Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Berkencan di Taman



Berkencan di Taman

0Tiba-tiba Sabrina teringat kembali akan ciuman mereka di koridor hari itu. Ia langsung mengalihkan pandangannya dengan malu dan tidak berani menatap ke arah Arka.     

Ia tidak berani bergerak sama sekali sampai ia mendengar suara sabuk pengaman yang dipasang. Ternyata Arka berniat untuk memasangkan sabuk pengamannya.     

Saat ia pikir semuanya sudah selesai, Sabrina menegakkan tubuhnya. Tetapi tiba-tiba ia merasa bibirnya menjadi panas.     

Sabrina mengedipkan matanya satu kali, dua kali … Terlihat tidak percaya.     

Arka mengulum bibirnya dengan antusias. Terutama ketika Sabrina memandangnya begitu dekat, matanya seolah ikut berbicara dan bibirnya yang merah muda seolah memohon pada Arka untuk terus mencumbunya.     

"Jangan melihatku seperti itu. Kalau tidak, aku akan berbuat jahat di sini," Arka mengelus wajah Sabrina. Kelembutan di mata pria itu seolah ingin menenggelamkannya.     

Sabrina menoleh dan berpura-pura untuk melihat ke luar jendela. Meski sebenarnya saat ini ia berusaha untuk menenangkan detak jantungnya yang sedang berpacu gila-gilaan.     

Memang benar. Semuanya berbeda dibandingkan saat mereka masih kecil. Saat mereka masih kecil, ketiga sahabat kecilnya itu hanya pernah mencium punggung tangannya, seperti seorang pangeran pada putrinya.     

Tetapi Arka sudah kehilangan kendali sejak ia menciumnya terakhir kali. Dan hari ini, Arka kembali menciumnya.     

Setelah mobil mereka berjalan cukup jauh, Sabrina tenggelam dalam pikirannya. Sepertinya ia harus meluruskan sesuatu dengan Arka.     

"Kak Arka, aku juga ingin berkencan denganmu, tetapi aku harap kamu tidak terlalu dekat denganku. Terutama berciuman …"     

"Kamu menyukainya," Arka memandangnya dengan senyum di wajahnya.     

"Aku tidak menyukainya. Kamu … Apa yang kamu lakukan di sini?" Sabrina merasakan firasat buruk saat Arka menepikan mobilnya di bawah pohon.     

"Aku ingin menciummu," setelah Arka mengatakannya, ia memegang wajah Sabrina dan kembali menciumnya dengan lembut.     

Sabrina ingin mengelak, tetapi di sana tidak ada cukup tempat untuk menghindar. Ia mengulurkan tangannya untuk mendorong Arka, tetapi apa dayanya saat melawan Arka yang kokoh bagaikan gunung. Ia tidak akan bisa membuatnya bergerak sedikit pun.     

Setelah itu, Sabrina seperti tenggelam mengikuti arus yang Arka ciptakan.     

Arka merasa sangat puas dengan reaksi Sabrina. Ia memandangnya dengan senyum menggoda di bibirnya. "Apakah kamu menyukainya?"     

"Kamu … Dasar tidak tahu malu!" Sabrina merasa kesal. "Aku mau pulang.     

"Apakah kamu benar-benar tidak menyukainya? Kamu mungkin bisa membohongi orang lain, tetapi tidak bisa membohongiku. Kamu menyukai ciumanku," kata Arka dengan percaya diri.     

"Aku belum pernah punya pacar. Aku tidak mengerti mengapa ini terjadi. Ini hanya …"     

"Hanya apa?" tanya Arka dengan lembut.     

"Aku merasa ciuman itu seperti di novel-novel romantis yang aku baca, seperti … bagaimana cara menjelaskannya?" Sabrina terdiam dan kemudian seperti menyadari sesuatu. "Ah, jadi seperti ini! Apakah kamu mengerti perasaan yang aku maksud?" Sabrina menundukkan kepalanya dengan malu.     

Arka mengelus kepalanya dengan lembut. "Gadis bodoh. Tentu saja aku tahu apa yang kamu bicarakan."     

"Mengapa kamu menciumku?" tanya Sabrina.     

"Karena aku menyukaimu dan ingin menciummu adalah instingku. Aku tidak mau kamu menganggap tindakan ini sebagai tindakan yang tidak tahu malu," kata Arka dengan lembut.     

"Kamu memang tidak tahu malu," bisik Sabrina dengan suara pelan.     

Arka tertawa mendengarnya, tetapi ia tidak membantahnya.     

Ia tahu bahwa selama ini mereka bertiga terlalu melindungi Sabrina sehingga Sabrina tidak mengerti apa pun.     

Sabrina tidak mengerti cinta karena keberadaan mereka yang terus melindunginya. Mereka pun tidak mengajarinya mengenai cinta lawan jenis.     

Sekarang, Arka ingin ia yang mengajari Sabrina secara pribadi agar Sabrina bisa menjadi miliknya.     

Mereka tiba di taman pada pukul 9 pagi.     

Matahari sudah bersinar dengan cukup cerah, membuat cuaca cukup panas. Tetapi Sabrina sama sekali tidak mengeluh atau pun takut terhadap sinar matahari. Sejak kecil, ia sangat menyukai alam.     

