Pejuang Troy [END]

Lima puluh enam



Lima puluh enam

0"Aku bisa saja berakting dihadapan semua orang, tapi tidak di depan Fritz"     

Perkataan Fenita mengganggu Troy sedari tadi. Dan hal itu juga yang menyadarkan Troy bahwa ada yang berubah. Iya, kini dia bukan lagi orang yang menjadi prioritas Fenita. Bahkan dia bukan orang yang penting dalam hidupnya. Fakta itu berkali-kali menampar Troy. Membuat luka besar menganga dalam hatinya.     

"Apa aku sebaiknya menemui Fritz Mayer? Tapi Fenita bilang kalau dia sendiri yang akan mengatakannya kepada Fritz Mayer. Kalau aku mengatakannya terlebih dulu, itu sama saja aku tidak mempercayai Fenita." berulang kali Troy mengitari kamar apartemennya. Memikirkan apa saja yang bisa dipikirkannya untuk mencari solusi yang tepat. Tapi tetap saja tidak ada hasilnya karena semakin lama dia memikirkannya, semakin frustasi dirinya.     

Yang ada, kepalanya malah semakin pusing dan membuatnya ingin melampiaskan amarahnya.     

Seperti biasanya, Troy mengambil wine yang ada di lemari penyimpanannya. Secara perlahan menuangkan ke gelas dan meminumnya, sambil menikmati langit malam di Canberra. Memutar ulang kenangan manis yang berhasil dia buat bersama dengan Fenita.     

Dulu Troy berpikir bagaimana dia akan melewati enam bulannya di Canberra, menjadi dosen pengganti dari seorang professor yang sangat disegani. Karena seorang Troy Darren tidak memiliki pengalaman untuk mengajar. Jujur saja ada beban tersendiri yang bersemayam dipundaknya, tapi seiring berjalannya waktu, dia berusaha untuk menikmati perannya sebagai dosen dan juga sebagai seorang suami yang terus berusaha mendapatkan hati istrinya kembali. Ternyata waktu enam bulan itu berlalu tanpa dia sadari akan segera berakhir dan dia masih belum bisa mendapatkan hati Fenita. Sungguh mengenaskan.     

...     

Di dalam kamarnya yang nyaman, Freya tak henti-hentinya mengitari kamar. Dia masih sibuk memikirkan bagaimana caranya memberitahu kepada kakaknya tentang apa yang terjadi di kampus. Juga tentang pertemuannya dengan Mr. Darren yang dengan baik hatinya mengusulkan cara penyelesaian masalah secara sepihak. Tapi kalau harus membuat khawatir kakaknya, sepertinya Freya tidak sanggup. Tapi tidak ada cara lain agar masalah ini bisa selesai.     

"Kak, sibuk?" tanya Freya ketika mendapati kakaknya tengah menikmati kopi di halaman belakang.     

"Nggak. Kenapa?" Fritz menjawab pertanyaan adiknya, sembari menepuk bangku kosong yang ada disampingnya, meminta Freya untuk duduk.     

"Ada yang mau aku sampaikan." Freya tidak berani menatap mata kakaknya, mendekati kakaknya dengan ragu-ragu.     

"Aku udah tahu soal gosip yang beredar. Apa yang akan kamu lakuin?" Freya yang kaget langsung menatap kakaknya dengan tatapan tidak percaya.     

Bukan hal yang sulit bagi Fritz untuk mengetahui apa saja yang terjadi dalam kehidupan adiknya. Tentu saja banyak orang yang akan dengan senang hati memenuhi permintaannya untuk menjaga dan mengawasi sang adik. Ditambah, Fritz mau tidak mau menaruh perhatian lebih kepada adiknya setelah tahu bahwa mantan suaminya ada disekitarnya. Yang membuat Fritz merasa tidak tenang untuk menjalani hari-harinya.     

"Troy bilang dia dipanggil Dekan, dan dia terpaksa bilang kalau kami adalah sepasang suami istri. Makanya dia bilang kalau aku harus membantu dia agar semua orang percaya bahwa kami adalah suami istri."     

Fritz diam saja. Dia berusaha menahan keterkejutannya dalam diam, dan juga memberi kesempatan bagi Freya untuk melanjutkan pembicaraan.     

"Dia minta aku untuk tinggal bareng di apartemennya selama dua bulan kedepan."     

Fritz selalu bersyukur bahwa dia memiliki pengendalian diri yang bagus. Kemampuannya itu sangat berguna belakangan ini, terlebih ketika adiknya menceritakan berbagai hal kepadanya, termasuk soal Troy. Hal-hal yang mengaduk emosinya.     

Setelah menghembuskan napas kuat-kuat, Fritz menatap adiknya. "Kamu setuju? Apa tidak ada cara lain?"     

"Aku belum memberikan jawabanku. Dan aku nggak tahu cara lain yang seperti apa yang bisa meredam berita itu." kini Freya tidak bisa menyembunyikan air matanya. Dia benar-benar putus asa kali ini.     

Dengan penuh kasih sayang, Fritz memeluk adiknya. Dia tidak tahu harus bagaimana untuk menanggapi keadaan adiknya. Jujur saja, dua tahun ini dia menjadi orang yang sangat berbeda karena kehadiran adiknya. Memang dalam arti yang baik, tapi terkadang Fritz masih tidak tahu apakah yang dia lakukan sekarang ini tepat atau tidak. Jangan sampai niatnya untuk melindungi adiknya malah membuat sang adik menderita lebih dalam.     

"Kalau kamu ragu atau memilih untuk tidak mau menjalankan rencana itu, aku yang akan mencari jalan keluar." Fritz mengusap punggung adiknya.     

