Pejuang Troy [END]

Enam puluh delapan



Enam puluh delapan

0Tiga hari berada di rumah sakit membuat Freya sedikit tertekan, tapi ada sisi positif yang bisa dia ambil. Dia bisa makan dengan teratur dan istirshat dengan baik. Wajah pucatnya pun kini sudah berangsur menghilang. Tergantikan oleh wajah yang sedikit berseri.     

Fritz sengaja mengambil cuti agar dia bisa merawat adiknya dengan telaten. Bahkan dia tidak segan-segan membersihkan muntahan Freya yang terus saja berlangsung. Meski sedikit heran, Freya tidak bertanya tentang sebab muntah yang terus dia alami. Dan Fritz belum ada niatan untuk memberitahukan kebenaran kepada Freya. Tentang kondisinya dan kehamilannya.     

"Hari ini anda sudah bisa pulang, Miss." kata Dr. Robinson ketika memeriksa laporan kesehatan Freya. "Tapi anda harus datang lagi bulan depan untuk pengecekan ulang." imbuh Dr. Robinson.     

"Terima kasih, Dokter." jawab Freya bersemangat.     

Akhirnya dia bisa pulang ke rumah. Menikmati tempat tidurnya yang nyaman dan tenang, menikmati makanan yang enak, lingkungan yang menyenangkan. Ah, semua kenikmatan yang dia impikan selama beberapa hari tinggal di rumah sakit ini.     

Jovita yang mendengar kabar bahwa Freya akan pulang dari rumah sakit segera datang. Padahal hari ini dia masih harus mengikuti 2 kelas lagi. Dengan dalih menjemput sahabatnya yang pulang dari rumah sakit, Jovita seperti menghalalkan segala cara.     

"Jangan salahkan aku kalau nilai kamu buruk, Jo." kata Freya yang terus saja tersenyum bahagia.     

"Tenang aja, aku nggak akan meminta ganti rugi untuk hal itu."     

"Meminta ganti rugi pun aku tetap tidak bisa berbuat banyak kalau menyangkut nilai." cibir Freya, berjalan dengan sangat Hati-hati karena sedikit limbung.     

"Kamu mau pake kursi roda?" tanya Fritz, yang menyadari kalau adiknya seperti kesulitan berjalan.     

"Yes, please."     

Dokter memang menyatakan bahwa dia sehat, semua hasil tes menyatakan dia baik-baik saja. Tapi entah kenapa Freya merasa ada hal aneh pada dirinya. Dia tetap saja merasa mual dan muntah yang berlebihan. Bahkan setelah meminum obat, tetap saja terasa seperti itu. Ditambah lagi, tubuhnya menjadi sangat lemah.     

Ketiga orang itu berjalan keluar rumah sakit bersama, diikuti Paul yang setia dibelakang Freya dan juga Taylor yang setia mengikuti kemanapun Fritz pergi. Mobil sudah menunggu di luar area rumah sakit, jadi merka tidak perlu menunggu.     

Home sweet home. Rasanya Freya ingin berlari mengelilingi rumahnya saking bahagianya. Sudah hampir 3 bulan dia tidak tinggal di rumah keluarga Mayer karena harus bersembunyi dari seseorang. Seharusnya tidak akan ada masalah saat ini kalau dia tinggal disini sekaran, mengingat orang yang harus dia hindari sudah meninggalkan negara ini.     

"Feel better?" Fritz yang mengamati adiknya yang bahagia, merasa penasaran.     

"Sangat. Rumah selalu menjadi tempat yang paling dikangeni diseluruh dunia." jawab Freya antusias.     

"Oh my, tiga hari di rumah sakit dan kamu menjadi Miss Lebay?" rasa-rasanya Jovita tidak tahan untuk tidak menggoda sahabatnya.     

Merasa kalah suara, Freya hanya bisa manyun. Tapi dia merasa bahagia karena bisa berkumpul dengan keluarganya.     

Tepat jam 3 sore, Jovita berpamitan. Dia harus memghadiri kelasnya agar bisa mendapat nilai terbaik yang bisa diusahakan. Selagi masih ada waktu. Karena dosen yang mengajar terkenal killer dan pelit nilai.     

Sambil menunggu makan malam disiapkan, Freya dan Fritz menikmati suasana tenang di halaman belakang. Tempat favorit keduanya untuk melepas penat. Suasana tenang dengan gemericik air yang sangat membius. Meski keduanya tidak berbicang atau melakukan apapun, mereka betah berlama-lama disana. Bahkan tak terasa sudah hampir dua jam. Apa waktu berjalan dengan cepat?     

Lamunan mereka terpecah karena Brendan mengingatkan keduanya bahwa makan malam sudah siap.     

"Ayo makan malam dulu, setelah itu minum obat." Fritz mendorong kursi roda Freya, memasuki rumah untuk menikmati makan malam.     

Rasanya menyenangkan melihat Freya makan dengan lahapnya. Mengingat beberapa hari ini dia terus daja mengeluarkan makanannya hanya beberapa menit setelah selesai makan. Jujur saja keadaan Freya membuat Fritz khawatir. Karena dia sadar, adiknya harus berjuang untuk menghidupi dua orang. Dirinya sendiri dan janin yang ada di perutnya. Akan tetapi kalau kondisinya seperti ini, Fritz tidak yakin keduanya akan bertahan.     