Sabrina selalu merasa senang saat bekerja di taman, mencabuti rumput liar, memetik buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga, memancing, masak barbekyu dan makan malam di taman.     

Oleh karena itu, Arka memilih taman milik neneknya ini sebagai tempat pertama untuk berkencan.     

Mereka bisa bernostalgia mengenai masa lalu bersama-sama sambil memetik blueberry dan memakannya.     

Sejak kecil, Sabrina sangat menyukai blueberry. Ia selalu mengajak Arka, Aksa dan Mason untuk memetik dan memakan buah blueberry bersama-sama.     

Oleh karena itu, Diana menyisihkan sebagian tempat di tamannya untuk menanam blueberry. Ia juga menanamnya di waktu yang berbeda agar blueberry itu panen di musim yang berbeda dan bisa dinikmati setiap waktu.     

Diana dan Indah sedang duduk di bawah sebuah pohon besar, mengobrol sambil minum teh. Arka mengajak Sabrina untuk menyapa mereka dan kemudian pergi ke taman blueberry.     

Karena takut Sabrina kepanasan di bawah matahari, ia sudah menyuruh orang-orangnya untuk memasang sebuah penutup matahari di atas taman blueberry.     

"Ada banyak blueberry," Sabrina merasa sangat bersemangat saat melihat blueberry yang matang di atas pohon.     

Ia berlarian di sekitar taman tersebut, memetik blueberry sambil memakannya, sementara Arka berdiri tidak jauh darinya sambil memfotonya.     

"Apakah kamu menciumnya?" tanya Sabrina dengan penuh semangat.     

"Bau apa?" Arka memandangnya dengan heran.     

"Bau ikan! Ayo kita memancing!" kata Sabrina sambil menunjuk ke arah kolam pancing yang ada di taman.     

Arka memandang ke arah blueberry yang matang di hadapannya. "Semua blueberry ini sudah matang. Kalau kita tidak memetiknya, buahnya akan jatuh ke tanah. Sayang sekali."     

"Apakah kamu tidak bisa menyuruh seseorang untuk memetiknya?" Sabrina memandang ke arah pengawal Arka yang tidak jauh dari sana.     

"Aku sudah berjanji pada nenek untuk memetik semuanya hari ini. kalau kamu ingin memancing, aku bisa meminta pengawalku untuk membawamu ke sana," Arka memetik blueberry itu satu per satu, dengan sabar.     

Sabrina memandang ke arah kolam tersebut dan kemudian memandang Arka. Akhirnya ia memutuskan untuk tetap tinggal dan membantunya. "Ayo kita memetiknya bersama-sama. Bekerja sama akan lebih cepat."     

Arka tertawa dan mengambil sebuah kursi kecil untuk Sabrina. "Ambil yang besar dengan warna yang lebih gelap …"     

"Aku tahu buah mana yang harus aku petik," Sabrina memandang ke arah keranjang Arka dan berkata. "Bagaimana kalau kita bertaruh, siapa yang memetik lebih banyak. Yang kalah harus memenuhi permintaan yang menang."     

"Baiklah," Arka mengangguk.     

Sabrina mengingat kembali mengenai mimpinya saat ia memetik buah blueberry itu.     

Sesekali, ia akan mengintip ke arah Arka. Siapa sangka seorang CEO perusahaan sebesar Atmajaya Group akan menghabiskan akhir pekannya untuk membantu neneknya memetik blueberry,     

Arka yang sekarang bukanlah Arka si CEO Atmajaya Group.     

Ia mengenakan kaus putih yang bersih dan topi baseball, seperti pemuda pada umumnya.     

"Kak, kemarin malam aku bermimpi," Sabrina memandangnya.     

"Mimpi pria?" tanya Arka.     

"…" Sabrina mengerutkan bibirnya. Bagaimana bisa Arka menebaknya dengan mudah?     

"Kamu benar-benar memimpikan pria? Siapa?" Arka memandangnya dengan senyum di wajahnya.     

Wajah Sabrina langsung merona. "Aku tidak tahu, aku tidak bisa mengingat wajah pria itu. Aku bertanya siapa dia dan ia memberitahuku namanya. Tetapi aku tidak bisa mengingatnya. Aku hanya ingat ia menyebut nama Atmajaya, tetapi tidak dengar nama depannya. Itu hanyalah mimpi bodoh."     

"Atmajaya? Kamu tahu kan pria lajang dengan nama Atmajaya hanyalah kami bertiga?" kata Arka dengan setengah bercanda. "Apakah itu aku?"     

"Kalau aku tahu, aku tidak akan bertanya padamu," wajah Sabrina terlihat malu. "Aku ingat apa yang terjadi padaku di mimpi itu, tetapi aku bahkan tidak tahu siapa pria yang bersama denganku. Kak Arka, kalau aku sedang mabuk, apa yang akan kamu lakukan padaku?"     

Tangan Arka berhenti bergerak. Tanpa sadar, tangannya mencengkeram blueberry yang matang di tangannya sehingga sari buahnya yang berwarna biru keunguan mengotori baju putihnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.