membuat siapapun yang melihatnya merasa ciut. Tapi tidak dengan Troy. Dia membalas tatapan itu dengan tatapan tajam juga. Seolah tidak mau kalah meski fisiknya belum sembuh. Dan Freya yang berada ditengah keduanya merasa tidak nyaman.     

Perlahan Freya melepaskan genggaman tangan Troy. Ketika pandangan keduanya bertemu, terlihat jelas bahwa Troy merasa keberatan dengan keputusan yang diambil oleh Freya. Seolah menegaskan bahwa Troy bukanlah orang yang penting bagi dirinya. Lalu Freya meninggalkan Troy, menghampiri Fritz dan menarik kakaknya menjauh.     

"Boleh aku menjelaskan semuanya ke Troy?" tanya Freya takut.     

"Kamu akan memberinya kesempatan lain? Dan membiarkan dia mengulangi kesalahannya lagi?" Fritz berbalik bertanya, suaranya penuh dengan kebencian.     

"Fritz, aku juga punya andil kesalahan disini." suara Freya yang bergetar membuat Fritz merasa sedih.     

Dari awal Fritz memang sudah mengiklaskan keputusan apapun yang akan diambil adiknya, termasuk keputusan bila Freya ingin bersama dengan Troy lagi. Tapi begitu mengingat bagaimana perlakuan Troy, dia menjadi sangat marah.     

"Aku yang akan bicara dengannya. Tunggu disini dengan Paul." tanpa menunggu persetujuan adiknya, Fritz langsung melangkahkan kakinya menuju Troy. Dia juga memberi isyarat pada Paul untuk menjaga adiknya.     

Freya hanya bisa melihat kepergian kakaknya, mematuhi perintahnya untuk menunggu ditempatnya bersama Paul dan Digta.     

"Dia serem banget kalo marah." kata Digta sembari mengamati Fritz.     

"Dia kakakku, jangan sembarangan berkomentar." Freya sedikit protes. Matanya tak lepas dari sosok kakaknya yang sekarang sedang berdiri di hadapan Troy. Entah apa yang mereka berdua bicarakan.     

...     

Melihat Fenita yang lebih memilih Fritz ketimbang dirinya membuat Troy sedih. Tapi dia harus kembali ke niat awalnya, bahwa apapun pilihan yang diambil oleh Fenita, dia akan menerimanya. Itu dulu, sebelum Troy mengetahui bahwa Fenita hamil. Sekarang niat awalnya itu mulai goyah. Apalagi bila mengingat ada manusia kecil buah cinta mereka.     

Begitu mendekat, Fritz menghela napas. Dia tidak langsung mengungkapkan apa yang ada dipikiranya kepada Troy. Membuat Troy merasa tidak tenang.     

"Bayi itu anakku?" akhirnya Troy memutuskan untuk memecah keheningan. Dia mengamati bagaimana reaksi Fritz atas pertanyaan darinya.     

Sialnya, apa yang diharapkan Troy tidak nampak. Wajah datar Fritz terlihat tenang. Tidak ada keterkejutan ataupun reaksi apapun.     

"Kalau aku menjawab bukan, apa yang akan kamu perbuat?"     

"Aku akan mundur. Tapi kalau dia anakku, aku akan memperjuangkannya." jawab Troy, mantap.     

"Lalu kenapa kamu meninggalkan adikku?"     

Fenita adik Fritz Mayer? Bagaimana bisa hal itu terjadi? Bukankah Fenita berasal dari panti asuhan? Kini banyak pertanyaan yang mengantri untuk diucapkan oleh Troy perihal itu, tapi dia menahannya. Akan lebih baik jika Troy bisa mendapatkan Fenita terlebih dahulu.     

"Aku sudah membakar surat perceraian kami bertahun-tahun yang lalu. Dan aku berusaha meyakinkan Fenita untuk kembali kepadaku, tapi dia tetap menghindar. Malah dia yang meninggalkanku."     

Raut wajah Fritz Mayer masih tenang dan datar. Melihat itu membuat Troy sedikit frustasi, karena dia tidak bisa menebak apa yang ada dipikiran orang yang mengaku sebagai kakak istrinya.     

