Pejuang Troy [END]

Tujuh puluh enam



Tujuh puluh enam

0Ucapan Alea bagaikan doa yang dikabulkan oleh Tuhan. Aaron melihat istri Troy Darren itu keluar dari rumah dengan mobil. Dan yang lebih beruntungnya lagi, perempuan itu pergi seorang diri.     

Segera saja Aaron mengikuti kemana mobil itu melaju. Tentunya dengan menjaga jarak aman agar tidak ketahuan kalau dia sedang menguntit. Apalagi dia sedang menguntit seseorang yang penting bagi Fritz Mayer. Bisa bahaya kalau dia ketahuan.     

Freya pergi menuju sebuah taman yang ada di pinggir kota. Disana terhampar bunga-bunga yang cantik dan pepohonan yang rindang. Sama seperti yang ada di halaman belakang rumahnya.     

Setelah meminta Paul untuk menunggu di mobil, Freya ingin menikmati hari yang cerah ini dengan berjalan-jalan. Menghirup sebanyak mungkin aroma bunga yang menyegarkan. Juga menikmati kesendiriannya. Beruntungnya taman hari ini tidak seramai biasanya. Maklum saja, ini adalah hari Senin dan masih dalam jam kerja.     

"Fenita." suara itu terdengar.     

Tentu saja Freya segera menghentikan langkahnya. Siapa yang akan memanggil nama itu disini? Kecuali dia orang yang sudah lama mengenalnya. Siapa? Apakah itu Troy?     

"Fenita, ini Aaron." ucap suara itu lagi, setelah tidak mendapat respon dari orang yang dipanggilnya.     

Entahlah, tapi mendengar bahwa orang yang memanggilnya bukan Troy, Freya merasa lega. Dan kekhawatirannya segera menghilang. Lalu Freya membalikkan badannya, menghadap Aaron yang tampaknya sedikit terkejut.     

Freya bisa menduga bahwa sahabat Troy itu terkejut melihat Freya yang tampak lain. Ditambah lagi perutnya sekarang sudah membuncit.     

"Kamu ada waktu?" Aaron mulai berjalan mendekati Freya. Respon Freya adalah melangkah mundur.     

"Ada apa?"     

"Itu anak Troy?" tanya Aaron, mengamati perut buncit Freya.     

"Ini anakku."     

"Oke." ekspresi Aaron tidak bisa ditebak.     

Tapi Freya tidak mau berlama-lama mengurusi Aaron. Seketika Freya menyesal menyuruh Paul untuk tetap di mobil. Dengan langkah sedikit gugup, Freya berjalan menjauh. Sebisa mungkin dia segera mencapai mobil yang membuatnya merasa aman.     

"Fe, temui Troy meskipun sekali. Aku yakin dia nungguin kamu sekarang. Please." suara Aaron di kejauhan masih tetap terdengar.     

Apapun itu, Freya sudah tidak mau berurusan lagi dengan Troy Darren dan orang-orang disekitarnya. Dia hanya ingin hidup damai dengan anaknya dan melupakan masa lalu. Tapi kenapa itu terasa sulit? Bahkan ketika dia merasa semuanya berjalan lancar, ada saja sesuatu atau seseorang yang membuatnya teringat pada Troy.     

Tampaknya Aaron tidak mau menyerah begitu saja. Dia masih mengejar Freya yang hampir mencapai mobilnya. Hampir saja dia berhasil meraih tangan Freya, kalau saja Freya tidak berteriak. Membuat Paul menyadari ada hal yang tidak beres. Pengawal itu langsung saja menghalangi Aaron dan membekuknya.     

Freya sempat mendengar suara erangan Aaron karena kesakitan. Paul sudah berhasil membuat Aaron bertekuk lutut. Tapi Freya tidak mempedulikannya. Dia tetap memasang wajah datarnya dan bersikap setenang mungkin.     

Begitu sampai di rumah, Freya langsung mengurung diri di kamar sampai Fritz pulang.     

