Pejuang Troy [END]

Enam puluh satu



Enam puluh satu

0Dua minggu setelah Freya mulai tinggal dengan Troy, berita menggemparkan kembali memenuhi kampus. Majalah kampus yang dulu mengekspos fotoTroy dan Fenita kembali menampilkan foto mereka berdua. Kali ini foto yang dikenali sebagai foto pernikahan. Iya, Freya mengenakan gaun pengantin berwarna putih yang memamerkan pundaknya yang menggoda. Tidak hanya pundaknya yang menggoda, gaun pengantinnya pun tak luput mendapat komentar yang mencengangkan karena harganya. Bagaimana tidak, perhiasan yang tersemat digaun itu tentu sangatmahal dan mewah.     

Try pun tak kalah mempesona dalam foto itu. Setelan tuksedo yang dikenakannya membuat ketampanannya semakin meningkat. Ditambah tatanan rambut yang rapi dan wajah yang mulus rasanya membuat betah menciumi wajah itu seharian. Keseluruhan foto itu memang mempesona dan membuat iri siapapun yang melihatnya. Wajah bahagia kedua mempelai terpancar, seolah semua kebahagian yang ada di bumi ini telah menjadi milik mereka berdua.     

"Betapa beruntungnya dia terlahir dari keluarga Mayer dan memiliki suami yang kaya."     

"Kita tidak bisa tahu apa yang udah dilalui sama penganti perempuan. Bisa saja kan dia menggadaikan hidupnya untuk bisa hidup mewah."     

"Apa yang dia lakukan sehingga dia bisa mendapatkan seorang Troy Darren?"     

"Mungkin dia sudah menyerahkan seluruh tubuhnya sebelum bisa mengenakan gaun cantik itu."     

Berbagai komentar miring tetap saja hinggap ditelinga Freya. Iya, pekerjaan orang adalah mengomentari kehidupan orang lain. Tak terkecuali dirinya. Meski dirinya adalah seorang Mayer yang terhormat sekalipun.     

"Aku nggak pernah mengira kalau kamu memiliki gaun secantik itu." terlihat Jovita berulang kali melihat foto pernikahannya.     

"Itu bukan aku yang memilih, Madam Vanesa menyiapkan semuanya." kata Freya, mengingat bagaimana pernikahannya dulu berlangsung.     

"Apa mama mertua kamu baik?"     

"Sangat baik." sebuah senyum tersinggung di wajah Freya. Mengingat betapa baiknya mama mertuanya karena selalu membela dirinya bagaimanapun keadaannya. Bahkan Troy harus mengancamnya untuk tidak melapor kepada Madam Vanesa agar dirinya tidak terkena masalah.     

"Aku penasaran, gimana kehidupan pernikahanku nanti. Akan seperti yang kamu alami atau nggak." Jovita menerawang, memandangi langit musim panas yang mulai terik.     

"Aku dulu juga memikirkan hal itu, tapi saat aku sudah menikah, aku bahkan tidak sempat memikirkan apakah kehidupanku akan sesuai bayangan atau tidak." Freya ikut memandangi langit yang biru.     

Sebenarnya Freya belum menceritakan kehidupan pernikahannya secara keseluruhan kepada Jovita. Dia tidak ingin menghancurkan impian sahabatnya karena memiliki kehidupan pernikahan yang tidak sesuai ekspektasi. Lagipula, Freya tidak mau kehidupan pribadinya diketahui banyak orang. Cukup dia dan keluarganya yang mengetahui.     

Ketika mereka berdua sudah larut dalam lamunan, waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Itu tandanya mereka harus segera kembali ke kelas untuk mengikuti ujian akhir semester. Betapa waktu berjalan dengan cepat. Tak terasa waktu yang akan Freya habiskan dengan Troy akan berakhir sebulan lagi.     

Tepat pukul enam sore, Freya dan mahasiswa lainnya keluar dari kelas. Mereka telah menyelesaikan ujian mereka untuk hari itu, hari pertama ujian mereka. Terlihat wajah-wajah kusut yang tampaknya sudah kehilangan selera untuk makan malam ataupun berpesta. Yang ada dipikiran mereka hanyalah bagaimana mereka bisa melewatkan ujian ini dengan baik dan mendapatkan hasil yang memuaskan. Kalau perlu mereka tidak usah menjalani ujian tetapi mendapat nilai yang bagus. Ah betapa indah hidup ini bila hal itu terjadi.     

"Rasanya aku udah nggak kuat pulang." Jovita berjalan keluar kelas dengan langkah sempoyongan.     

"Ya udah, nginep aja di rumahku." ajak Freya.     

Malam ini kedua gadis itu akan melewatkan makan malam bersama dengan kakak Freya. Dan Troy juga sudah mengetahui akan rencana Freya melewatkan makan malam. Bahkan dengan senang hati dia akan bergabung setelah menyelesaikan pekerjaannya.     

Sebuah mobil SUV hitam sudah terparkir manis di area parkir kampus. Semua mata tak lepas memandang mobil mewah yang harganya bisa mencapai jutaan dollar. Ketika mendapati mobil yang menjemputnya sudah datang, Freya dengan langkah ringannya menuju mobil mewah itu. Sang supir sudah siap sedia membukakan pintu untuk majikannya.     

"Selamat sore, Miss." sambutnya ketika melihat Freya mendekat.     

