Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Sedang Mengandung



Sedang Mengandung

0"Ia bukan siapa-siapamu, jadi hak ku untuk mengejarnya. Kalau ia tidak mau, aku tidak akan memaksa," mata Leo terus terpaku ke arah Tiara seolah tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari tubuh indah Tiara.     

Harris tidak banyak berbicara dan memutuskan untuk tidak terlibat dalam masalah ini.     

Leo bilang ia akan mengejar Tiara, tetapi kalau Tiara tidak mau, ia tidak akan memaksa.     

Itu artinya, selama Tiara menolak, semuanya akan baik-baik saja. Kalau Tiara menerima, itu adalah urusan mereka sendiri dan Harris tidak berhak ikut campur.     

Saat pulang, Harris mengantar Leo terlebih dahulu ke mobilnya dan kemudian kembali untuk mencari Tiara.     

"Tiara, Leo sepertinya tertarik padamu. Ia bilang ia mengenal pamanmu," kata Harris, memberi peringatan pada Tiara. Ia melakukan semua ini hanya karena Tiara berharga di mata ibunya sehingga ia merasa harus memperlakukan Tiara dengan baik.     

"Ada banyak pria yang tertarik padaku dan sepertinya ia tidak seburuk yang lainnya. Kak, tidak usah khawatir. Aku tidak akan menyukai pria seperti dia. Sekarang sudah malam. Cepat pulang lah. Jangan biarkan Kak Nadine menunggumu," kata Tiara sambil tersenyum dan mengibaskan tangannya, seolah masalah yang Harris bicarakan adalah masalah kecil.     

Tentu saja bekerja di bar membuat Tiara menjadi incaran dari banyak pria. Itu sebabnya ia sudah terbiasa dengan perlakuan seperti ini.     

"Aku hanya khawatir Leo tidak akan menyerah dengan mudah. Ia adalah orang yang cukup sulit. Ditambah lagi, ia mengenal pamanmu. Kalau ada sesuatu terjadi, ingat, katakan padaku," kata Harris sebelum pergi.     

...     

Yang tidak Tiara sangka, keesokan harinya di siang hari, saat Tiara masih tidur, ia mendapatkan panggilan dari bibinya. Bibinya mengatakan bahwa pamannya pulang ke rumah dan mengajaknya untuk makan bersama.     

Walaupun Tiara ingin tidur kembali, ia memaksakan dirinya untuk bangkit dari tempat tidurnya dan memakai riasan yang tipis di wajahnya. Setelah itu, ia pulang ke rumah bibinya untuk makan bersama.     

Ketika pamannya melihat Tiara masuk ke dalam rumah, ia langsung tersenyum dan berkata, "Tiara, cepat kemari dan sapa Leo."     

Saat melihat wajah Leo, Tiara mengingat kembali peringatan dari Harris kemarin. Harris mengatakan bahwa Leo adalah pria yang sulit dan tidak mudah menyerah. Yang lebih merepotkan lagi, ia mengenal pamannya.     

Sepertinya, Tiara terlalu meremehkan peringatan itu.     

Tiara bisa saja menolak dan tidak mau bertemu dengan Leo saat Leo mengajaknya untuk pergi bersama. Tetapi ternyata Leo tidak menggunakan cara itu. Ia langsung mencari paman Tiara dan memutuskan untuk melewati jalan pintas untuk bisa mendapatkan Tiara.     

Tiara berusaha untuk menahan emosinya dan mengambil satu langkah maju sambil tersenyum. "Tuan Leo, kebetulan sekali kita bertemu di sini."     

"Surya, putrimu sangat cantik," kata Leo pada paman Tiara, namun pujian itu membuat Tiara semakin tidak nyaman.     

"Tiara tidak hanya cantik, tetapi juga sangat cerdas. Anak laki-lakiku mengalami kerugian besar saat aku memintanya untuk mengurus bar keluarga kami. Ia hanya bisa mengundang teman-temannya dan menghabiskan uang. Untung saja, aku cukup cerdas dan memberikan bar itu pada Tiara. Setelah Tiara mengurusnya, bar itu kembali berjalan dan menghasilkan profit yang cukup besar," Surya memandang Tiara dengan tatapan puas.     