"Kamu baik-baik aja?" Fritz yang baru saja kembali dari kantor langsung mendatangi kamar Freya. Dia sangat khawatir.     

Tadi siang, Fritz mendapat telepon dari Paul. Pengawal yang khusus dia sediakan untuk menjaga Freya itu memberitahu bahwa ada orang asing yang mengikuti Freya tadi. Dan Paul bercerita bahwa meski Freya ketakutan, dia menyembunyikan ketakutan itu dengan sempurna.     

"Aaron Greene." hanya itu yang Freya ucapkan.     

Fritz langsung memeluk adiknya. Kini dia tahu bagaimana takutnya Freya. Itu artinya Troy semakin dekat dengan mereka. "Kamu mau pindah? For a while."     

Anehnya Freya menggelengkan kepalanya. "Let's meet him, for the last time." genggaman Freya sangat kuat ditangan Fritz.     

Ada sedikit kekhawatiran yang melingkupi Fritz. Iya, dia takut hal ini akan mempengaruhi kesehatannya dan juga bayi Freya. Mengingat betapa besar usahanya untuk bisa sampai sekarang ini.     

"Temani aku." lanjut Freya lagi.     

...     

Aaron tak pernah menyangka kalau Fritz Mayer akan menyewa pengawal untuk menjaga Fenita. Dan kuncian yang dibuat oleh pengawal itu benar-benar menyakitkan. Badannya bisa saja remuk kalau saja pengawal itu tidak segera melepaskan kunciannya.     

"Gila nggak sih si Mayer itu? Sakit semua badanku." keluh Aaron ketika mengabarkan kepada Digta perkembangan terakhirnya. Dan dia masih belum bisa membawa Fenita untuk bertemu Troy di Brisbane.     

"Mau gimana lagi. Coba kalau kamu berada di posisi Fritz." kata Digta. "Apa rencana kamu selanjutnya?"     

"Entah. Mungkin aku harus menemui Mayer lagi. Kalau nggak berhasil juga gimana?"     

"Its okay, karena kamu sudah mencoba. Asal jangan korbanin nyawa kamu aja." kata Digta. Karena apa saja bisa terjadi.     

Setelah mematikan sambungan telepon, Aaron berniat untuk kembali ke apartemen Troy dan beristirahat. Lelah yang dialaminya bukan hanya lelah fisik, tapi juga mental. Seolah dia diburu waktu untuk bisa segera membawa Fenita bertemu Troy.     

Ketika memejamkan matanya, Aaron merasa ponselnya bergetar. Panggilan masuk dari nomor asing.     

"Halo."     

"Mr. Greene, anda ditunggu Mr. Mayer di bawah. Silahkan turun untuk bertemu dengan beliau." lalu sambungan telepon terputus. Sangat tidak sopan. Khas seorang Mayer yang bahkan sekarang diikuti oleh para pegawainya.     

Meski sedikit tidak percaya, Aaron tetap saja turun ke bawah untuk mencari sosok yang menyebalkan itu. Benar saja, sebuah mobil hitam sudah mengunggunya. Dia bisa melihat Fritz Mayer berada di dalam mobil itu, duduk dengan tenang dan datar.     

Melihat Aaron mendekati mobil itu, sang pengawal segera menganggukkan kepalanya dan membuka pintu. Entah kemana Aaron akan dibawa pergi. Selama perjalanan, tak ada yang bersuara. Dan Aaron pun tak berniat untuk memulai percakapan.     

Ternyata mereka menuju hotel. Dengan ketenangan yang tak tergoyahkan, Fritz melangkah menuju kamar yang ada di lantai 10. Seolah memang dia sudah mempersiapkan kamar itu untuk bertemu dengan Aaron.     

Perasaan tidak enak langsung menyergap. Pemikiran bahwa dia akan dihabisi oleh Fritz Mayer dan menghilangkan jejaknya terlintas. Bukan hal sulit bagi seorang Mayer untuk melakukan hal itu. Bahkan mungkin tidak akan ada orang yang menyadarinya bahwa sebuah nyawa sudah meninggalkan tubuhnya di dalam hotel mewah ini.     

