Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Memilih Satu dari Tiga



Memilih Satu dari Tiga

0Tiga tahun sudah berlalu, tetapi Sabrina masih belum tahu siapa pria yang bersamanya malam itu. Ia tidak tahu siapa pria yang mengambil malam pertamanya tiga tahun yang lalu.     

Malam itu, Sabrina benar-benar mabuk sehingga ia tidak bisa mengingat wajah pria itu dengan jelas. Ia juga tidak bisa mendengar dengan jelas saat pria itu menyebutkan namanya.     

Sabrina hanya bisa mendengar nama Atmajaya. Itu artinya, pria itu adalah salah satu dari ketiga sahabatnya.     

Siapa sebenarnya pria itu?     

Arka, Aksa atau Mason?     

Bukannya Sabrina tidak mau menyelidikinya. Tetapi sepertinya pria itu tidak ingin Sabrina tahu mengenai dirinya. Rekaman CCTV di hotel tersebut lenyap begitu saja sehingga Sabrina tidak bisa menemukan petunjuk sedikit pun.     

Kalau memang itu benar salah satu dari tiga putra Atmajaya, tidak peduli siapa pun di antara mereka, ia pasti bisa menghilangkan semua jejaknya dengan sangat mudah.     

Tetapi yang Sabrina tidak tahu, mengapa pria itu tidak berani mengakuinya?     

Tiga tahun sudah berlalu, tetapi malam itu masih belum menghilang dari mimpi Sabrina. Sekarang Sabrina sudah kembali ke Indonesia dan ia merasa bahwa masalah ini harus segera diperjelas.     

Kebetulan sekali malam ini ketiga sahabatnya itu akan hadir bersama-sama. Ia juga akan menghadiri acara ini!     

…     

Malam itu, Sabrina mengenakan gaun panjang dengan model one shoulder. Ia menunjukkan lehernya yang indah dan pundaknya yang mulus tak bercela.     

Gaun itu memeluk tubuhnya dengan sangat pas. Lekuk tubuhnya yang meliuk-liuk terlihat sangat jelas karena gaun tersebut, membuat Sabrina terlihat semakin menawan. Lipstik berwarna merah menghiasi bibirnya, membuatnya tampak seperti seorang ratu.     

Tetapi Sabrina tahu, tidak peduli seberapa keras ia berusaha untuk berdandan, ia tidak akan bisa mengambil alih perhatian dari tiga tuan muda Keluarga Atmajaya.     

Tak, tak, tak …     

Suara sepatu hak tinggi Sabrina terdengar dari kejauhan dan semakin lama semakin mendekat. Aksa berdiri terlebih dahulu dan membukakan pintu.     

"Sabrina, kamu datang. Dari suara sepatumu saja aku sudah tahu," Aksa membuka pintu tepat saat Sabrina tiba di depan.     

"Sudah tiga tahun aku tidak bertemu dengan Tuan Muda Atmajaya. Sepertinya kamu terlihat semakin rapi," Sabrina memegang dasi yang menghiasi leher Aksa. "Bukankah dasi ini membuatmu tidak nyaman?"     

"Sangat tidak nyaman. Apakah kamu mau membantuku untuk melepaskannya?" tubuh tinggi Aksa menutupi tubuh Sabrina dari Arka dan Mason yang berada di belakangnya. Salah satu tangannya mendarat di pundak Sabrina, sementara tangannya yang lain memegangi pintu.     

"Boleh. Aku bisa membantumu," Sabrina menunjukkan senyum menawan sambil memegang dasi Aksa lebih erat. Tetapi tiba-tiba, tangnanya itu menarik dasi tersebut hingga erat.     

"Ugh?" Aksa langsung terbatuk-batuk karena kekurangan udara di tenggorokannya. "Kita sudah lama tidak bertemu tetapi kamu sangat kejam padaku," Aksa langsung meminta ampun pada Sabrina.     

Sabrina melepaskan dasi itu dan menepuk dada Aksa dengan tangan mungilnya. "Minggirlah."     

"Silahkan masuk, Tuan Putri," Aksa minggir ke samping dan membuat isyarat tangan mempersilahkan Sabrina masuk seperti seorang pelayan yang menyambut tamu penting.     

Sabrina mengangkat kepalanya tinggi seperti seekor angsa yang menawan. Ia menghampiri kursi utama, tetapi ia tidak langsung duduk dan hanya bersandar pada kursi tersebut.     

"Ada apa? Aku baru saja kembali ke Indonesia, tetapi mengapa kalian mengajakku untuk makan malam seperti ini? Sudah tiga tahun berlalu dan aku sudah besar. Mengapa aku harus menemani kalian orang-orang tua untuk makan malam bersama …"     

"Apa maksudmu orang tua? Apakah kamu bilang aku tua?" kata Madison.     

Sejak kecil, Madison sama sekali tidak menyukai Sabrina. Ia adalah anak perempuan di Keluarga Atmajaya dan bisa dibilang ia adalah putri di keluarganya. Tetapi kedua pamannya dan juga kakaknya lebih menyukai Sabrina dibandingkan dia.     

"Maddy sangat cantik dan manis, mana mungkin aku menyebutmu tua? Aku hanya salah bicara. Biar aku minum untuk menghukum diriku," Sabrina mengambil anggur di atas meja dan meminumnya dalam satu tegukan.     