Benar saja, tak lama setelah menyelesaikan makan malamnya, Freya langsung memuntahkan semua makanannya. Rasa sakit di perut dan tenggorokannya serasa membakar, terasa perih. Bahkan ketika sudah tidak ada yang bisa dikeluarkan, Freya tetap muntah. Membuat air matanya tak bisa ditahan.     

Fritz sangat sedih melihat itu. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena kata dokter ini memang wajar. Perubahan hormon kehamilan bisa berdampak seperti itu. Kalau saja membunuh itu tindakan legal, tentu Fritz akan dengan senang hati membunuh janin itu. Agar adiknya tidak perlu menderita seperti itu. Ditambah lagi, Freya akan terlepas dari bayang-bayang Troy selamanya. Mengingat nama itu, Fritz otomatis mengepalkan tangannya. Amarahnya langsung tersulut.     

"Kamu baik-baik aja?" tanya Fritz, setelah Freya selesai membersihkan diri. Jawaban Freya hanya anggukan, karena dia sudah merasa lemah. "Perlu aku panggilkan dokter?"     

"Im fine. Aku udah mulai terbiasa dengan ini." jawab Freya sambil tersenyum. Jelas dia tidak mau membuat kakaknya khawatir.     

"All is well. Bertahan beberapa waktu lagi, semua akan kembali normal."     

Or not, batin Fritz. Karena dokter juga berkata, kondisi setiap ibu hamil berbeda. Ada yang mengalami morning sickness disemester awal kehamilan, tapi ada juga disepanjang kehamilan. Itu artinya bisa saja Freya mengalami ini selama 7 bulan kedepan.     

Membayangkannya saja sudah membuat bergidik, apalagi yang menjalani.     

...     

Awalnya Aaron ingin menolak ajakan Troy untuk liburan ke Brisbane, tapi sang istri dan anak yang telah mengetahui rencana itu terus saja merengek. Membuat Aaron tidak bisa menikmati ketenangan saat di rumah. Dengan terpaksa akhirnya dia mengajukan cuti untuk liburan. Daripada dia terus saja mendapat teror dari anak dan istrinya.     

"Aku hanya bisa cuti 10 hari kerja. Jadi kalau kita berangkat hari jumat, aku bisa liburan lebih banyak disana." ucap Aaron pasrah.     

Digta dan Troy hanya bisa tersenyum mendengar Aaron yang akhirnya mengalah. Tentu saja ini ide keduanya untuk memberitahu Alea, istri Aaron, agar sang istri terus membahas perihal liburan ini. Yah, terkadang laki-laki yang tangguh sekalipun akan kalah bila berhadaoan dengan sang istri. Rencana keduanua berhasil.     

Diam-diam Digta dan Troy bertepuk tangan.     

"Oke, karena sudah pasti semua ikut, kita berangkat 3 hari lagi. Oke?" Troy mengakhiri diskusi ketiganya.     

Sekali lagi, Aaron hanya bisa pasrah. Tapi tidak dengan Digta, dia terlihat sangat bersemangat. Karena kota Brisbane adalah kota favoritnya.     

"Aku pamit dulu." kata Troy sembari bangkit dari duduknya.     

"Mau kemana?" Aaron dan Digta bertanya secara bersamaan.     

"Pulang."     

Kedua sahabatnya saling berpandangan. Mereka tak mengira kalau Troy akan menjawab seperti itu.     

"Pulang kemana? Bukannya sekarang apartemen Digta adalah rumah kamu." Tentu saja Aaron penasaran.     

"Aku masih punya rumah. Dan juga rumah Mrs. Vanesa Darren. Remember?"     

Benar-benar hal yang tidak diduga. Apa kepala Troy terbentur sehingga dia kehilangan ingatan? Rasa-rasanya pemuda itu sudah berkata kalau dia tidak akan kembali ke rumah itu.     

Untuk pertama kalinya Troy kembali ke rumahnya sejak kakinya menginjak Indonesia. Dia mengamati seluruh isi rumah yang tetap bersih dan rapi meski tidak ditinggali. Tentu saja ada orang yang tetap membersihkan meski rumah ini tidak ditinggali. Ibunya adalah tipikal orsng yang ribet dan menuntut kesempurnaan untuk semua hal yang berhubungan dengan keluarga Darren.     

Ketika melangkahkan kakinya ke ruang tengah, dia mendapati foto besar itu. Foto yang ada di ruang tengah itu masih saja tergantung rapi. Membuat Troy ingin mencabik-cabik foto itu menjadi kepingan. Tapi dia tidak tega, karena itu satu-satunya foto yang terlihat manis. Mereka berdua terlihat bahagia.     

Lama dia mengamati foto itu. Sampai Troy tanpa sadar tertidur pulas di sofa. Bahkan dia sempat bermimpi.     

Entah lah, tapi mimpinya sangat indah. Dia berjalan bertiga, potret keluarga kecil yang bahagia. Dirinya, anak perempuan, dan istrinya. Mereka menikmati siang yang hangat dengan bermain di taman belakang rumah. Sangat bahagia. Bahkan kebahagiaan itu terasa nyata. Tapi anehnya, ketika dia berusaha melihat wajah kedua perempuan yang berharga dalam hidupnya, dia tidak menemukan wajah mereka. Datar.     

Seperti tersentak, Troy terbangun dari tidurnya. Tubuhnya terasa lelah, padahal dia baru saja mengistirahatkannya.     

"Aku harap kami baik-baik aja, Fe." ucap Troy sembari menatap foto pernikahannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.