Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Menciumnya Lagi



Menciumnya Lagi

0"Kami sudah membahasnya. Aku akan berkencan dengan mereka, masing-masing selama satu minggu. Dengan begitu, aku bisa memikirkan kembali mengenai perasaanku dan mengetahui siapa yang sebenarnya aku sukai. Bukankah itu ide yang bagus?" Sabrina tersenyum.     

"Apakah itu ide Arka? Dan ia yang akan menjadi orang pertama yang berkencan denganmu?" tanya Raka.     

"Ayah, kamu hebat sekali. Bagaimana kamu isa menebaknya?" Sabrina memandang ke arah ayahnya dengan terkejut.     

"Apakah sesulit itu untuk ditebak?" Raka tersenyum tipis.     

Sabrina tertawa mendengarnya. "Ayah melihat kita tumbuh besar dan ayah pasti tahu kebiasaan kita. Kalau ayah bisa memilih, siapa yang akan ayah pilih untuk menjadi menantu?"     

"Ini adalah hidupmu. Aku tidak mau menentukan masalah yang penting seperti ini. Biar kamu saja yang memilih karena siapa pun yang kamu pilih akan menjadi pendampingmu seumur hidup," Raka sangat menyayangi putrinya, tetapi ia juga menghormatinya. Ia hanya ingin Sabrina memilih siapa yang ia cintai, bukan memilih siapa yang orang tuanya inginkan.     

Sabrina memeluk lengan ayahnya. "Ayah, terima kasih sudah menyayangi dan menghormatiku."     

"Tetapi masalah ini tidak boleh terus diulur," kata Raka, mengingatkan.     

Sabrina mengangguk. Setelah ragu berulang kali, akhirnya ia bertanya. "Ayah, menurutmu dari mereka bertiga, siapa yang paling tidak bisa menahan diri?"     

"Mengapa kamu tiba-tiba bertanya hal itu?" Raka menatap ke arah putrinya dengan curiga.     

"Mengapa ayah memandangku seperti itu? Aku hanya bertanya. Apakah mereka akan …"     

"Semua pria akan kesulitan untuk menahan diri, terutama saat berhadapan dengan wanita yang dicintainya. Jadi, meski kalian berkencan, kamu harus berhati-hati dan melindungi dirimu sendiri. Apakah kamu mengerti?" kata Raka.     

"Kencannya masih belum dimulai. Kalau nanti ada sesuatu yang terjadi, aku akan meminta bantuan ayah. Tidak peduli seberapa larutnya, tidak peduli di mana pun ayah berada, ayah harus segera menjemputku," kata Sabrina dengan manja.     

Raka tertawa. "Tentu saja. Tidak peduli seberapa larut, tidak peduli di mana ayah atau pun kamu berada, selama putri kecil ayah menelepon, ayah akan langsung menjemputmu. Tetapi ayah ingin mengingatkan kamu. Jangan mau pergi ke rumah seorang pria lajang, apa lagi pergi ke hotel bersama dengan mereka. Masih ada banyak tempat untuk berkencan, jadi jangan membahayakan dirimu sendiri."     

"Aku bukan anak kecil. Aku paham, ayah. Jangan khawatir!" Sabrina mengangguk dengan patuh.     

…     

Beberapa hari berikutnya, mereka semua sibuk dengan urusan masing-masing. Arka juga belum sempat mengajak Sabrina untuk bertemu.     

Siapa yang tahu bahwa di hari sabtu malam, Sabrina mendapatkan ajakan untuk berkencan dari Arka.     

Arka mengirimkan sebuah foto padanya dan menuliskan : Blueberry di taman sudah matang. Apakah kamu sedang senggang? Mau membantuku memetiknya?     

Sabrina terdiam sejenak dan kemudian menjawab : Apakah ini kencan?     

Bibir Arka sedikit melengkung saat ia menjawab : Ini bisa dihitung sebagai nostalgia, atau kencan. Terserah padamu saja.     

Sabrina tertawa dan menjawab : Anggap saja ini hari pertama kita kencan.     

Arka menyetujuinya dan berkata : Besok pagi jam delapan, aku akan menjemputmu.     

"Sampai jumpa besok!" Sabrina membalasnya dengan pesan suara.     

"Selamat tidur, Sabrina!" Arka juga membalasnya dengan pesan suara.     

Sabrina memutar rekaman suara itu berulang-ulang kali. Setelah tidak tahu berapa lama ia memutarnya, Sabrina merasa harus mengakui bahwa Arka tidak hanya tampan, tetapi suaranya juga sangat menggoda.     

Sabrina merasa ia bisa mendengar suara itu berulang kali tanpa lelah.     

Malam itu, ia memimpikan kembali malam tiga tahun lalu.     

Tidak peduli seberapa keras ia berusaha untuk melihat wajah pria di hadapannya itu, wajah pria itu terlihat seperti mosaic.     

Sabrina jelas-jelas memegang wajah pria itu dan mengambil inisiatif untuk menciumnya terlebih dahulu. Sabrina juga memuji pria itu karena ketampanannya, tetapi ia tidak bisa mengingatnya.     