Madison hanya bisa menghela napas panjang dan berkata, "Lanjutkan apa yang ingin kamu katakan."     

Sabrina merasa heran melihat Madison. Ia tidak pernah melakukan apa pun pada wanita itu, tetapi mengapa wanita itu sangat membencinya. "Maddy, orang tua kita sangat dekat. Usia kita juga tidak jauh. Awalnya, aku pikir kita bisa berteman baik. Tetapi mengapa kamu tidak menyukaiku?"     

"Jason …" panggil Madison. Ia tidak berniat menjawab pertanyaan itu.     

"Hmm?" Jason yang berada di samping Madison langsung menjawab. Ia sudah berusaha untuk merendahkan keberadaannya di sana agar tidak ada satu orang pun yang menyadari keberadaannya. Tetapi mengapa namanya masih dipanggil?     

"Seorang wanita yang menggantungkan tiga pria yang menyukainya, tidak mau menolak mereka dan membiarkan ketiganya mengejarnya. Menurutmu, wanita macam apa itu?" tanya Madison.     

"Maddy, jangan keterlaluan …" tegur Mason.     

Madison tidak memedulikan teguran kakaknya dan berbalik untuk memandang ke arah Rio. "Kalau Jason tidak bisa menjawab, kamu saja yang menjawabnya."     

"Bahasa Indonesia-ku tidak seberapa bagus. Aku tidak tahu harus menyebutnya dengan sebutan apa. Tetapi menurutku wanita itu memiliki banyak ban serep sebagai cadangan," kata Rio, mengibaratkannya dengan perumpamaan yang aneh.     

Tetapi Madison mengangguk dengan puas. "Perumpamaan itu cukup bagus. Wanita tidak tahu diri yang memanfaatkan semua pria untuk menjadi cadangannya."     

"Apakah aku mendapatkan hadiah?" tanya Rio dengan senang.     

"Mau hadiah? Kamu bisa datang ke klinik gigiku untuk memasang gigi emas besok," Madison bangkit berdiri dan meninggalkan kartu namanya untuk Rio. Setelah itu, ia berjalan keluar dari ruangan tersebut.     

"Maddy, kamu mau ke mana?" Arka menghentikannya.     

"Paman, aku pikir kamu berbeda. Tetapi sayangnya aku terlalu menganggapmu tinggi. Aku takut aku tidak bisa makan dengan tenang kalau aku makan semeja dengan kalian. Aku harap kalian menikmati makan malam ini. Aku pulang dulu," Madison membuka pintu tersebut dan keluar tanpa ragu.     

"Kak, biar aku saja yang mengejarnya," Adel langsung bangkit berdiri dan mengejar Madison.     

"Sabrina, jangan pedulikan apa katanya. Maddy memang seperti itu," Aksa berusaha untuk menghiburnya.     

"Kalian bertiga adalah sahabat terbaikku. Aku terbiasa dengan keberadaan kalian di sekitarku. Aku pikir, kita bisa seperti ini selamanya. Tetapi kalian memaksaku untuk memilih salah satu dari antara kalian. Aku tidak mau kehilangan satu pun dari kalian, apakah kalian tidak bisa mengerti?" Sabrina tersenyum dengan pahit.     

Saat ia mengatakannya, tangannya bertautan dengan erat. Terlihat jelas bahwa hatinya tidak bisa menentukan siapa yang harus ia pilih dari ketiga sahabatnya.     

"Kami tidak memaksamu untuk membuat pilihan, tetapi kami juga tidak mau kehilangan kamu. Kalau kamu menikah dengan pria lain, kami jauh lebih tidak rela. Lebih baik kamu memilih salah satu dari antara kami. Dan dua yang lainnya tidak akan menentang dan memberi restu pada kalian," kata Mason.     

"Kita bertiga adalah sahabat. Mengapa aku harus memilih salah satu dari antara kalian? Aku tidak mau kehilangan kalian. Apakah tidak bisa kita berteman saja?" mata Sabrina memerah. "Lebih baik kita tetap berteman. Pertemanan bisa berlangsung selamanya. Aku tidak mau kehilangan kalian."     

"Apa?" Aksa merasa kebingungan.     

"Sabrina, bukan begitu maksud kamu," Mason merasa bahwa Sabrina sedang salah paham.     

"Kami, para pria dari Keluarga Atmajaya, tidak serendah itu sampai di titik di mana kamu bisa memilih seenaknya. Selama tiga tahun, kamu masih belum bisa mengetahui siapa yang sebenarnya kamu cintai. Itu artinya, kamu tidak mencintai siapa pun," suara Arka terdengar dingin.     

Rio dan Jason yang berada di samping hanya bisa memandang semua percakapan ini dalam diam. Rio menarik lengan sahabatnya itu dan berbisik pelan. "Sebenarnya apa yang terjadi? Apakah ini cinta bersegi-segi?"     

"Dua pamanku menyukai Sabrina, sama halnya dengan sepupuku. Dan kamu berpura-pura menjadi kekasih Sabrina. Kalau kamu tiba-tiba mati di tengah jalan, jangan terlalu terkejut," Jason mengendikkan bahunya dengan acuh tak acuh.     

"Mengapa kamu tidak memberitahuku sebelumnya? Aku mau pulang saja," tiba-tiba saja, Rio merasa sekujur tubuhnya merinding.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.