Sebenarnya ada satu pertanyaan yang terus disimpan Fritz dalam hati, tapi dia ragu untuk menanyakannya. Bagaimana perasaan Freya terhadap Troy?     

Fritz bukanlah orang bodoh yang tidak bisa membaca situasi. Beberapa kali dia mendapati adiknya tertidur dengan memeluk foto orang yang ingin dihajar oleh Fritz, siapa lagi kalau bukan Troy Darren. Begitu melihat hal itu, Fritz bisa menarik satu kesimpulan. Bahwa adiknya itu masih memiliki perasaan terhadap laki-laki brengsek itu, tapi dengan cerdiknya Freya menyembunyikan semua itu. Seolah orang yang bernama Troy tak lebih dari mantan suaminya, orang yang pernah memberinya pengalaman buruk tentang pernikahan.     

Malam ini, Fritz harus bisa mencari jawaban dari pertanyaan itu. Dia tidak mau terlalu lama menebak apa yang dirasakan adiknya, sebelum semuanya terlambat. "Apa kamu masih mencintai dia?"     

Freya melepaskan pelukannya dan memandang kakaknya dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Antara kaget, tidak percaya, penasaran. Entah bagaimana menggambarkannya. Dan Freya sendiri bingung harus menjawab apa untuk pertanyaan kakaknya itu. Karena dia tahu persis bahwa kakaknya itu tidak suka, bahkan cenderung membenci Troy. Menyebut namanya saja mungkin akan memicu kemarahan bagi seorang Fritz.     

"Jawab dengan jujur."     

Air mata yang sebenarnya sudah berhenti mengalir dari mata Freya kini kembali mengalir. Ini pertanyaan yang sulit, tapi dengan besar hatinya Fritz meminta Freya untuk jujur.     

"Aku masih sama seperti yang dulu, hanya berganti nama." dengan kedua telapak tangannya, Freya membenamkan wajahnya. Menutupi air matanya yang jatuh dengan derasnya.     

Oke jawabannya sudah jelas. Sejelas air mata yang tak hentinya mengalir menyusuri pipi Freya. Anggaplah begitu, lalu apa yang akan Fritz lalukan? Menyerahkan adiknya kepada laki-laki yang brengsek itu? Untuk disakiti untuk kedua kalinya? Tidak, dia tidak sebodoh itu untuk membiarkan adiknya menderita lagi. Membiarkan satu-satunya keluarganya tersakiti.     

Ketika malam semakin larut, pikiran Fritz semakin ramai. Pekerjaan, keluarga dan kehidupan pribadinya. Satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah adalah menghadapinya. Sebenci apapun Fritz dengan Troy, dia tetap harus menghargai keputusan adiknya. Yah mungkin bisa dibilang dia akan memberikan masa trial. Kalau memang Freya bahagia dengan kehidupannya, Fritz akan dengan senang hati melepas dan merelakan adiknya untuk lelaki itu. Tapi kalau sebaliknya, mungkin Troy Darren hanya akan tinggal nama. Dia bisa memastikan itu!     

Ketika dia menyalakan mobilnya, Fritz meminta Brendan untuk menjaga adiknya. Lalu dia membelah kota, menuju klub malam yang ada di pusat kota untuk menemui seseorang.     

...     

Dari kejauhan Troy bisa melihat tamu spesialnya berjalan kearahnya. Dia, dan bahkan orang lain, tidak akan menyangka bahwa orang yang biasanya berpakaian rapih dan necis bisa mendatangi klub malam tanpa ada seorangpun yang menyadarinya. Iya, Troy mengagumi bagaimana perubahan cara berpakaian Fritz Mayer yang berbanding terbalik dengan dirinya dikala bekerja.     

"Terima kasih untuk undangannya." ucap Tro begitu lelaki itu mendekat.     

Tanpa basa basi, Fritz langsung melayangkan tinjunya ke wajah Troy. Karena tidak mendapat peringatan dan tidak ada persiapan, Troy terhuyung dan terjatuh dari kursinya. Semua mata tertuju ke arah mereka. Rasa penasaran menyelimuti klub yang sedang panas-panasnya, apa yang membuat kedua lelaki tampan itu saling baku hantam?     

Perkelahian itu berakhir ketika Troy akhirnya berakhir di lantai klub, bersimbah darah dari hidung dan mulutnya. Fritz berdiri menatap ke bawah, ke arah Troy, dan tersenyum sinis.     

"Rencana yang menarik. Kita lihat siapa yang akan menang. Aku atau kamu!" setelah puas, Fritz menginggalkan Troy tanpa ragu. Membiarkan lawannya tergeletak tak berdaya dengan wajah yang babak belur.     

Setelah berhasil menguasai diri, Troy bangun dan merapikan bajunya. Pukulan yang diarahkan tepat ke wajahnya membuat pengelihatannya sedikit terganggu, atau ini karena efek minuman yang tadi diminumnya? Entahlah, yang jelas dia harus segera kembali ke apartemennya dan mempersiapkan pekerjaannya untuk esok.     

Dalam perjalanan menuju apartemennya, Troy tak henti-hentinya tersenyum. Mengingat-ingat perkataan Fritz Mayer yang secara tidak langsung menyetujui rencananya. Rencana yang akan membuat dia bisa lebih dekat dengan perempuan yang selama ini dikuasai oleh Tuan Mayer. Meski dia mendapat luka yang menyakitkan, dia akan menganggap ini adalah bayaran yang harus dia berikan untuk bisa bersama dengan perempuannya, Fenita Miracle.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.