Jovita yang melihatnya tentu merasa iri. Karena selama ini dia hidup dalam kondisi keuangan yang biasa saja, tidak semewah yang dijalani sahabatnya itu. Tapi dia tetap menyadari bahwa apa yang menurut kita itu mewah, bagi orang lain belum tentu begitu.     

"Aku nggak bawa baju ganti." ucap Jovita. Dalam kalimatnya itu tersimpan makna lain, yang artinya dia tidak mau bergabung dengan keluarga Mayer untuk makan malam.     

"Kita bisa ambil baju ganti untuk kamu dulu atau kamu bisa pakai bajuku." balas Freya, yang bersyukur ukuran baju mereka sama.     

Mendengar jawaban Freya, seketika Jovita tidak bisa mengelak lagi. Dia benar-benar tidak mau menjadi orang ketiga yang mengganggu waktu berharga Freya bersama kakaknya. Ditambah lagi, melihat orang lain tampak bahagia disaat dia sendiri merasa sedih membuatnya tampak bodoh. Iya, Jovita baru saja putus cinta dengan kekasihnya. Orang yang selama setahun terakhir menemani dan mengisi hidupnya yang sepi karena jauh dari keluarganya.     

"Something happens?" tanya Freya yang menyadari ada yang aneh dengan sahabatnya itu.     

Menjawab pertanyaan Freya, Jovita hanya menggelengkan kepalanya. Bahkan dengan konyolnya Jovita tersenyum.     

Freya memang belum mendapat cerita lengkap tentang bagaimana hubungan Jovita dengan Dainen, pacar Jovita, bisa kandas. Memang cerita hidup tidak pernah ada yang tahu bagaimana akhirnya, dan perlu pembelajaran yang harus dialami agar bisa menjadi manusia yang lebih baik. Dan Freya menanti dengan sabar sampai sahabatnya mau menceritakan kepadanya tanpa paksaan.     

...     

Meja makan sudah siap sedari tadi. Freya sudah memberi kabar bahwa dia akan datang bersama dengan Jovita. Dan Troy akan datang juga untuk bergabung dengan mereka. Mendengar ataupun membaca nama 'Troy' saja sudah membuat Fritz emosi, apalagi sekarang dia harus berhadapan langsung dengan orangnya. Entah kapan rasa bencinya kepada Troy akan berkurang, atau bahkan hilang. Dia harus mencobanya karena adiknya terlihat bahagia bersama pemuda itu. Fakta yang menyakitkan untuk diterima.     

"Kakak yang nyiapin semua ini?"dengan manjanya Freya memeluk kakaknya dari belakang.     

Dua minggu terasa bagai dua abad karena Fritz tidak bertemu dengan adik tersayangnya. Bisa dibayangkan bagaimana hidup sendirian lagi setelah ada orang yang menemani hari-hari yang mulai membosankan itu.     

"Kamu datang?" Fritz membalikkan badannya, memeluk adiknya dan memberikan senyum sapaan kepadaJovita.     

"Iya. Dan kita kelaparan."     

Tawa Fritz tak pernah hilang ketika bersama dengan adiknya. "Oke, mari kita makan dulu. Aku tahu, berpikir itu menghabiskan energi."     

Ketiganya lalu duduk disebuah meja yang sudah disipakan. Mereka bertiga menikmati makan malam di halaman belakang, ditemani suara gemericik air yang membuat perasaan menjadi tenang. Benar-benar makan malam yang romantis.     

Troy memang datang ke rumah keluarga Mayer untuk makan malam, tapi dia sadar bahwa acara makan malam sudah berakhir ketika dia sampai disana. Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam ketika Troy sampai. Dia membawa sebotol anggur sebagai buah tangan untuk dinikmati bersama.     

"Ayo pulang." bisik Troy ketika mereka sudah menghabiskan separuh anggur yang dibawa Troy.     

Freya langsung menganggukkan kepalanya dan mengemasi barang bawaannya.     

"Aku pulang dulu. Sampai ketemu lain waktu." Freya mencium pipi kakaknya dengan penuh sayang. Tak lupa memberinya pelukan.     

Walaupun sudah berbesar hati menerima kenyataan bahwa perempuan yang disayanginya lebih memilih laki-laki lain, tapi tetap saja melihat Fenita mencium dan memeluk Fritz terasa menganggu. Ingin marah tapi tidak bisa.     

"Jo, kamu bisa tidur di kamarku. Besok kita berangkat bareng." ucapnya kepada Jovita yang tengah sibuk mengetik laporan yang akan dikumpulkannya besok.     

"Oke, Darling." hanya itu jawaban Jovita, karena dia langsung mengalihkan padangannya kembali ke laptopnya.     

Dengan mesranya Troy menggandeng tangan Freya, hal romantis yang belakangan ini menjadi favoritnya selain memeluk dan mencium.     

"Jovita akan menginap disini?" tanya Troy ketika mereka sedang memasang sabuk pengaman.     

"Hmm, kenapa?" Freya kembali bertanya.     

"Apa kamu pikir mereka tidak akan menikmati malam bersama?" pertanyaan Troy kini semakin menjurus.     

"Aku nggak tahu. Selama ini mereka biasa aja. Selama tidak merugikan, aku pikir nggak masalah." jawab Freya dengan enteng.     

Dia memang tidak pernah mempermasalahkan kakaknya akan menjalin asmara dengan siapapun, selama mereka saling mencintai dan menerima satu sama lain. Dan menurut Freya, Jovita bukan pilihan yang buruk karena sahabatnya itu adalah orang yang baik. Keduanya mungkin akan terlihat cocok satu sama lain. Mungkin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.