Pejuang Troy [END]

Delapan puluh satu



Delapan puluh satu

0Freya berusaha sekuat tenaga menahan diri untuk tidak melanggar ucapannya kepada Fritz. Selama beberapa hari ini dia hanya akan menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan disekitar tempat tinggalnya dan ke pantai. Kalau bosan, dia akan menuju pasar terdekat dan berbelanja apapun yang menarik perhatiannya.     

Selama beberapa hari pula Freya hanya mendapatkan informasi perihal Troy dari Digta. Sahabat Digta itu dengan teratur mengiriminya kabar. Apa saja yang dilakukan Troy, perkembangan apa yang sudah dicapai oleh Troy.     

'Dia sudah belajar berjalan, jadi dia sudah bisa keluar kamar.'     

Pesan itu membuat Freya bahagia. Meski hanya bisa mendapatkan kabar tentang keadaan Troy dari jauh, Freya sudah merasa cukup. Dia akan terus meminta Digta untuk selalu memberinya kabar terbaru perihal kesehatan Troy.     

Ketika sedang sibuk membaca buku di peroustakaan, ponsel Freya berdering. Ternyata Fritz meneleponnya. Dengan sigap Freya mengangkat telepon itu.     

"Halo."     

"Freya, aku sudah membuat janji untuk pemeriksaan dengan dokter kandungan. Hari ini jam 11 pagi." tanpa membalas sapaannya, Fritz langsung mengutarakan niatnya menelepon Freya.     

"Tapi jadwal periksaku masih minggu depan, Fritz." Freya tidak tahu dengan jalan pemikiran kakaknya. Terkadang rasa protektifnya bisa sangat menyebalkan.     

"Freya, aku cuma mau memastikan semuanya baik-baik aja. Itu salah satu caraku untuk mengetahui keadaan kalian." Fritz ngotot dengan pendapatnya. Selain untuk bertemu dokter kandungan, Fritz memiliki niatan lain kenapa dia ngotot Freya harus ke dokter hari ini.     

Agar Freya tidak bisa menolak permohonan Fritz, kakaknya itu telah mengatur jadwal berkunjungnya ke dokter kandungan tanpa sepengetahuannya. Freya selalu berharap agar kakaknya kelak bisa bahagia bersama perempuan yang tepat. Merasakan momen bahagia menanti kelahiran anaknya sendiri.     

Bukan berarti Freya tidak bahagia mendapat perhatian yang begitu besar dari kakaknya, tapi terkadang rasanya menyebalkan.     

Meski keberatan dengan apa yang sudah dijadwalkan, Freya tetap menuruti keinginan kakaknya. Langkah perlahan membuat Freya terkadang tidak sabar, dia sangat ingin berlari saat ini. Tapi perutnya yang sudah semakin membuncit menghalangi gerakannya.     

Paul dengan setia mengawal Freya menuju rumah sakit. Tak perlu menunggu, Freya sudah berada di ruang periksa bersama sang dokter. Mendapatkan penjelasan tentang bayinya yang semakin tumbuh baik.     

"Terima kasih untuk hari ini, dokter. Dan maaf mengganggu waktu anda." Freya berkata dengan tulus.     

Dia tidak tahu kalau sang dokter ternyata tidak memiliki jadwal hari ini. Beliau khusus datang untuk memeriksa dirinya seorang. Kakaknya memang orang yang sangat luar biasa.     

Ketika melangkahkan kakinya keluar rumah sakit, mata Freya menangkap sosok yang familiar. Meski sedikit terhalang Freya bisa mengenali Troy dan Digta yang tengah menikmati udara di taman rumah sakit. Berhenti sejenak, dia mngamati Troy yang sudah banyak kemajuan.     

Alat penopang hidupnya sudah dilepas. Dia sudah bisa bangun dan belajar berjalan hanya dalam waktu seminggu. Sungguh progres yang sangat luar biasa. Kebahagiaannya bertambah, tapi juga terselip rasa sedih.     

Sedih memikirkan fakta bahwa sebentar lagi dia akan berpisah dengan Troy. Karena begitu Troy membaik dan kekuar dari rumah sakit, Freya akan kesulitan menemui Troy.     

"Fenita." teriakan itu menyadarkan Freya dari lamunan. Digta telah menyadari keberadaannya.     

Berlari menuju ke arahnya, Digta datang dengan wajah berseri. Seolah dia menemukan hal berharga secara tidak sengaja.     

"Kamu pemeriksaan rutin? Apa kabar sama baby?" dengan entengnya Digta bertanya. "Ayo, kita kesana, mumpung Troy lagi keluar."     

Tanpa menunggu jawaban dari Freya, Digta dengan ringannya menarik tangan Freya. Membawanya kepada Troy yang duduk di kursi roda.     

Begitu melihat kedatangan Fenita, Troy yang terkejut tak dapat menyembunyikan ekspresinya. Ditambah lagi ketika Troy melihat ke arah perutnya yang buncit. Membuat Freya semakin tidak enak hati dan merasa terusik.     

"Aku cari minum dulu." kata Digta, langsung saja meninggalkan keduanya.     

