Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Bersembunyi di Gudang



Bersembunyi di Gudang

0"Tidak apa-apa. Memang masakan kami bukan yang terbaik. Tetapi kamu senang menyiapkan makanan untuk cucu dan cucu menantu kami," kata Diana dengan penuh semangat.     

"Nenek …" wajah Sabrina merona mendengarkan kata-kata Diana.     

"Kalian membuat Sabrina malu," Arka tertawa. "Kalau nenek ingin memasak ayam goreng dan juga terong hot plate, jangan lupa suruh orang-orang dapur untuk membantu kalian. Kami juga senang kalau kalian mau memasak untuk kami, tetapi jangan sampai kalian kelelahan."     

Diana dan Indah merasa sangat senang saat tahu Arka dan Sabrina mau memakan masakan mereka. Kalau Arka dan Sabrina menolak, malah mereka akan merasa sedih.     

Mereka sama sekali tidak merasa kerepotan.     

Setelah makan siang, Arka dan Sabrina duduk di teras sambil menikmati udara sore dan minum teh. Sementara itu, Diana dan Indah menonton TV sebentar, sebelum memutuskan untuk beristirahat di kamar mereka masing-masing.     

Arka membuat teh sendiri dan menuangkannya untuk Sabrina.     

"Kak, kamu sebaik ini, apakah ada banyak wanita yang menyukaimu?" tanya Sabrina dengan sengaja.     

Matahari menyinari sisi wajah Sabrina, tetapi Sabrina sama sekali tidak keberatan. Ia tersenyum dan menanti jawaban dari Arka.     

Arka hanya memandangnya. Matanya terpaku pada wajah Sabrina seolah tidak bisa mengalihkan perhatiannya lagi.     

"Ada banyak wanita yang menyukaiku, tetapi aku hanya menyukai satu wanita saja," Arka tersenyum saat mengatakannya.     

Sabrina menundukkan kepalanya, berpura-pura meminum tehnya. Tetapi Arka bisa melihat leher dan telinga Sabrina yang ikut memerah.     

"Sabrina …"     

"Apa yang kamu lakukan?" Sabrina menjawab dengan senyum malu-malu.     

"Mengapa kamu tidak berani memandang aku? Semua orang bilang kamu takut padaku. Sepertinya itu benar," kata Arka dengan kecewa.     

Sabrina mengangkat kepalanya dan memandang ke arah Arka, "Aku tidak takut padamu. Aku hanya …"     

"Hanya apa?" Arka memandangnya lekat-lekat.     

"Kamu seperti pemimpin kita. Saat kita bermain bersama, kamu yang membuat keputusan dan memimpin kita semua. Aku menghormatimu. Ya, hormat. Aku menghormatimu, bukan takut padamu," Sabrina akhirnya menemukan alasan yang masuk akal. Rasanya ia ingin memuji dirinya sendiri karena bisa mencari alasan secepat itu.     

"Hari ini adalah kencan pertama kita. Apa yang kamu rasakan?" tanya Arka sambil memandang Sabrina dengan tenang.     

"Kak, aku tidak suka memetik blueberry. Aku tidak suka tanganku kotor karena sari dari blueberry yang susah hilang dan susah dibersihkan. Aku tidak mau mengotori bajuku. Tetapi kalau kamu mau membantu nenek untuk memetiknya, aku bisa menemanimu. Aku mengatakan hal ini, maksudnya, aku ingin memberitahumu bahwa kita tidak cocok."     

"Di mana ketidak cocokannya?"     

"Kamu tidak tahu apa yang aku ingin lakukan dan …"     

"Kamu ingin memancing di kolam dan memasak ikan yang kamu pancing itu," sela Arka.     

"Kamu tahu?" Sabrina memandangnya dengan terkejut.     

"Aku tahu, tetapi aku tidak berniat untuk menuruti semua keinginanmu. Sabrina, cinta itu melibatkan dua pihak. Aku tidak bisa selamanya memberikanmu cinta, sementara kamu tidak memberikan yang sama. Kamu juga harus belajar untuk mencintaiku. Minggu ini, kamu sama sekali tidak mencariku," kata Arka dengan terus terang.     

"Tetapi saat berkencan, selalu pria dulu yang mengejar wanita," kata Sabrina.     

"Pria dan wanita itu setara. Tidak ada yang lebih benar, tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih dari satu sama lain," Arka mengambil cangkir tehnya dan menghirup aromanya. Aroma teh itu membuatnya merasa tenang.     

Sabrina melihat Arka menyesap tehnya dengan sangat tenang.     

"Kak, menurutku kencan hari ini membosankan. Setiap kali bersama denganmu dan melihat wajahmu, aku tidak bisa mengelak dari semua pengaturanmu. Aku selalu mendengar apa yang kamu katakan dan aku tidak menyukainya."     

"Kalau kamu benar, aku akan mendengarkanmu," kata Arka sambil memandang Sabrina dengan penuh sayang.     

"Tetapi kamu selalu benar dan aku hanya bisa mengikutimu agar aku tidak melakukan kesalahan," jawab Sabrina dengan suara pelan.     

