Pejuang Troy [END]

Lima puluh delapan



Lima puluh delapan

0Tiga hari selanjutnya Troy habiskan di dalam apartemennya. Sesekali dia akan turun ke bawah untuk membeli beberapa cemilan di minimarket lantai bawah apartemen. Walaupun jaraknya dekat, Troy tetap harus berhati-hati. Masker dan topi selalu dia kenakan untuk menutupi beberapa lukanya yang masih menampakkan lebamnya. Selama ini wajahnya merupakan pusat kepercayaandirinya, tentu dengan wajah yang penuh lebam seperti sekarang ini membuat dia tidak percaya diri. Dia tidak mau orang-orang, yang meskipun tidak mengenal dirinya secara personal, melihat wajahnya yang tampak buruk ini.     

Dan selama itu, tidak ada satupun pesan ataupun panggilan dari orang yang sangat dia harapkan. Fenita.     

Tentu saja Troy merasa sangat sedih. Yah paling tidak dia bisa menanyakan kabarnya untuk sekedar basa basi. Sayangnya tidak. Benar-benar menampakkan bahwa seorang Troy sudah tidak ada artinya dalam hidup seorang Fenita. Bisa dipahami, karena dia sekarang adalah Freya Mayer. Mayer!     

Oke, kini saatnya dia menjalankan rencana yang sempat tertunda. Rencana awal untuk meredam gosip yang beredar di kampus.     

Setelah mengenakan setelan jasnya, Troy menyisir rambutnya dengan rapih. Tak lupa dia mengobati beberapa luka yang masih terlihat. Atau tidak? Agar Fenita sedikit kasihan?     

"Oke, sedikit aja." ucap Troy sambil menyinggungkan sebuah senyuman.     

Ketika mematut dirinya dicermin, Troy merasa ada yang salah dengan penampilannya. Dia hanya akan bertemu dan menjemput Fenita, bukan bertemu dengan klien untuk bekerja, jadi kenapa dia mengenakan setelan jas yang rapi? Pertanyaan itu tidak bisa hilang dari pikirannya. Bahkan ketika dia mengambil kunci dan melangkah keluar apartemen, pikiran itu masih bergelayut. Akhirnya Troy kembali kedalam apartemen dan mengganti bajunya.     

Dia sebenarnya puas dengan penampilannya. Celana kain warna kesukaannya, navy, yang dipadukan dengan kemeja putih dan jas yang senada dengan celananya. Tapi dengan cepat dia melepas jas dan segera mengganti baju. Dalam deretan baju yang ada di lemarinya, Troy memandang dan berpikir. Baju apa yang cocok dikenakan untuk menjemput istrinya? Karena dia tidak mau terlihat tidak berkelas dihadapan Fritz Mayer.     

Pilihannya akhirnya jatuh kepada jaket kulit berwarna hitam yang terlihat santai namun tetap keren. Tentu saja dia harus mengganti celananya agar menjadi senada dengan jaket. Oke, kaos putih akan melengkapi penampilannya.     

Puas dengan penampilan barunya, Troy kini dengan percaya diri melangkah keluar apartemen dan menuju parkiran. Dia bahkan tidak mengenakan masker untuk menutupi wajahnya. Ah, betapa jatuh cinta membuat orang lupa segalanya.     

Ketika mobilnya sampai di kediaman Fritz Mayer, rumah itu terang benderang. Rumah bergaya klasik dengan pepohonan nan rindang tampak di depan matanya. Setelah berhasil mendapat ijin masuk dari sang pemilik, Troy melajukan mobilnya menuju halaman yang tidak cukup luas, tapi dipenuhi dengan hamparan rumput hijau yang menyejukkan mata. Meskipun malam, keindahan rumah itu tetap tersaji karena gemerlapnya lampu.     

Meski bangunan bernuansa klasik, ternyata bagian dalam rumah tidak begitu. Ruang tamu nan luas bernuansakan putih biru menyambut Troy ketika sang kepala pelayan mengantarkannya masuk, bertemu dengan pemilik rumah. Disana, di sofa yang berwarna putih bersih telah duduk sang pemilik rumah, Fritz Mayer, yang sedang membaca dokumen dengan seksama. Pandangannya beralih ketika Brendan Harris memberitahunya bahwa tamu sudah datang.     

"Selamat malam, Tuan Mayer." sapaan itu terdengar canggung.     

"Apa tujuanmu?" tanpa perlu basa basi Fritz bertanya.     

Mungkin bila keadaannya berbeda, Troy atau siapapun akan tersinggung, tapi karena kondisi kali ini lain daripada yang lain,Troy tetap bersikap tenang dan santai.     

"Aku kesini untuk menjemput Freya. Kita harus tinggal bersama agar orang-orang percaya bahwa kami suami istri. Yah walaupun kenyataannya memang kami masih sah."     

Sepintas Troy mengamati raut muka Fritz, dia terlihat sangat tidak senang. Tapi dia tetap tidak bisa melakukan banyak hal karena mereka sudah menyetujui rencana itu. Terlebih Troy sudah membayar dimuka dengan wajahnya.     

Tanpa berkata Fritz Mayer berjalan memasuki rumah. Dalam kesendiriannya, Troy memandangi ruang tamu itu. Tidak ada banyak hiasan, hanya ada lampu dan meja. Juga sebuah foto keluarga yang berukuran besar yang tergantung diatas perapian. Mungkin itu foto keluarga Mayer.     