Keheningan yang canggung itu menyiksa Freya. Jelas dia menyesali keputusannya untuk mengamati Troy tadi.     

"Kamu sehat?" pertanyaan itu terlontar dari mulut Troy. Bisa dipastikan bahwa dia bertanya hanya untuk memecah keheningan.     

"Iya. Kamu?" perlahan Freya berjalan mendekat. Berdiri disamping Troy.     

"Aku baik."     

Siapapun yang mendengat percakapan kaku mereka akan mengira bahwa keduanya baru saja bertemu. Sangat canggung.     

...     

Troy terus memutar otaknya, mencari cara agar dia bisa mengobrol lebih banyak dengan Fenita. Dan pertanyaan terbesarnya sejak pertama kali melihat istrinya adalah perihal perutnya. Siapa ayah bayi itu? Apa Fenita benar-benar sudah melupakannya? Tapi rasanya dia familiar dengan apa yang sedang dilihatnya.     

Setelah keheningan yang lama, Troy akhirnya memberanikan diri untuk membuka suara lagi.     

"Boleh aku menyentuhnya?"     

Troy tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Padahal dia baru memikirkan akan bertanya perihal kehamilan Fenita, tapi kenapa malah pertanyaan itu yang terlontar?     

Di sampingnya, Fenita menatap Troy tidak percaya. Namun pada akhirnya dia mendekatkan tubuhnya, berdiri tepat dihadapan Troy. Agar troy bisa dengan leluasa menyentuh perutnya.     

Awalnya Troy ragu untuk menyentuh perut buncit Fenita, tapi ada dorongan yang menggerakkan tangannya untuk membelai perut itu.     

Rasanya benar-benar diluar dugaan. Belaian yang dia lakukan perlahan membuat Troy merasa takjub. Terlebih lagi ketika dia merasakan gerakan yang terasa dibawah tangannya. Tiba-tiba saja Troy merasa sangat bahagia dan terharu. Air matanya menggenang di ujung matanya.     

"H-hei, B-baby." ketika mengucapkan sapaan itu, air mata Troy jatuh tak terkendali. Gerakan yang terasa dibawah telapak tangannya semakin intens.     

Apa yang terjadi dengan dirinya? Kenapa dia bisa menangis hanya dengan merasakan gerakan halus dari perut Fenita?     

Dia pikir akan merasa canggung dan aneh untuk membelai perut itu, tapi entah kenapa rasanya sangat familiar. Seolah dia sering melakukan hal itu dan ini bukan pertama kalinya dia membelai perut itu.     

"Hei, baby, do you know me?" gerakan itu terasa lagi.     

Ini sangat luar biasa. Pengalaman yang belum pernah dia rasakan seumur hidupnya. Apa ini rasanya menjadi calon ayah? Menikmati setiap momen pertumbuhan janin yang akan menjadi anaknya nanti?     

Bahkan hanya dengan gerakan yang terasa dibawah tangannya, Troy seolah bisa berkomunikasi dengan makhluk itu. Dan seketika dia bisa merasakan cinta yang menyebar di dalam hatinya. Padahal dia belum pernah melihat wujud dia, tapi Troy sudah bisa menyerahkan semua yang dimilikinya untuk bayi itu.     

Air mata terus saja mengalir dan Troy sudah tidak mempedulikan itu lagi. Perlahan, dia menarik tubuh Fenita mendekat dan memeluknya. Ketika pipinya menyentuh perut Fenita, gerakan itu menyentuh pipinya. Betapa hal sederhana itu membuat dirinya merasa bagai melayang.     

Dalam pelukannya, Troy bisa merasakan bahwa tubuh Fenita bergetar. Seketika dia mendongakkan wajahnya dan meliaht ke wajah Fenita. Perempuan itu menangis tanpa suara. Membuat Troy merasa bersalah.     

"Maaf, aku kelewatan." Troy lalu melepas pelukannya, memundurkan kursi rodanya menjauhi tubuh Fenita. Langsung saja tangannya bergerak cepat menghapus air matanya.     

"Freya Mayer." suara yang akrab ditelinga kedua orang itu terdengar. Secara bersamaan, keduanya menolehkan kepalanya.     

Fritz Mayer berjalan mendekat kearah Troy dan Fenita. Keduanya membeku, seolah mereka seperti kepergok melakukan kesalahan.     

"Ayo pulang." tanpa mengucapkan salam, Fritz langsung menarik Fenita menjauhi Troy.     

Rasa mempertahankan yang dimiliki Troy mengusiknya. Dia mengenggam tangan Fenita ketika perempuan itu akan pergi meninggalkannya.     

"Biarkan dia memutuskan apa yang akan dia lakukan, Mr. Mayer." suara Troy penuh dengan penegasan.     

"Aku tahu apa yang terbaik untuk adikku, Mr. Darren." jawab Fritz tak kalah tegas.     

Apa yang baru saja diucapkan oleh Fritz membuat Troy tercengang. Adik? Apa dia tidak salah dengar?     

"Apa maksudmu, Fritz Mayer?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.