Pejuang Troy [END]

Delapan puluh empat



Delapan puluh empat

0Freya tidak memahami apa yang ada dipikiran kakaknya. Dia baru saja keluar dari ruang sauna ketika Fritz langsung mengajaknya ke kamar.     

"Ada apa?" tanya Freya, penuh rasa penasaran.     

"Ayo kita datang ke acara makan malam perusahaan." kata Fritz, bersemangat.     

Di kamar Freya, sudah ada dua orang yang akan membantu dirinya untuk mempersiapkan diri. Sebenarnya Freya akan menolak ajakan kakaknya, tapi dia langsung terdiam ketika melihat semua persiapan yang dibutuhkannya. Make up dan gaun sudah tersedia. Mau tidak mau Freya akhirnya menurut.     

Tania yang sudah beberapa kali merias wajah Freya langsung memulai aksinya. Dia seolah mendapatkan kesempatan besar untuk bisa mengolah wajah Freya menjadi sebuah karya seni. Dan Freya sepenuhnya percaya kepada Tania untuk urusan make up dan rambutnya. Karena Freya selalu merasa puas mendapati hasil riasan Tania terhadap dirinya.     

Di depan lemari bajunya, tergantung sebuah gaun panjang yang sangat cantik. Gaun itu berwarna hijau tosca dengan belahan dada yang rendah.     

"Apa gaun itu tidak terlalu rendah?" tanya Freya kepada Tania.     

Sambil terus melanjutkan pekerjaannya, Tania menjawab. "Tentu tidak, Miss. Gaun itu akan memancarkan aura yang bagus saat dikenakan."     

"Apa kau yakin?" terlihat jelas rasa tidak percaya diri terdengar dalam suara Freya.     

"Kita akan mengetahuinya ketika anda mengenakannya." Tania terus saja memberikan semangat.     

Meski perkataan Tania terlihat meyakinkan, tidak begitu dengan Freya. Dia tetap merasa kalau gaun yang telah disiapkan itu terlalu terbuka, mengekspos asetnya yang sedang mengalami puncak pertumbuhan karena kehamilan.     

Hampir satu jam lebih Freya duduk dengan tenang di kursi, mendapati wajah dan rambutnya berubah secara perlahan. Yang membuat dia heran, make up yang dibuat oleh Tania terlihat sangat tipis dan natural, tapi kenapa membutuhkan waktu lama? Ditambah lagi tatanan rambut yang tergerai bergelombang.     

"Mari saya bantu mengenakan gaunnya." ucap Tania, ketika puas melihat hasil riasannya.     

Karena terlalu lama duduk, Freya sedikit merasa kesemutan. Untungnya dia bisa segera menguasai tubuhnya dan bangkit untuk berganti baju, mengenakan gaun yang menurutnya sangat tidak pantas dikenakan oleh wanita hamil seperti dirinya.     

Tak butuh waktu lama bagi Freya untuk berganti baju. Dia sangat beruntung karena Tania dan asistennya dengan cekatan membantunya. Begitu mematut dirinya di depan cermin, Freya merasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.     

Gaun itu benar-benar pas untuk tubuhnya. Memang terlihat seksi karena dadanya yang penuh seolah ingin memberontak keluar, tapi itu masih bisa dikategorikan biasa. Dan benar kata Tania, bahwa gaun itu memang sangat bagus dan pas, memancarkan kecantikannya. Apalagi kain yang jatuh mengikuti bentuk tubuhnya membuat dirinya seperti dewi. Ah sepertinya Freya terlalu terpesona dengan dirinya sendiri.     

Bagian akhir untuk menambah penampilan Freya adalah sepatu. Low block heels warna silver yang senada dengan hiasan yang ada di baju Freya membuatnya semakin menarik perhatian.     

Fritz yang sedari tadi mengamati perubahan adiknya, merasa terpana. Dia memang selalu memuji kecantikan adiknya yang mirip dengan sang mama, tapi malam ini dia terlihat bagaikan jelmaan Mama yang sangat dirindukannya.     

"Kamu mirip Mama." kata Fritz dengan lirih. Beruntungnya Fritz masih bisa melihat Mama-nya dalam sosok Freya.     

"Terima kasih." balas Freya, tersenyum puas.     

"Ayo kita berangkat." Fritz memasang lengan kanannya agar Freya bisa menggandengnya.     

"Terima kasih, Tania." ucap Freya sebelum benar-benar meninggalkan kamarnya.     

Sudah sangat lama Freya tidak menghadiri acara makan malam yang ramai. Karena kesehatannya yang sempat menurun, dia tidak bisa melangkahkan kakinya untuk menikmati acara yang menyenangkan ini. Dan malam ini, dia terlihat sangat antusias.     

Makan malam sudah dimulai ketika Freya dan Fritz memasuki ruangan. Banyak mata yang mengalihkan pandangannya ketika melihat kedatangan mereka. Semuanya merasa takjub dan kagum dengan visual kedua tamu yang baru memasuki ruangan. Segera saja seorang asisten membimbing mereka menuju meja yang sudah disiapkan.     

Kejutan kecil yang tersaji membuat Freya merasa tidak percaya. Jovita, sahabatnya, telah duduk manis di meja yang dia tuju. Bahkan Jovita terlihat sangat manis dengan gaun brokatnya yang menerawang. Memandangi Jovita seolah meminta penjelasan yang hanya dijawab dengan gelengan kepala, Freya tidak mendapatkan apa yang dia mau.     

Total ada 10 meja bundar besar yang mengisi ruangan. Disetiap meja akan diisi oleh 6 sampai 8 orang. Itu artinya ada sekitar 80 orang yang menghadiri makan malam. Dan kesemuanya terlihat sangat mengagumkan.     