Tiara hanya berdiri di sana dengan canggung, tidak ingin melangkah maju lagi dan mendekati mereka. Tetapi ia juga tidak bisa pergi dari sana sehingga akhirnya hanya bisa memandang bibinya sambil mengeluh.     

Rosa terlihat malu, tetapi ia tidak bisa melakukan apa pun. Leo tiba-tiba saja datang ke rumah mereka dan ia hanya bisa meminta Tiara untuk datang.     

"Tiara, ayo makan," Rosa menghampirinya dan menggandeng tangannya, mengajak Tiara untuk duduk di depan Leo di meja makan.     

Leo tersenyum sambil mengangguk seolah berterima kasih pada Rosa.     

Tiara terkejut dan merasa tidak nyaman. Ia merasa bingung dan merasa dikhianati oleh bibinya sendiri.     

Selama makan, Surya dan Rosa menyadari bahwa Leo terus menerus menatap ke arah Tiara dan tidak mau memalingkan pandangannya.     

Tiara merasa seperti sedang telanjang di bawah tatapan tersebut. Ia merasa seperti sedang duduk di atas jarum, tidak bisa makan dengan tenang. Tatapan itu membuatnya merasa sangat tidak nyaman dan ingin segera pergi dari sana.     

Tepat saat ia merasa kebingungan, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Ia langsung menggunakan itu sebagai alasan untuk pergi. "Permisi. Aku akan mengangkat panggilan ini dulu."     

Leo terus menatap ke arahnya hingga Tiara menghilang dari arah pandangnya. Kemudian ia mengalihkan pandangannya.     

Surya kembali menuangkan anggur ke gelas Leo yang semakin sedikit isinya. "Ayo minum lagi."     

"Surya, kalau aku bisa menikah dengan Tiara, kita bisa membahas mengenai kerja sama," Leo tidak berniat berbasa-basi dan langsung mengatakan keinginannya.     

Rosa menunjukkan wajah tidak senang dan menarik tangan suaminya, khawatir suaminya itu akan langsung menyetujuinya tanpa memberitahu keponakan mereka.     

"Tiara bukan anak kandungku. Sebenarnya ia adalah keponakan istriku. Jadi aku tidak bisa mengatur masalah pernikahannya dan …"     

"Aku menginginkan Tiara. Kamu bisa memberikan jawaban setelah kamu memikirkannya," Leo mengangkat gelasnya dan meminumnya dengan santai.     

Sementara itu, Tiara yang mendapatkan panggilan dari Jenny seperti mendapatkan panggilan dari seorang penyelamat.     

Ia masuk kembali ke dalam rumah dengan tatapan sedikit panik, walaupun kepanikan itu hanyalah kepura-puraan. "Bibi, ada sesuatu yang mendesak dan aku harus pergi sekarang juga …" Tiara memandang ke arah Rosa, meminta bantuan darinya untuk melarikan diri dari sana.     

"Baiklah, pergilah!" Rosa mengangguk dan menyetujuinya.     

"Tuan Leo, saya minta maaf. Saya ada urusan mendadak sangat mendadak. Silahkan makan dengan tenang," kata Tiara, setelah itu ia mengalihkan perhatian ke arah pamannya. "Paman, aku pergi dulu."     

Tiara tidak butuh waktu lama untuk melarikan diri dari rumah bibinya. Begitu keluar dari rumah, ia langsung memanggil taksi dan pergi sambil menghela napas lega.     

Tiara langsung menelepon Jenny. "Jenny, kamu adalah teman terbaikku. Aku sangat sangat mencintaimu. Kamu meneleponku di saat yang sangat tepat! Apakah kamu tahu, pamanku ingin menikahkan aku pada seorang pria tua menjijikkan yang istrinya baru saja mati."     

Jenny mengerutkan keningnya saat mendengar cerita dari sahabatnya itu. "Bukankah kamu bilang paman dan bibimu memperlakukanmu seperti putri kandungnya?" Jenny juga terkejut saat mendengar hal ini.     