Pada saat itu, yang Sabrina tahu, wajah pria itu tertutupi oleh cahaya yang sangat silau. Tetapi ia tetap merasa pria itu tampan luar biasa.     

Walaupun Sabrina tidak bisa mendengar dan mengingat nama yang disebutkan oleh pria itu, ia bisa mengingat bentuk bibirnya.     

Jadi, sejak pagi-pagi buta, Sabrina sudah bangun dan berdiri di depan cermin kamarnya. Saat Samuel datang dan memanggil kakaknya untuk sarapan bersama, ia melihat Sabrina sedang duduk di depan cermin sambil mengucapkan nama Arka , Aksa dan Mason berulang kali.     

"Ayah, kakak sudah gila," teriak Samuel sambil berlari.     

Sabrina duduk di depan cermin sambil memegangi kepalanya. Rasanya kepalanya itu terasa panas karena ia gunakan untuk berpikir keras.     

Mengapa ia tidak bisa mengingat nama pria itu?     

Tetapi saat ia memandang ke arah bibir yang ia ingat itu, ia menemukan bahwa nama Arka dan Aksa membentuk bibir yang sama. Ini sungguh mengesalkan!     

"Ayah, ibu, aku ingin belajar bahasa bibir. Carikan aku guru!" kata Sabrina sambil turun ke lantai bawah.     

"Kalian percaya kan sekarang? Kakak sudah menggila! Lapor Samuel.     

Della baru saja selesai sarapan dan sedang memakai riasan di wajahnya. "Mengapa kamu ingin belajar bahasa bibir?"     

"Aku hanya menginginkannya saja. Ayah …" Sabrina menoleh dan bermanja-manja pada ayahnya.     

Raka tertawa melihatnya. "Baiklah, baiklah. Kalau kamu mau belajar, aku akan mencarikan guru untukmu."     

"Terima kasih ayah. Ayah adalah yang terbaik!" kata Sabrina dengan senang.     

"Ayah pilih kasih! Aku mau belajar karate, tetapi ayah tidak setuju. Sekarang kakak ingin belajar bahasa bibir, ayah langsung setuju," Samuel terlihat kesal.     

"Untuk apa kamu belajar karate? Kamu pasti ingin menghancurkan papan atau batu dengan tangan kan?" kata Sabrina.     

"Bagaimana kakak bisa tahu?" Samuel memandang kakaknya dengan terkejut.     

Sabrina hampir saja memuncratkan nasi dari mulutnya. "Untuk apa kamu belajar hal yang tidak penting seperti itu? Apa gunanya bisa menghancurkan papan dan batu?"     

"Gadis yang ia sukai menyukai pria yang kuat. Jadi, ia ingin belajar karate dan mempraktekkannya di hadapan gadis itu saat ulang tahunnya nanti," Raka meletakkan cangkir kopinya. "Samuel, ayo kamu harus berangkat les."     

Samuel terlihat kesal. "Sekarang kan sedang libur, mengapa setiap hari aku harus pergi les. Aku sangat lelah!"     

"Sam, turuti ayah. Aku akan mencari cara agar kamu bisa mempelajari cara menghancurkan papan dan batu tanpa belajar karate," kata Sabrina.     

"Benarkah?" mata Samuel berbinar mendengarnya.     

"Sana pergi. Selamat tinggal!" Sabrina melambaikan tangannya ke arah adiknya.     

Pada jam delapan pagi, mobil Arka muncul di depan gerbang rumah Keluarga Mahendra tepat waktu.     

Sabrina mengenakan baju bermotif bunga-bunga dan jaket berwarna putih untuk melindunginya dari sinar matahari. Ia mengenakan celana jeans yang panjangnya selutut dan sepatu berwarna putih.     

Tidak lupa ia mengambil sebuah topi untuk melindungi kepalanya dan memakai tas ransel di punggungnya. Ia terlihat seperti anak kuliahan yang sangat polos.     

"Ayo kita pergi!" Sabrina menunjuk ke arah depan dan memberi isyarat untuk berangkat.     

"Kamu cantik hari ini," kata Arka sambil tersenyum.     

"Apakah aku hanya cantik hari ini? Bukankah memang setiap hari aku cantik dan bertambah cantik?" kata Sabrina dengan bangga.     

Arka menoleh ke arahnya hingga setengah dari tubuhnya menghimpit tubuh Sabrina. Ia memandang Sabrina dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Napasnya yang hangat terasa saat menyentuh wajah Sabrina.     

Wajah Sabrina langsung merona dan detak jantungnya menjadi semakin cepat. Matanya terbelalak saat memandang Arka dengan tatapan panik.     

"Kamu … Apa yang ingin kamu lakukan?" Sabrina menelan ludahnya dengan panik.     

Bukankah ini terlalu dekat?     

Melihat Arka yang begitu dekat, Sabrina bisa melihat ketampanan Arka yang luar biasa.     

Terutama bibirnya. Bentuk bibir Arka benar-benar sempurna.     

Tunggu, tunggu. Apakah Arka berniat untuk menciumnya lagi?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.