Ada 5 orang dalam foto itu. Dua orang yang terlihat dewasa bisa dipastikan bahwa mereka adalah sang orangtua, Tuan Mayer Senior dan istri. Lalu ada 2 orang anak lelaki yang mungkin jarak umurnya berdekatan, dan seorang anak perempuan yang masih kecil. Entah kenapa foto itu menarik perhatian Troy.     

"Kok kayanya nggak asing ya? Dimana aku pernah melihat mereka?" Troy bergumam di depan foto itu. Mengamati lebih seksama dan berusaha menggali memorinya.     

Suara deheman dari Tuan Mayer menyadarkan Troy. Sedikit malu karena telah menjelajahi rumah tanpa ijin, Troy segera kembali duduk. Dan dilihatnya Fenita. Dengan gaya khasnya yang santai tapi tetap terlihat sopan. Kemeja putihnya tertutup rok overall hitam selutut. Ditambah tas ransel yang tergantung di punggungnya membuat penampilan Fenita terlihat imut dan santai dalam waktu bersamaan. Ah istri idaman yang sangat cantik.     

"Hanya dua bulan. Kalau Freya merasa tidak nyaman, dia bisa kembali kapan saja. Bahkan sebelum dua bulan." suara penuh ketegasan dari Fritz terdengar lantang.     

"Setuju." lalu Troy mengambil koper besar yang ada di samping Fenita dan segera keluar rumah.     

Sekitar 10 menit kemudian Fenita keluar dari rumah sambil menggandeng tangan Fritz, seolah tidak mau berpisah dengan lelaki disampingnya itu.     

"Its okay, hanya dua bulan. Pintu rumah selalu terbuka untuk kamu pulang. Jangan lupa ngasih kabar, oke?" sambil berkata, Fritz membelai rambut Fenita yang panjang dan tergerai, lalu keduanya berpelukan.     

Pemandangan itu terjadi di depan mata Troy. Dan itu sungguh menyakiti mata dan hatinya. Andai saja dia tidak dalam keadaan terpojok, mungkin dia akan langsung menjauhkan Fritz Mayer dari pelukan istrinya. Kalau perlu mendaratkan beberapa pukulan tampak memuaskan.     

...     

Pikiran tentang dia yang harus tinggal dengan Troy selama dua bulan kedepan membuat Freya gugup. Awalnya dia berpikir kalau kakaknya tidak akan menyetujuinya, tapi ternyata pemikirannya berbeda dengan apa yang dipikirkan kakaknya. Atau dia tidak tahu rencana apa yang tersusun di otak cerdas Fritz Mayer.     

"Kita berangkat sekarang?" tanya Troy ketika pemuda itu sudah berada di balik kemudi. Dengan lemahnya Freya menjawab.     

Troy langsung melajukan mobilnya menuju Kennedy Street Kingston dengan kecepatan sedang. Suasana hatinya terlihat baik ketika mengendarai mobilnya.     

"Kamu sudah makan malam?" Troy memulai percakapan.     

"Sudah." jawab Freya sambil menatap lurus jalanan di depannya. Suasana hatinya sedang tidak baik, karena khawatir dan gugup.     

Ketika mobil sudah memasuki parkiran, Freya semakin gugup. Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan nanti ketika keduanya sudah berada dalam apartemen, tapi dia bukan memikirkan hal yang tidak-tidak. Perlahan, yang rasanya Freya ingin berlari keluar menuju rumahnya, Freya melangkahkan kakinya menuju unit yang ditinggali Troy.     

"Kita sampai. Ini kode kombinasi kunci pintu, diingat." lalu Troy menekan kombinasi angka dan pintu terbuka.     

Ruang tamu yang luas menyatu dengan ruang makan. Tampak berbeda dengan yang Freya ingat ketika dia masuk untuk pertama kali, ketika dia sedang mabuk.     

"Sebenarnya ada dua kamar, tapi kamar yang satunya aku pakai untuk bekerja. Jadi tinggal satu kamar." ucap Troy ketika dia berjalan menuju kamar yang di maksud.     

Dan kali ini, Freya baru menyadari bahwa kamar tidur yang dulu pernah dia tiduri tampak membosankan dengan cat dan warna yang sebagian besar ada disana adalah hitam. Khas kamar laki-laki. Berbeda dengan kamarnya yang cerah karena cat kamar juga cerah.     

Awalnya Freya ingin protes karena dalam kesepakatan, tidak disebutkan bahwa mereka akan tidur bersama, tapi karena keadaan yang memaksa, mau tidak mau freya harus menurutinya. Dia sendiri tidak mau memaksa Troy untuk tidur di sofa meskipun dia yakin sofa sama nyamannya dengan tempat tidur. Ditambah lagi Troy adalah tuan rumah, kenapa dia harus tidur di sofa rumahnya?     

Selesai mengamati kamarnya, Freya segera membongkar koper yang dibawanya. Dia hanya membawa beberapa baju dan sepatu untuk keperluan kuliah dan kerja, juga beberapa peralatan yang dibutuhkan untuk mendukung aktifitasnya.     

"Kamu bisa menyimpan barang-barang kamu disini." dengan cekatan Troy membuka lemari, memperlihatkan tempat kosong yang ada di dalam lemari. Sepertinya memang tempat itu sudah dipersiapkan untuknya.     

Kecanggungan makin terasa karena Troy terus memperhatikan setiap gerak gerik Freya. Bukannya membantu Freya memindahkan barangnya ke dalam lemari, Troy malah sibuk mengamati dirinya dari ujung tempat tidur.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.