Ketika makan malam telah usai, Fritz berjalan menuju ke sebuah podim yang sudah disediakan oleh pihak penyelenggara. Mengetuk mikrofon yang terpasang untuk mengetes suara.     

Mendehem untuk memperjelas suaranya, Fritz meminta atensi semua yang hadir. "Selamat malam semuanya."     

Jelas semua atensi tertuju kepada Fritz. Pimpinan Mayer Company sedang memberikan beberapa patah kata.     

"Semoga kalian menikmati makan malam yang ada. Sebenarnya acara ini sangat dadakan. Aku meminta sekretarisku mempersiapkan semuanya hanya dalam waktu 3 hari. Maaf Sheila, membuat kamu harus lembur." Sheila yang duduk disamping Freya mengangkat gelas wine-nya seraya tersenyum.     

"Ada hal yang ingin aku bagikan kepada kalian. Hal yang membahagiakan yang sedang melingkupi keluargaku." tatapan Fritz menuju ke arah Freya. "Beberapa tahun yang lalu aku bertemu dengan adik kandungku, kami berpisah ketika dia masih kecil. Dan sekarang dia tengah menanti kelahiran anaknya, keponakanku."     

Freya langsung berdiri dan membungkukkan badannya.     

"Ada satu lagi yang belum aku sebutkan." Fritz sengaja mengambil jeda yang panjang, memikirkan kata yang tepat untuk diucapkan. "Aku... ingin memperkenalkan anggota keluarga baru. Perlu waktu lama bagiku untuk bisa menerima kehadirannya karena dia akan menjadi sainganku dalam merebutkan perhatian adikku. Please welcome, Sir."     

Sesosok jangkung dalam balutan jas berwarna cream berjalan dari ujung ruangan. Perlahan dia mendekat, lalu tampaklah pemandangan yang tak biasa, sosok itu berjalan dengan bantuan tongkat. Ketika mendekati Fritz yang berada di bawah sinar lampu, barulah semua orang bisa melihat wajah tampan sosok itu.     

TROY MIKHAILA DARREN.     

Beberapa orang terkejut, karena mendapati seorang Darren yang sempurna itu kini berjalan dengan bantuan tongkat. Dan ada luka yang cukup dalam yang menggores bagian pelipisnya. Meski begitu, ketampanan seorang Darren tidak luntur.     

Di mejanya, Freya hanya bisa mematung tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Benarkah dia yang berjalan menuju podium adalah Troy? Kenapa dia ada disini?     

Mata tajam Troy tak melepaskan kuncian tatapannya dari Freya, seolah bisa merobek apa saja yang dilewati oleh pandangan itu.     

...     

"Terima kasih Fritz." Troy yang sedikit kesulitan untuk naik podium dibantu oleh Fritz. Bantuan itu diterima Troy dengan senang hari.     

"Dialah saingan terberat dalam hidupku saat ini. Karena adikku tersayang sudah jatuh hati padanya." ucapan Fritz membuat mereka tertawa. "Aku ingin kalian mengawasinya, kalau dia berani main-main dibelakang adikku, tolong laporkan kepadaku. Aku akan menghabisinya saat itu juga."     

Troy memasang muka cemberut, tapi dia tetap merasa senang dengan ucapan kakak iparnya. Ah, sekarang dia merasa menjadi manusia yang normal, yang memiliki hubungan normal seperti yang lainnya.     

"Terima kasih pujiannya Mr. Mayer." Troy tak dapat menyembunyikan senyumannya. "Seperti janjiku dulu, aku ingin memulai semuanya dari awal. Dan kalian yang hadir akan menjadi saksi."     

Troy mundur satu langkah dan menghadap Fritz. Raut muka yang tadi penuh dengan tawa kini berubah menjadi serius. "Fritz Mayer, ijinkan aku menikahi adikmu, Freya Mayer, dan membahagiakannya."     

Di mejanya, Freya masih menatap tak percaya dengan adegan yang dilihatnya. Apa yang merasuki kedua lelaki itu sehingga membuat pertunjukan konyol ini?     

"Percuma aku merestui, kalau nyatanya adikku tidak mau menikah denganmu. Tanya pada Freya, apa dia mau menikah dengan laki-laki yang menyebalkan sepertimu."     

Sekali lagi, Troy mengarungi ruangan. Kali ini dia berjalan dengan penuh perjuangan menuju meja yang menurutnya paling bersinar. Dia hanya bisa berdiri, karena kakinya masih belum sembuh sehingga tidak bisa berlutut.     

"Freya Mayer, will you marry me?" ketika mengatakan itu, Troy mengeluarkan kotak beludru berwarna biru. Di dalamnya terdapat cincin manis yang sangat cantik.     

Dihadapan Troy, Freya masih mematung. Dia tidak tahu apa yang harus dikatakan, otaknya tidak bisa menyusun kata dengan benar. Tapi perlahan dia menganggukkan kepalanya setelah beberapa saat.     

Tepuk tangan riuh bergema di dalam ruangan. Troy yang sedikit gemetar memasangkan cincin itu di jari manis Freya. Cincin itu terlihat sangat pas dengan jadi Freya yang mungil.     

Madam Vanesa yang sedari tadi hanya memperhatikan putra kesayangannya berjuang, merasa bangga. Setitik air mata membasahi pipinya. Betapa banyak perubahan yang sudah dibuat oleh Troy, hanya karena seorang perempuan yang awalnya sangat dibencinya. Lalu Madam Vanesa mendekat ke meja yang benderang itu. Memeluk putranya dan menantunya. Tak lupa beliau mengelus perut buncit Freya, calon cucunya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.