"Freya adalah keluarga satu-satunya yang aku miliki. Dan aku akan melindunginya dengan semua hal yang aku miliki." Fritz menghela napas. "Jujur saja, aku nggak terima waktu tahu kamu membuat kontrak pernikahan itu, seolah adikku bisa kamu permainkan sesuka hati. Tapi melihat dia dengan bodohnya jatuh cinta kepada laki-laki brengsek, aku mengutuk diriku sendiri karena tidak mampu melindungi dia."     

Penekanan kata brengsek yang baru saja diucapkan oleh Fritz terasa mengena dihatinya. Oke, dia akui dirinya yang dulu memang brengsek, tapi semua orang bisa berubah kan. Dan Troy merasa bahwa dirinya sudah banyak berubah sekarang. Paling tidak itulah yang dipikirkannya.     

Meski mendapat sebutan yang kurang mengenakkan, Troy tidak berusaha membalas ataupun berkomentar. Dia tetap menunggu Fritz menyelesaikan perkataannya, yang sepertinya masih banyak yang ingin dia sampaikan.     

"Aku menghargai keputusan Freya. Kalau memang dengan berada disisi kamu dia bahagia, mungkin itu memang jalan yang terbaik. Tapi kalau sampai dia bersedih, jangan harap kamu bisa melihat hari esok." ancaman itu tak segan keluar dari mulut Fritz.     

Dan bagi Troy sendiri, perkataan Troy tidak termasuk dalam katagori ancaman. Itu adalah sesuatu hal yang harus dia lakukan. Atau lebih tepatnya harga yang harus dia bayar agar bisa bersama dengan Fenita lagi.     

"Aku akan berusaha memenuhi harapanmu, karena hanya dia wanita yang ada di hatiku."     

"How about Belle?" pertanyaan itu sedikit menggelitik pendengaran Troy.     

Dengan senyum yang terkembang, Troy hanya bisa menjawab diplomatis. "Dia masa lalu. Untuk apa memikirkan masa lalu yang suram kalau ada masa depan yang indah?"     

Untuk pertama kalinya Troy melihat sesinggung senyum di wajah Fritz. Hanya sesinggung dan sebentar. Meski begitu Troy bisa menangkap bahwa itu berarti seorang Fritz Mayer telah memberinya lampu hijau.     

"Apa itu artinya aku mendapat restu darimu?" tentu saja Troy ingin memastikan pemikirannya.     

"Setelah kamu keluar dari rumah sakit."     

Sebelum Fritz mencapai adiknya, dia berbalik dan berkata dengan formal, "Kamu bisa hubungi asistenku kalau sudah berhasil keluar dari rumah sakit.     

Lalu Fritz berjalan menjauhi Troy. Dia langsung menarik Freya untuk kembali pulang bersamanya.     

Rasa bahagia langsung membuncah di hati Troy. Perkataan Fritz merupakan kalimat yang indah ditelinga Troy. Dia tidak menyangka bahwa apa yang dia tunggu akhirnya datang. Saking bahagianya, Troy tak bisa menyembunyikan senyum lebarnya. Andai saja dia sudah bisa berdiri dan berjalan dengan kokoh, mungkin dia akan melompat kegirangan untuk meluapkan kebahagiaannya.     

"Ada yang bahagia nih." godaan Digta mengembalikan kesadaran Troy.     

"Ayo kita masuk, aku harus menemui dokter segera." kata Troy, tidak mempedulikan perkataan sahabatnya.     

Meski merasa jengkel karena dicueki oleh Troy, Digta tetap melakukan apa yang diperintahkan oleh Troy. Dia tahu bahwa apa yang dirasakan sahabatnya itu berkali lipat lebih penting daripada apapun yang ada di dunia ini. Iya, dia akan mendapatkan kembali sahabatnya yang menyebalkan itu.     

Bisa diprediksi bagaimana Troy terus saja mengejar sang dokter, memohon agar dia bisa segera pulang. Tapi sayangnya Dr. Thompson masih enggan memberinya surat rekomendasi keluar rumah sakit. Menurut sang dokter, Troy masih harus menjalani beberapa pemeriksaan terkait kepalanya yang cedera. Belum lagi ditambah pemulihan kakinya yang patah.Oh, jangan lupakan juga tentang tulang rusuk.     

Bagi Troy sendiri, dia merasa bahwa dirinya sudah sembuh sempurna. Bahkan tulang rusuknya yang patah sudah ditemukan dan akan bertambah satu lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.