Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Diawasi dengan Ketat



Diawasi dengan Ketat

0"Kejadian selanjutnya tidak pantas untuk dilihat. Lebih baik kita hentikan sampai sini."     

Dua orang di atas sofa itu tidak mengenakan sehelai pakaian pun. Galih menghampiri mereka dengan sangat murka dan langsung memukul sang pria.     

Indah tidak mau memperlihatkan itu kepada Anya.     

Saat ini, putrinya itu sedang mengandung. Walaupun anak itu masih berada di dalam kandungan Anya dan masih belum lahir ke dunia, Indah tidak mau mempertunjukkan kekerasan di hadapan calon cucunya itu.     

"Jessica, apakah kamu tidak tahu malu? Kamu sedang hamil, tetapi kamu masih bertindak tidak tahu diri seperti ini," Anya benar-benar marah saat melihat rekaman tersebut.     

Tidak heran tiba-tiba saja tekanan darah ayahnya meningkat hingga sampai menyebabkan nyawanya kritis. Siapa yang bisa terima dan menahan amarahnya kalau melihat rekaman tersebut.     

"Anya, kamu juga sedang hamil. Apakah hanya karena hamil otakmu sudah tidak bisa bekerja lagi? Ayahmu sudah tua dan tidak punya stamina. Ia tidak bisa memuaskan aku. Apakah aku tidak bisa mencari pelampiasan di tempat lain? Aku mengaku bahwa aku salah. Tetapi anak di dalam kandunganku adalah anak Keluarga Pratama. Jadi jangan pikir bisa mengusirku dengan mudah," kata Jessica.     

"Kalau kamu yakin bahwa anak di dalam kandunganmu itu adalah anak Galih, nanti kita akan melakukan tes DNA setelah anak itu lahir. Tetapi sekarang, aku tidak akan membiarkan kamu muncul di hadapannya. Kamu adalah wanita yang mengkhianatinya dan membuatnya hingga sakit seperti ini. aku rasa, ia juga tidak mau bertemu denganmu," setelah itu, Indah menjentikkan jarinya. "Cepat usir wanita ini dan jangan biarkan dia mendekati Galih."     

"Baik, Nyonya!" salah seorang pengawal langsung mengusir Jessica.     

Setelah Jessica pergi, Anya menghampiri ibunya dan memeluk lengannya. "Ibu, jangan sedih."     

"Siapa yang sedih? Ini adalah karma yang pantas diterima oleh ayahmu. Ia yang mengkhianatiku. Mengapa aku harus sedih?" kata Indah dengan serius.     

"Aku juga tidak menyangka bahwa ayah bisa dibohongi oleh Jessica seperti ini. Apakah pria yang bersama dengan Jessica itu adalah asisten ayah? Aku melihatnya di koridor tadi," bisik Anya.     

Indah tertawa kecil. "Asisten kepercayaannya. Ia dan Jessica bekerja sama untuk mengambil alih Pratama Group. Setelah Jessica hamil, asisten tersebut menyuruh Jessica menggoda ayahmu. Demi anak itu, ayahmu menerima Jessica."     

"Kalau begitu, mengapa kita tidak memberitahunya bahwa kita sudah mengetahui semuanya? Bagaimana kalau mereka berdua melarikan diri?" tanya Anya.     

"Mereka berdua tidak akan mau pergi di saat-saat seperti ini. Mereka tahu bahwa ayahmu sedang tidak sadar dan mereka tidak akan bisa mendapatkan uangnya. Mereka akan mencari jalan lain untuk mendapatkan uang. Kalau mereka berani menggunakan uang perusahaan, aku akan langsung mengurus mereka," kata Indah dengan tenang.     

Anya memandang ibunya dengan tatapan memahami, "Jadi, barusan ibu sengaja menemui Jessica agar ia dan asisten ayah segera bertindak?"     

"Benar," setelah mengatakannya, Indah segera menghubungi Aiden dan menjelaskan situasinya secara singkat.     

"Ibu, jangan khawatir. aku tahu apa yang harus aku lakukan. Ibu hanya perlu menjaga kesehatan ibu," kata Aiden.     

"Jangan khawatir. Ibu baik-baik saja. Anya datang untuk mengunjungi ayahnya. Aku akan mengantarnya pulang sekarang," Indah khawatir berada lama-lama di rumah sakit tidak aman untuk putrinya yang sedang hamil.     

"Kalau ibu membutuhkan sesuatu, katakan saja padaku," kata Aiden sebelum mengakhiri panggilan.     

Indah menutup telepon dan mengatur seseorang untuk mengurus Galih. Setelah itu ia meninggalkan rumah sakit bersama dengan Anya.     

Setelah Indah masuk ke dalam mobil, ia tetap memberi jarak antara dirinya dan Anya. bahkan di mobil pun, ia tidak membiarkan Anya melepaskan maskernya.     

Begitu Anya keluar dari mobil, Hana langsung menghampirinya dan membawakan pakaian ganti untuk Anya.     

"Bu Hana, jangan terlalu cemas seperti itu," kata Anya sambil tersenyum.     

Tetapi wajah Hana tetap terlihat serius saat ia berkata, "Tidak ada salahnya kita berhati-hati. Ini semua juga demi kebaikanmu dan anak di dalam kandunganmu."     