"Saat tidak ada keuntungan yang terlibat, mereka akan memperlakukanku seperti putri kandung mereka. Tetapi kalau mereka bisa menjualku dan mendapatkan uang, mereka akan menggunakan aku sebagai alat tukar," Tiara juga bisa melihat niat paman dan bibinya dalam sekali lihat saja.     

"Kalau masalahnya semakin besar, kamu harus meninggalkan keluargamu. Kamu selalu bisa mencariku!" kata Jenny. "Terserah kamu mau pergi ke Srijaya Group atau Atmajaya Group."     

"Jenny, terima kasih! Kamu memang teman terbaikku," Tiara merasakan matanya panas.     

"Coba nanti kamu bicarakan dulu pada paman dan bibimu. Kalau ini adalah rencana pria tua itu, tetapi paman dan bibimu tidak setuju, kamu bisa tenang. Tetapi kalau paman dan bibimu juga setuju, kamu harus pergi secepat mungkin," kata Jenny dari telepon.     

"Baiklah," Tiara mengangguk. "Sementara ini, jangan ceritakan kepada kakak iparmu dan ibunya. Aku tidak mau mereka khawatir."     

…     

Keluarga Atmajaya sedang sibuk mempersiapkan pernikahan Jenny. Anya memutuskan untuk berkontribusi terhadap pernikahan itu dengan membuatkan parfum sebagai souvenir pernikahan. Ia sendiri yang mendesain packaging dan botol parfumnya pun sudah dipesan.     

Di hari Jumat malam, Keluarga Atmajaya sedang berkumpul untuk makan malam bersama. Saat Raisa mendengar bahwa Jenny akan menikah, ia langsung berangkat ke Indonesia.     

"Jenny, ibu dan kakakmu akan membantumu mempersiapkan pernikahan. Raisa juga akan membantumu. Anya sudah menyiapkan souvenirnya, jadi biarkan ia beristirahat sekarang," kata Bima sambil tersenyum.     

"Beristirahat? Bibi kenapa? Sakit?" tanya Jenny dengan cemas.     

Anya merasa sedikit malu dan memandang ke arah Aiden tanpa mengatakan apa pun.     

"Anya! Apakah kamu hamil?" Raisa memandangnya dengan terkejut.     

"Masih belum tiga bulan, jadi kita tidak bisa mengumumkannya. Masih terlalu awal. Sekarang, kita semua harus menjaganya baik-baik. Biarkan ia beristirahat dan menjaga kandungannya. Jangan ganggu dia, kecuali ada hal besar yang butuh campur tangan darinya," kata Bima.     

"Selamat, paman, bibi!" Jenny tersenyum dengan gembira.     

"Selamat, Anya!" Raisa juga turut senang.     

"Raisa, kamu juga harus segera memiliki anak," setelah mengatakannya, Bima melirik ke arah Nadine. Saat ia ingin mengatakan sesuatu, ia teringat akan kata-kata Aiden dan memutuskan untuk menahan diri.     

Kalau ia tidak bisa mendapatkan anak dari cucunya, ia masih punya menantunya!     

"Ayah, jangan khawatir. Aku dan Kak Ivan sudah membicarakannya. Setelah pernikahan Jenny berakhir, kami akan segera mempersiapkan diri untuk memiliki anak. Mungkin sebelum tahun baru aku bisa memberikan berita baik untukmu," kata Raisa.     

"Bagus, bagus," kata Bima sambil mengangguk dengan senang.     

Selama makan malam, Anya sama sekali tidak bisa makan. Setiap kali ia mau makan, ia selalu muntah, tidak seperti kehamilannya yang sebelumnya.     

Ia bahkan merasa mual saat minum air putih.     

Maria langsung meminta pelayan untuk membuatkan bubur untuk Anya, agar Anya bisa sedikit makan. "Makan bubur ini. kondisimu sama persis seperti saat aku mengandung Jenny. Saat aku mengandung Nico, aku tidak merasakan apa pun sama sekali. Tetapi saat aku mengandung Jenny, aku selalu muntah setiap kali mencium bau makanan. Sepertinya kamu sedang mengandung anak perempuan," kata Maria sambil tersenyum.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.