"Apakah aku pernah memaksamu untuk selalu mendengarkanku?" Arka mengulurkan tangannya untuk mengelus kepala Sabrina. "Gadis bodoh. Apakah kamu pikir aku senang mengendalikan semua orang? Aku juga lelah. Aku harap aku memiliki seseorang yang bisa berbagi keluh kesah dan kebahagiaan denganku."     

"Kak …" Sabrina memandangnya dengan bingung.     

"Mengapa aku bersikeras untuk memetik blueberry di pagi hari?" tanya Arka.     

"Karena di siang hari sangat panas. Buahnya pasti sudah berjatuhan ke tanah dan tidak bisa dimakan lagi. Kamu mengajak untuk memetiknya di pagi hari agar bisa didinginkan di dalam kulkas dan kita bisa memakannya sambil memancing di sore hari. Aku tahu kamu benar. Tetapi aku hanya ingin kamu memanjakanku saat bersama denganku," kata Sabrina.     

Arka tertawa kecil saat mendengarnya. "Aku pernah mendengar cerita itu. seorang pria yang mencintai seorang wanita memiliki dua aturan dalam hidupnya. Pertama, istrinya selalu benar. Kedua, kalau istrinya salah, kembali ke poin pertama."     

"Benar!" Sabrina mengangguk dengan bangga.     

"Kalau memang begitu, sama saja kamu sedang mencari budak, bukan suami," kata Arka dengan tenang.     

Sabrina mengerutkan bibirnya. "Kamu tidak bersedia menjadi budakku?"     

"Kalau kamu mencintaiku, aku mau melakukan apa pun untukmu. Tetapi kamu tidak memilihku. Sekarang aku hanya ingin kamu belajar, selangkah demi selangkah. Menghindari orang yang salah, menghindari hal-hal yang salah. Agar kamu bisa melangkah dengan lebih berani di masa depan," kata Arka.     

Sabrina tidak bisa menahan diri untuk bertanya. "Kak, apakah kencan dengan hari ini membuatmu senang."     

"Tentu saja aku sangat senang. Kamu sama sekali tidak mengeluh, kamu sabar. Kamu pantas untuk dipuji," kata Arka.     

Sabrina merasa senang saat mendengarnya, ia berjalan menghampiri Arka yang sedang duduk di tatami dan duduk di sampingnya. "Pantas dipuji? Apakah ada hadiah untukku?"     

"Ada. Bolehkah aku menciummu?" tanya Arka.     

"Tidak!" Sabrina langsung menolak tanpa berpikir dua kali.     

Hadiah macam apa itu?     

"Apa yang baru saja aku katakan sehingga kamu menolak?" Arka berpura-pura mengalami amnesia setelah mendapatkan penolakan dari Sabrina.     

"Bolehkah aku menciummu …" jawab Sabrina, mengulang kata-kata Arka.     

"Boleh," jawab Arka sambil tersenyum.     

"Kamu … Kamu menipuku lagi …" kata-kata Sabrina langsung ditelan oleh Arka begitu saja.     

Mereka berdua duduk dalam diam di atas tatami, di teras rumah. Tangan Arka memegang pipi Sabrina dan bibirnya mengulum bibir Sabrina dengan lembut.     

Aroma teh yang samar bisa terasa dari bibir lembut gadis itu. Sabrina tidak tahu apa yang terjadi padanya, tetapi ia menyukai ciuman itu.     

Ia menyukai ciuman itu sehingga ia tidak bisa berhenti berciuman dengan Arka.     

Saat Arka menciumnya, Sabrina merasa bahwa pria itu sedang memanjakannya.     

Arka adalah pria yang sangat tegas dan keras. Tetapi Arka selalu memperlakukannya dengan lembut dan sabar. Sabrina selalu mengetahui hal itu     

"Sabrina, apakah kamu di sini?" pada saat itu, suara Aksa terdengar dari pintu depan.     

Sabrina menepuk pundak Arka untuk mengingatkan bahwa Aksa sedang mencari mereka.     

"Ayo kita sembunyi," Arka menarik Sabrina untuk bersembunyi di gudang.     

Mata Sabrina berkedip dengan penuh semangat. "Apakah kita bermain sembunyi-sembunyian?"     

"Matikan teleponmu," kata Arka.     

Mereka sedang bersembunyi di tempat penyimpanan daun teh. Di sana, ada berbagai macam daun teh yang dikoleksi oleh Diana, memancarkan aroma yang beragam.     

Aksa bergegas mendatangi ke arah teras dan melihat ke arah taman. Ia melihat dua cangkir teh di atas meja, tetapi tidak melihat Sabrina atau pun Arka.     

Cit, cit …     

Tiba-tiba, terdengar suara tikus entah dari mana. Sabrina terkejut setengah mati dan hampir saja berteriak. Untung saja, Arka langsung menelan teriakan itu dengan ciumannya.     

"Umm …" Sabrina menunjuk ke arah ujung dinding di mana ia mendengar suara tikus tersebut. Arka langsung menggendongnya dari lantai agar Sabrina tidak ketakutan lagi.     

Seperti seekor koala, Sabrina bergelantungan pada tubuh Arka. Kakinya melingkari pinggang Arka dengan erat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.