"Aku akan berhati-hati. Aku akan berusaha menjaga kesehatanku agar tidak sakit," Anya melihat keseriusan di wajah Hana. Melihat Hana benar-benar memperhatikannya seperti ini, Anya tidak mau mengentengkan masalah kesehatannya lagi.     

Setelah Nadine hamil, ia tinggal bersama dengan Anya karena Hana lebih banyak menghabiskan waktu di rumah Anya. Dengan begitu, Hana bisa menjaga keduanya sekaligus. Selain itu, Anya dan Nadine tidak akan kesepian saat sendirian di rumah karena mereka bisa saling menemani.     

Walaupun Anya sudah sangat berhati-hati saat pergi ke rumah sakit, tetap saja malam itu Anya demam.     

Tara sedang tidur dengan nyenyak di malam hari ketika Aiden meneleponnya dan memintanya untuk datang untuk memeriksa Anya. Hingga pagi hari, demam Anya tidak kunjung turun juga.     

"Mulai sekarang, kamu tidak boleh keluar ke mana-mana dan kamu tidak boleh ke rumah sakit lagi," kata Aiden dengan tegas.     

"Ibu menelepon dan bilang ayah dalam kondisi kritis. Aku takut ayah tidak selamat dan ingin melihatnya untuk terakhir kali. Tetapi sekarang kondisinya sudah stabil dan aku tidak perlu pergi ke rumah sakit lagi. Jangan bilang pada ibu kalau aku demam," kata Anya.     

"Aku tidak akan bilang pada ibu. Tetapi kamu harus tinggal di rumah dan tidak boleh ke mana pun," kata Aiden sambil mengerutkan keningnya.     

"Baiklah," jawab Anya.     

Anya merasa kondisinya belum pulih betul selama tiga hari, hingga akhirnya ia sembuh.     

Hari itu, Tiara datang untuk mengunjungi Anya dan Nadine, sekalian berpamitan kepada mereka karena ia akan pergi tampil dengan klub baletnya ke beberapa daerah.     

"Aku tidak tahu harus membawakan apa untuk kalian. Sepertinya buah adalah pilihan yang paling aman," kata Tiara sambil tersenyum.     

"Mengapa kamu harus repot-repot membawakan sesuatu? Kamu pasti lelah membawa buah sebanyak ini sendirian," kata Anya dengan lembut.     

"Tidak apa-apa. Aku senang membawanya," jawab Tiara.     

Anya dan Nadine saling berpandangan satu sama lain. Anya sengaja mengatakan hal tersebut untuk memancing Tiara. Ia ingin tahu apakah Tiara datang ke sini sendirian atau diantarkan oleh Rudi.     

Tetapi dari jawaban Tiara, sepertinya ia datang sendiri.     

Anya berkata dengan tenang. "Berapa lama kamu akan pergi?"     

"Mungkin tiga sampai enam bulan. Aku juga masih belum tahu," kata Tiara dengan santai.     

"Apakah Rudi tahu kamu akan pergi?" tanya Anya secara mendadak.     

" Dia … Orang tua Rudi pulang ke Indonesia untuk mengunjungi pesta pernikahan Jenny dan sampai sekarang belum pulang. Akhir-akhir ini, orang tuanya terus mengawasinya dan aku tidak bisa bertemu dengannya," bisik Tiara.     

Nadine pergi ke dapur, membantu Hana untuk membersihkan buah-buahan yang mereka dapatkan dan mengupasnya.     

"Tiara, apakah kamu menyukai Rudi?" tanya Nadine.     

"Rudi bukan seseorang yang bisa aku sukai. Aku sudah mempersiapkan diriku sebelum aku berhubungan dengannya. Mustahil keluarganya bisa menerima aku. Dan aku … Selama paman dan bibiku tidak bercerai karena aku, aku tidak peduli apa pun yang terjadi. Mungkin kepergianku ini adalah sesuatu yang menguntungkan untuk Rudi," kata Tiara, berpura-pura mengatakannya dengan santai.     

Anya merasa sedih untuk Tiara. Ia pikir, awalnya Tiara dan Rudi bersama hanya untuk keuntungan mereka masing-masing, tanpa adanya perasaan terhadap satu sama lain. tetapi setelah melihat Tiara saat ini, Anya tahu bahwa semua pemikirannya itu salah.     

"Kapan kamu akan pergi?" tanya Anya.     

"Besok siang," jawab Tiara.     

"Jangan pergi dulu. Aku akan mengatur agar kamu bisa bertemu dengan Rudi malam ini," Anya langsung menghubungi Tudi setelah mengatakannya.     

"Jangan. Tidak perlu. Aku …"     

"Rudi, apakah kamu senggang malam ini? Kami akan makan-makan di rumah ibuku malam ini, apakah kamu mau ikut?" tanya Anya dengan santai.     

"Aku rasa aku tidak bisa datang. Orang tuaku mengawasiku akhir-akhir ini," kata Rudi dengan pasrah.     

"Tiara juga akan datang. Segeralah cari jalan untuk keluar dari pengawasan orang tuamu. Kalau kamu tidak datang, kamu pasti akan menyesalinya," setelah mengatakan itu, Anya langsung menutup telepon.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.