Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Tempat Tidur Rumah Sakit



Tempat Tidur Rumah Sakit

0"Ada apa? Apakah masalah kesehatan? Siapa yang bermasalah? Nadine atau Harris?" Bima adalah pria yang cerdas. Sudah cukup lama ia mencurigai masalah ini, tetapi tidak ada satu orang pun yang mau memberitahunya.     

"Nadine. Kalau kamu tidak mau mereka bercerai, jangan terus mendesak mereka. Harris tidak keberatan meski mereka tidak bisa memiliki anak. tetapi karena kamu terus mendesak, Nadine merasa semakin tertekan. Dokter Tirta sudah berusaha mengobatinya dan kesehatannya semakin pulih. Tetapi butuh waktu kalau ia ingin punya anak," kata Aiden.     

"Aktivitas Nico akhir-akhir ini dibatalkan. Suruh Harris untuk mengambil liburan dan menemani Nadine. Biarkan mereka pergi ke pulau untuk beristirahat. Dan mereka tidak boleh kembali kalau mereka belum memiliki anak," kata Bima dengan serius.     

"Sebentar lagi akan ada libur semester. Sekolah Anya akan libur sehingga Nadine pun punya waktu untuk pergi. Aku bisa memberikan liburan untuk Harris. Tetapi tidak memperbolehkan mereka kembali sebelum memiliki anak, aku tidak akan menyampaikan itu kepada mereka," kata Aiden dengan dingin.     

Bima juga merasa sangat marah. Tetapi yang tidak bisa hamil ini adalah cucunya sendiri. Jadi, ia hanya bisa menahan diri. "Biarkan mereka berlibur dan beristirahat. Aku tidak akan mendesak mereka lagi."     

"Mereka masih muda. Mereka pasti bisa memiliki anak suatu hari nanti," setelah mengatakannya, Aidne menutup telepon tanpa menunggu jawaban Bima.     

Anya mendengar isi pembicaraan itu dan langsung memeluk leher Aiden dengan puas. Setelah itu, ia mengecup pipi Aiden. "Suamiku memang yang terbaik."     

"Anya, apakah kamu mengantuk?" Aiden memeluk pinggang Anya dan tiba-tiba bertanya dengan serius.     

"Aku tidak mengantuk," gumam Anya dengan suara pelan. Dalam hati, ia merasa sedikit gugup. Bagaimana kalau Hana kembali lagi untuk mengantarkan sesuatu?     

"Aku mengantuk. Temani aku tidur sebentar," Aiden menggendongnya dan membawanya ke tempat tidur.     

"Aiden, meskipun kamu ingin memiliki anak, kamu tidak harus terburu-buru seperti ini," Anya langsung mengeluh dan memprotesnya.     

"Apakah kamu tidak suka?" Aiden membaringkannya di tempat tidur dengan lembut.     

"Aku suka, tetapi tidak terlalu sering. Apakah kamu berniat menghabiskan tiga hari tiga malam di tempat tidur?" Anya memandangnya dengan polos.     

"Tidak harus di tempat tidur. Kita bisa pergi ke tempat kerja, ruang parfumnya, balkon, kamar mandi, sofa di ruang tamu. Tempat mana pun yang kamu suka, aku tidak keberatan. Aku akan membuatmu senang," jawab Aiden dengan tidak tahu malu.     

Anya langsung memukulnya. "Bukan begitu maksudku! Kita tidak bisa melakukan apa pun selain bercinta," kata Anya.     

"Aku sudah selesai bekerja hari ini," kata Aiden dengan tenang.     

"Tetapi aku belum pergi ke ruang parfumku hari ini. Aku …"     

"Kalau begitu, ayo kita pergi ke ruang parfum," Aiden menggendongnya dan membawanya ke dalam ruang parfum. Tetapi bukan untuk bekerja …     

Meja yang biasanya Anya gunakan untuk bekerja, kali ini dibersihkan dan dikosongkan dari alat-alatnya. Mereka menggunakan meja itu bukan untuk bekerja seperti biasanya, tetapi untuk bercinta.     

Anya ingin menangis rasanya. Ia bilang ia ingin pergi ke ruang parfum untuk bekerja, bukan mencari tempat baru untuk bercinta.     

…     

Keesokan harinya, Anya sudah pasrah dan tidak berniat untuk melawan lagi. Tidak ada gunanya melawan Aiden. Melawan Aiden dengan kata-kata, hanya akan dibalas dengan kata-kata oleh Aiden.     

Melawan Aiden dengan fisik, Anya tidak akan bisa menang. Selain itu, Aiden juga memuaskannya. Lalu, apa gunanya ia protes?     

Mereka tenggelam dalam dunia mereka berdua, tidak memedulikan yang lainnya.     

Di hari ketiga, Anya memutuskan untuk bekerja di ruang parfumnya.     

Di hari keempat, Anya memeluk leher Aiden dan bertanya, "Aiden, apakah liburannya bisa diperpanjang beberapa hari? Aku masih ingin ditemani olehmu."     

Aiden merasa sangat puas dengan permintaan untuk dan menemaninya lagi selama dua hari berikutnya.     

Selama lima hari itu, Anya seperti berubah dari wanita muda menjadi wanita yang dewasa, membuat Aiden terus menerus kagum pada istrinya itu.     

Jenny mengetahui bahwa Aiden mengambil cuti selama lima hari, tetapi tidak pergi ke mana pun. Ia hanya berada di rumah saja bersama dengan Anya.     

