Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Cucu Menantu



Cucu Menantu

"Kalau aku tahu, aku tidak akan bertanya padamu," wajah Sabrina terlihat malu. "Aku ingat apa yang terjadi padaku di mimpi itu, tetapi aku bahkan tidak tahu siapa pria yang bersama denganku. Kak Arka, kalau aku sedang mabuk, apa yang akan kamu lakukan padaku?"     

Tangan Arka berhenti bergerak. Tanpa sadar, tangannya mencengkeram blueberry yang matang di tangannya sehingga sari buahnya yang berwarna biru keunguan mengotori baju putihnya.     

"Hati-hati. Buah blueberry yang sudah matang memang gampang hancur," Sabrina langsung mengambil tisu basah dari tasnya dan membersihkan sari buah blueberry yang mengotori baju Arka.     

Namun, semakin Sabrina berusaha untuk membersihkannya, warna biru keunguan itu malah semakin melebar ke mana-mana sehingga nodanya menjadi besar.     

"Ah, aku tidak bermaksud seperti ini. Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Sabrina menggaruk kepalanya dengan malu.     

Arka memegang tangan mungil Sabrina dan tersenyum."Tidak apa-apa. Aku akan mengganti pakaianku nanti."     

"Kamu belum menjawab pertanyaanku. Kalau aku mabuk, apa yang akan kamu lakukan padaku?"     

Arka memandang ke arah Sabrina lekat-lekat. "Apakah ini seperti tes yang harus aku lalui untuk menjadi kekasihmu?"     

"Benar. Jadi, apa jawabannya?" tanya Sabrina.     

"Karena aku menyukaimu, aku pasti ingin menciummu. Kalau kamu meresponnya dengan terbuka, aku mungkin akan melanjutkannya ke tahap berikutnya," kata Arka dengan terus terang.     

Deg!     

Sabrina merasakan debaran jantungnya. Apakah mungkin pria tiga tahun lalu itu adalah Arka?"     

"Tahap berikutnya? Apa maksudnya itu?" tanya Sabrina.     

"Memilikimu sepenuhnya dan membuatku menjadi satu-satunya pria di hidupmu," jawab Arka.     

Sabrina menelan ludahnya dengan panik. "Aku … Aku hanya bertanya."     

"Apakah aku berhasil melewati tes nya?" Arka tersenyum.     

"Hasil tesnya mengatakan bahwa kamu tidak bisa mengendalikan perasaanmu padaku. Selama kencan, kita tidak bisa pergi ke tempat-tempat sepi berdua," kata Sabrina dengan santai, berusaha menutupi kegugupannya. "Ayo ktia petik lagi blueberrynya."     

"Bagaimana kalau mencobanya? Aku memiliki kendali diri yang lebih baik dibandingkan kebanyakan orang," kata Arka dengan sengaja.     

Sabrina menggelengkan kepalanya. "Kak, apakah kamu pernah melakukan sesuatu?"     

"Iya," Arka mengangguk.     

"Apa itu?" tanya Sabrina.     

"Kalau kamu bisa menang dariku, aku akan memberitahumu," Arka melihat keranjang Sabrina yang masih sedikit.     

Saat jam makan siang, Diana berjalan ke arah taman blueberrynya dengan bantuan tongkat.     

"Arka, Sabrina, ayo makan," teriaknya sambil tersenyum.     

"Nenek, kami akan datang," Arka bangkit berdiri dan menjawab panggilan neneknya.     

Sabrina melihat ke arah keranjang Arka dan kemudian memandang keranjangnya. Ia merasa isi keranjang itu mirip. "Ayo kita kembali. Aku yakin aku tidak akan kalah."     

Arka memandang ke arah Sabrina yang penuh percaya diri dalam diam. Ia hanya tersenyum tipis, tanpa mengatakan apa pun.     

Saat mereka kembali ke rumah, pengawal Arka mengeluarkan timbangan dari dalam rumah. Hasilnya menunjukkan bahwa blueberry yang Arka petik jauh lebih banyak dibandingkan Sabrina.     

Sabrina tidak terima melihatnya. "Pasti keranjangmu lebih berat dibandingkan keranjangku. Bagaimana kalau menimbangnya tanpa keranjang."     

Arka menuruti permintaan Sabrina dan mengeluarkan blueberry itu dari keranjangnya. Meski demikian, hasilnya tetap sama seperti sebelumnya.     

"Yang kalah sudah berjanji untuk memenuhi permintaan pemenang kan?" kata Arka.     

Sabrina melotot ke arahnya. "Aku janji, selama permintaannya masih bisa dipenuhi."     

"Aku ingin mengajakmu naik ke atas gunung untuk melihat bintang di malam hari," kata Arka sambil tersenyum.     

Sabrina menggigit bibirnya dan berkata dengan marah. "Naik ke atas gunung malam-malam. Apa yang kamu inginkan?"     

Bibir Arka sedikit melengkung membentuk senyuman. "Aku ingin membawamu untuk menikmati pemandangan. Tetapi kepala kecil ini sepertinya terlalu kotor dan berpikir yang macam-macam. Apa yang kamu pikirkan?"     

"Apakah benar kamu tidak akan melakukan apa pun?" Sabrina balas tersenyum ke arahnya dengan menantang.     

Arka memandang ke arah wajah mungil Sabrina dan tiba-tiba saja ia tidak bisa berkata apa-apa.     