Di depan kamar yang mereka tuju dijaga oleh seseorang. Aaron mengenali pengawal itu sebagai orang yang telah menghajarnya. Apa itu artinya Fenita ada di dalam kamar hotel ini?     

Pertanyaan Aaron segera terjawab. Disana, di sofa yang paling empuk, Fenita duduk dalam diamnya. Entah kenapa Aaron seperti melihat Fritz dalam tubuh perempuan. Keduanya sangat mirip saat berpose seperti itu. Duduk diam tanpa ekspresi. Membuat Aaron curiga apakah mereka bernapas atau tidak.     

Fritz tentu saja langsung menyuruh Aaron untuk duduk.     

"Apa yang ingin kamu sampaikan?" suara Fritz terdengar, to the point.     

"Bisa aku bicara empat mata dengan Fenita?" sedikit keraguan menyelinap dalam suara Aaron. Dia tentu saja takut melakukan kesalahan yang berakhir dengan dihajar lagi. Itu bukan pengalaman yang menyenangkan oke.     

Dilihatnya Fritz memandang Fenita, seolah meminta penjelasan. Dan jawaban Fenita hanyalah sebuah anggukan.     

"Tak lebih dari 10 menit." ucap Fritz, mengancingkan jasnya dan berpindah ke ruangan lain yang ada.     

Melihat Fritz keluar dari ruangan, Aaron langsung menghela napas. Rasanya dia baru saja lolos dari maut. Ini pertama kalinya dia berurusan dengan Fritz seserius ini.     

"Fe, ayo ikut ke Brisbane. Troy sangat membutuhkan kamu." kata Aaron, tak mau menyia-nyiakan waktu. "Dan anak itu."     

Frenita memang tidak pernah menyebutkan bahwa anak yang ada di perutnya adalah anak Troy, tapi Aaron dengan penuh keyakinan merasa bahwa itu adalah anak Troy. Ditambah lagi Fenita bukan tipe perempuan yang mudah untuk disentuh. Atau itu hanya teori Aaron semata? Apapun itu, dia harus meyakinkan Fenita dalam waktu 10 menit.     

"Mr. Greene, kamu tahu bahwa Troy tidak pernah menginginkan ini. Jadi aku mohon, berhentilah mengusik hidupku dengan urusan yang menyangkut Troy."     

"Tapi kamu nggak tahu gimana gilanya Troy ketika kamu meninggalkan dia. Dua kali." penekanan kata yang dilakukan Aaron menegaskan bahwa apa yang terjadi sekarang ini juga salah Fenita. Meski hanya sebagian kecil. "Dan kamu nggak tahu betapa Troy sangat mengharapkan kamu. Apa kamu pernah memikirkan Troy sekarang ini?"     

Fenita diam saja. Oke, mungkin beberapa kata yang diucapkan Aaron berhasil mengusik Fenita.     

"He is dying. Dokter menyatakan dia koma."     

Fenita langsung membeku. Jelas terlihat bahwa dia ingin mendengar penjelasan lain tentang perkataan Aaron barusan.     

"Seminggu yang lalu dia kecelakaan. beberapa hari setelah dia datang kesini untuk menemuimu. Dan sekarang dia berjuang untuk bertahan. Dokter tidak tahu berapa lama dia akan koma." Aaron mengutak-atik ponselnya. Memperlihatkan Troy yang terbaring lemah di tempat tidur dengan berbagai selang dan kabel yang terhubung ke alat-alat penyokong kehidupannya.     

Setitik air bening itu jatuh dari pelupuk mata Fenita. Meski merasa menjadi orang yang paling jahat, tapi Aaron tetap harus bisa mencapai tujuannya. Dan meyakini bahwa Troy akan tersadar setelah Fenita disisinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.