Malam harinya, Jenny pergi ke rumah sakit untuk mengunjungi Jonathan.     

"Ada berita! Pamanku mengambil cuti selama lima hari. Tebak apa yang ia lakukan!" kata Jenny sambil tersenyum.     

"Menemani Anya," Jonathan merasa, hanya Anya saja satu-satunya orang yang bisa membuat Aiden melupakan pekerjaannya.     

"Mengapa kamu bisa menebaknya dengan cepat?" Jenny memandang Jonathan dengan terkejut. "Kalau begitu, tebak apa yang mereka lakukan akhir-akhir ini?"     

"Itu … Aku tidak tahu. Setelah punya anak, mereka jarang punya waktu untuk berduaan. Mungkin mereka ingin beristirahat dan bermesraan tanpa ada anak mereka?" tebak Jonathan.     

"Tebakanmu benar, tetapi tidak sepenuhnya. Katanya mereka ingin punya anak kedua. Sepertinya mereka bekerja dengan sangat giat!" kata Jenny sambil tersenyum.     

"Jenny," Jonathan mengulurkan tangannya dan mengelus kepala kekasihnya, "Kamu tidak boleh bicara seperti itu."     

"Aku tidak salah. Mereka memang sedang membuat anak," Jenny bersandar di pelukan Jonathan. "Aku juga ingin bersama denganmu …"     

"Bersama denganku? Melakukan apa?" Jonathan berpura-pura tidak tahu.     

"Memiliki anak denganmu. Kamu tahu itu, kan?" Jenny mengangkat kepalanya dan mengecup bibir Jonathan. "Kapan kamu boleh keluar dari rumah sakit?"     

"Besok …" jawab Jonathan.     

"Kalau begitu, aku tidak akan pulang malam ini," kata Jenny dengan senang.     

"Sebelum kakekmu menyetujui hubungan kita, kita tidak boleh …"     

"Aku sudah menjadi milikmu sejak lama. Saat kakek menyetujui hubungan kita, kita akan seperti paman dan bibi. Pergi ke tempat di mana tidak ada orang yang bisa mengganggu kita. Saat kita bulan madu, kita juga bisa membuat anak," kata Jenny dengan tidak tahu malu.     

"Apakah kamu tidak malu saat mengatakannya?" Jonathan benar-benar tertegun mendengarnya.     

"Aku hanya mengatakan hal ini kepadamu saja. Di hadapan orang lain, aku sangat sopan," Jenny memandang bibir Jonathan. "Aku mau cium."     

"Sini, cium," Jonathan mengulurkan tangannya untuk memegang pipi Jenny dan menciumnya.     

Indah datang untuk mengunjungi Jonathan. Tetapi begitu ia tiba di depan pintu, seorang suster menghentikannya. "Nyonya, ada Nona Jenny di dalam. Sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk masuk."     

"Baiklah, aku hanya ingin mengirimkan baju ganti untuk Jonathan, untuk ia pakai saat pulang besok," Indah memandang ke arah pintu sebelum ia pulang.     

Ia merasa dua orang di dalam seharusnya segera dinikahkan saja. Mengapa Bima begitu keras kepala dan menentang hubungan mereka begitu keras?     

Ia sudah mencoba berbagai cara untuk memisahkan mereka, tetapi tidak berhasil juga. Mereka tetap saling mencintai satu sama lain. Mengapa harus repot-repot menentang mereka?     

Kalau memang cinta mereka hanyalah main-main, dua tahun perpisahan saja sudah cukup untuk menjauhkan mereka.     

Tetapi sayangnya setelah berpisah dua tahun, hati mereka tetap kembali pada satu sama lain.     

Walaupun Jenny dan Jonathan bukanlah orang yang paling tepat untuk satu sama lain, mereka adalah sepasang kekasih yang saling tulus mencintai satu sama lain.     

Bagi mereka, asalkan mereka saling mencintai satu sama lain, mereka bisa menjadi pasangan yang terbaik untuk pasangannya.     

Malam itu, Jenny berada di rumah sakit hingga pukul sembilan malam. Bima meneleponnya dan menyuruhnya untuk pulang.     

"Kakek, besok Jonathan akan keluar dari rumah sakit. Aku ingin menemaninya di rumah sakit malam ini. Apakah boleh?" tanya Jenny.     

Jenny bersikeras untuk menginap dan Bima tidak punya pilihan lain selain menyetujuinya. "Setelah keluar dari rumah sakit, suruh Jonathan untuk menemuiku."     

"Baik, Kakek. Terima kasih. Sampai jumpa besok," Jenny menutup telepon tersebut dan melompat ke pelukan Jonathan dengan gembira. "Kakek memperbolehkan aku menginap dan menyuruhmu untuk menemuinya besok."     

"Memperbolehkan kamu menginap bersama denganku?" Jonathan terkejut mendengarnya.     

"Benar. Apakah aku boleh menginap?" Jenny memandang Jonathan dengan tatapan memohon.     

"Tentu saja," Jonathan mengangkat selimutnya dan membawa Jenny kepelukannya.     

Malam itu, Jenny menginap di kamar Jonathan. Di tengah malam, suara tempat tidur rumah sakit yang berderit bisa terdengar berulang kali.     

Tidak ada yang tahu apa yang terjadi di dalam.     

Pengawal Bima tidak berani masuk ke dalam karena Jenny sudah mendapatkan ijin dari Tuan mereka. Sama halnya dengan para suster rumah sakit.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.