Pejuang Troy [END]

Enam puluh dua



Enam puluh dua

0Ujian akhir semester ini membuat Freya sangat sibuk. Dia harus bisa membagi waktu antara kuliah dan rumah, karena sekarang dia tidak lagi dilayani oleh para asisten rumah tangga. Meskipun berulang kalo Troy sudah menawarkan untuk menggunakan jasa asisten, tapi Freya memilih untuk menolaknya, dengan alasan rumah tidak terlalu besar. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, cukup melelahkan dan menyita waktu untuk membersihkan setiap sudut rumah. Belum lagi dia harus memasak untuk keduanya.     

Untungnya, Troy tak pernah mengeluh tentang keadaan rumah bagaimanapun wujudnya. Malahan, dengan senang hati Troy akan membantu mengerjakan pekerjaan rumah bila Freya sedang sibuk dengan hal lainnya. Benar-benar berbeda dengan Troy yang dulu dikenal oleh Freya.     

'Malam ini mau makan apa? Kita beli aja karena aku pulang lebih awal.'     

Pesan dari Troy masuk ke ponsel Freya, ketika gadis itu sedang bersiap untuk pulang.     

'Terserah. Aku sedang perjalanan pulang, kita bertemu di rumah.'     

Begitulah balasan dari Freya ketika dia memulai perjalanan menuju apartemen Troy. Seperti biasa, dia dijemput oleh supir yang sudah disiapkan oleh kakaknya, agar mempermudah dalam mobilitasnya. Dan kapanpun kakaknya bisa memantau Freya tanpa perlu melibatkan orang luar. Seperti Jovita misalnya.     

Berbicara tentang Jovita, beberapa hari ini Freya tidak menghabiskan waktunya di kampus dengan Jovita. Entah apa yang terjadi, sahabatnya itu tampaknya menghindari dia. Bahkan saat mereka bertemu di kelas pun Jovita tidak menyapa Freya. Tak pelak muncul rasa penasaran, apa yang membuat Jovita bertingkah seperti itu. Apa kakaknya tahu sesuatu?     

Bergerak dengan cepat, jari-jari Freya sudah menekan nomor kakaknya dan melakukan panggilan, tapi Freya segera memutuskan sambungan telepon. Dia tidak mau menganggu kakaknya yang tengah sibuk bekerja, ditambah lagi perjalanan menuju apartemen Troy hampir sampai. Terlihat gedung berlantai 20 itu sudah menjulang tinggi dihadapannya.     

"Kita sudah sampai, Miss." ucap sang supir, ketika dia sudah menepikan mobilnya.     

"Terima kasih, Paul." balas Freya sembari memberinya senyum.     

Langkah kaki Freya yang pendek membuat dia harus berjalan lebih lama, berbeda dengan Troy ataupun Fritz yang memiliki kaki panjang. Entah kenapa, hari ini dia sangat tidak sabar untuk segera tiba di apartemen, mencari wajah yang sekarang sudah akrab bagi pengelihatannya. Orang yang selalu bisa membuatnya merasakan debaran yang tak biasa. Jangan lupakan tatapan yang bisa membuat siapa saja terhanyut dalam buaian.     

Dan disanalah dia, sedang sibuk menata meja makan. Troy masih mengenakan pakaian kerjanya ketika menyelesaikan pekerjaannya menyiapkan makan malam. Itu membuat Freya sedikit terkejut, karena dalam pikirannya Troy tidak akan pulang secepat ini.     

"Kamu udah pulang?" tanya Freya, meletakkan ranselnya.     

"Hei, udah sampai? Aku beli bubur kepiting tadi." Troy langsung memeluk dan mencium Freya ketika gadis itu mendekat.     

"Sepertinya enak." Freya membalas pelukan dan ciuman Troy dengan hangat. "Dimana kamu beli?"     

"Aku mampir ke restoran china tadi, dan mereka merekomendasikan bubur kepiting ini." jawab Troy, terdengar tidak yakin. Yah begitulah, Troy memang sedang menyukai eksplorasinya dibidang kuliner. Hampir semua restoran dia cicipi untuk memuaskan hasrat kulinernya.     

"Kamu ganti baju dan cuci tangan, aku yang akan menyelesaikan sisanya." Freya berkata kepada Troy.     

Dia tidak sanggup bila harus melihat Troy dalam balutan kemeja yang sudah tidak terkancingkan penuh itu, memperlihatkan sebagian dada bidangnya kepada Freya. Atau dia yang mengintip? Bisa dipastikan konsentrasinya akan buyar dan mengacaukan semuanya.     