"Kak?" Sabrina memanggil namanya lagi saat melihat Arka sedang melamun.     

Arka mengangkat tangannya untuk merapikan rambut Sabrina yang berantakan dan menyisipkannya ke telinga. "Benar, aku ingin melakukan banyak hal padamu."     

Senyum di wajah Sabrina membeku. Gerakan tangan saat Arka mengelus rambutnya dan merapikannya itu terlalu intim untuknya. Selain itu, Arka juga mengungkapkan isi hatinya, membuat Sabrina tidak mampu menjawab.     

Ia merasa menyesal menanyakan hal ini. Seharusnya ia tidak usah bertanya. Ia sudah tahu sendiri apa yang ingin Arka lakukan tanpa perlu memperjelasnya.     

"Sabrina, langit malam yang berbintang sangat indah. Ikutlah denganku," Arka melangkah maju dan mendekati Sabrina, memeluk pinggangnya dengan kuat tanpa menyakitinya. Dengan tangannya yang besar, ia sedikit menarik pinggang Sabrina, seolah ingin membawa gadis itu dalam pelukannya.     

Indah sedang membawa sepiring ikan ke meja makan. Dari jendela ruang makan, ia bisa melihat Arka dan Sabrina yang hampir saja berpelukan. Ia tersenyum dan berkata, "Diana, sepertinya kita akan mendapatkan cucu dan cucu menantu."     

Diana tertawa mendengarnya. "Jangan keras-keras. Sabrina sangat pemalu."     

Sementara itu, Sabrina tersenyum dan mendorong tubuh Arka untuk menjauh. "Kak, aku tidak bisa pergi bersama denganmu malam-malam."     

"Bagaimana kalau kita melihat matahari terbenam?" akhirnya, Arka memutuskan untuk mengalah.     

Sabrina tidak menjawab pertanyaan itu dan sengaja mengalihkan pembicaraan. "Aku mencium bau masakan. Ayo kita makan. Aku sangat lapar."     

"Cuci tangan dulu," Arka mengajak Sabrina menuju ke arah kamar mandi.     

Mereka menggunakan sabun khusus yang bisa menghilangkan sari buah blueberry dari tangan mereka. Walaupun tidak bisa benar-benar hilang sepenuhnya, setidaknya ini jauh lebih baik dibandingkan dengan sabun biasa.     

Sabrina terus menggosok tangannya dengan keras, membuat Arka merasa keheranan sekaligus lucu saat memandang hal ini.     

"Biar aku bantu," Arka berjalan ke belakang Sabrina dan mengulurkan tangannya dari samping pinggang Sabrina. Setelah itu, ia menggosok setiap jari-jari Sabrina dengan lembut. Ia tidak menggunakan banyak kekuatan, tetapi mencucinya dengan sangat hati-hati.     

Di pelukan Arka, Sabrina merasakan tubuhnya sangat tegang. Ia bisa mendengar detak jantung Arka dengan sangat jelas, bisa mencium aroma parfum pria itu samar-samar. Arka memang sangat wangi.     

"Kak, apakah kamu pernah membantu orang lain mencuci tangannya?" tanya Sabrina secara tiba-tiba.     

"Hanya kamu," Arka memanfaatkan kesempatan itu untuk mengecup pipi Sabrina.     

Sabrina langsung meringkuk di dalam pelukan Arka dan telinganya ikut memerah karena malu.     

Sudut bibir Arka melengkung melihat wanita di pelukannya itu. Ia mengambil sebuah handuk kecil untuk mengeringkan tangan Sabrina dan menggandeng tangan itu saat berjalan keluar.     

Diana dan Indah saling berpandangan satu sama lain, berpura-pura tidak melihat tangan yang saling bertautan itu.     

Saat makan, Arka meletakkan tangannya di belakang kursi Sabrina seolah tidak ingin melepaskan Sabrina dari pelukannya.     

"Arka, setelah makan siang, kami mau beristirahat. Apa yang akan kalian lakukan nanti?" tanya Diana.     

Arka memandang ke arah Sabrina yang berada di pelukannya dan berkata dengan senyum di wajahnya. "Aku dan Sabrina akan pergi memancing dan kemudian pergi ke atas gunung untuk melihat matahari terbenam. Setelah itu kami akan kembali untuk membuat ikan panggang.     

"Kalau begitu, kamu harus menangkap ikan-ikan besar. Kalau tidak ikannya tidak akan cukup untuk kita semua makan," goda Indah.     

"Hanya ada kita berempat malam ini. Mason sedang pergi dinas dan Aksa sedang ada urusan," Arka tidak memberitahu Diana dan Indah mengenai kesepakatan mereka berempat untuk berkencan selama satu minggu.     

"Baiklah kalau begitu. Nenek akan buatkan ayam goreng kesukaan Sabrina juga," kata Diana sambil tersenyum.     

Indah juga tidak mau kalah mendengarnya. "Sabrina juga menyukai terong hot plate buatan nenek kan? Nanti aku akan pergi ke taman sayuran dan mengambil beberapa terong untuk makan malam."     

Sabrina merasa tersentuh melihatnya. "Tidak usah. Aku tidak mau merepotkan nenek. Biar pelayan saja yang menyiapkan masakannya."     

"Tidak apa-apa. Memang masakan kami bukan yang terbaik. Tetapi kamu senang menyiapkan makanan untuk cucu dan cucu menantu kami," kata Diana dengan penuh semangat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.