Siapa sangka, mereka yang awalnya canggung satu sama lain, kini menjadi pasangan yang sangat harmonis. Bahkan mungkin tidak akan ada yang percaya bahwa mereka sudah hampir bercerai bertahun-tahun yang lalu. Semua usaha yang dilakukan keduanya memang membuahkan hasil yang manis,dan kalau boleh memilih, Freya akan memilih untuk hidup bersama dengan Troy selamanya. Sampai maut memisahkan keduanya.     

Pemikiran yang indah itu terus menghantui Freya belakangan ini. Tak bisa dipungkiri, bayangan dirinya hidup dan melewatkan waktu bersama Troy terlihat indah. Sayangnya bayangan yang indah itu membuat Freya merasa takut. Entah apa yang ditakutinya.     

Kali ini kecanggungan diantara mereka benar-benar telah hilang. Makan malam pun berjalan dengan riuh karena keduanya sibuk menceritakan hari mereka masing-masing. Tentang Freya yang sebentar lagi selesai ujian dan juga Troy yang sedang menghadapi masa-masa krisis di kantornya. Dan juga rencana liburan mereka ketika ujian Freya sudah benar-benar selesai.     

"Gimana kalau kita kepantai?" usul Freya ketika mereka selesai mencuci piring.     

"Pantai terlalu jauh. Yang terdekattetap membutuhkan waktu 2 jam perjalanan." jawab Troy, yang membuat semangat liburan Freya menyusut.     

Melihat itu, Troy langsung menambahi, "Aku cuma nggak mau kamu capek. Atau gimana kalau kita menginap?"     

Mendengar ide itu, senyum Freya langsung terkembang. Ide yang sangat bagus, pikir Freya.     

Sebelum pergi tidur, Freya dan Troy menghabiskan waktu dengan menonton televisi. Mereka memutuskan menonton televisi di kamar agar langsung bisa merebahkan diri saat sudah mengantuk. Ini bukan kegiatan yang menyenangkan karena acara yang disajikan sangat membosankan. Bagi keduanya paling tidak, tapi kegiatan itu selalu saja mereka lakukan setiap malam.     

Troy yang duduk bersandar pada kepala tempat tidur sudah tenggelam pada buku bacaannya, Freya pun begitu. Ditambah lagi Freya harus belajar untuk ujian terakhirnya besok, agar dia bisa mendapatkan hasil yang memuaskan.     

...     

Keheningan di kamar membuat Troy merasa aneh. Beberapa pemikiran yang menyebalkan berdatangan ke dalam otaknya. Sesekali diliriknya Fenita yang masih sibuk dengan buku dan laptopnya.     

"Fe, mau tidur jam berapa?" tanya Troy, ketika menyadari bahwa waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam.     

"Sebentar lagi. Kenapa?" jawab Fenita yang bahkan tidak mengalihkan pandangannya dari laptop.     

Oke, jawabannya sudah bisa dipastikan.     

Sebagai laki-laki normal yang memiliki keinginan lain dalam dirinya, sosok istrinya memang merupakan godaan tersendiri baginya. Apalagi jika mengingat dulu, mereka pernah melewatkan waktu 'berdua' membuat Troy selalu membayangkan yang tidak-tidak. Padahal, dulu mereka hanya melakukannya saat Troy sedang sangat marah ataupun dibawah pengaruh alkohol, tapi bayangan tubuh Fenita tak bisa lepas begitu saja.     

Meletakkan bukunya di meja terdekat, Troy lalu merebahkan tubuhnya. Berharap bahwa kelelahan yang tidak pernah dia rasakan menyergap tubuhnya, memberi rasa kantuk. Tapi Fenita yang didepannya terlihat sangat menggoda. Ditambah lagi istrinya hanya mengenakan pakaian tidur terusan, sedikit memamerkan kulitnya yang harum.     

Nggak, dia lagi belajar Troy, jangan ganggu istrimu hanya karena kamu menginginkannya, batin Troy, bergelut antara melanjutkan keinginannya atau tidak.     

Pada akhirnya Troy pasrah, menenggelamkan tubuhnya dalam selimut dan segera memeluk istrinya yang sedang duduk, sibuk mengerjakan tugasnya. Iya, saat ini prioritas Troy hanya mendapatkan Fenita. Setelah istrinya luluh, dia bisa melakukan apa saja yang dia inginkan bersama Fenita. Termasuk memberikan cucu bagi sang mama yang sudah tidak sabar itu. Dan seperti biasa, aroma tubuh Fenita memang selalu bisa membuatnya merasa relaks dan akhirnya tertidur dengan cepat. Menjauhkan dirinya dari masalah sejauh mungkin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.