Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Jangan Mendesak



Jangan Mendesak

0Aiden duduk di pinggir jendela, memandang ke arah laptopnya, sementara matahari menyinarinya dengan cerah.     

Anya hanya bisa melihat sisi wajahnya, tetapi itu saja sudah cukup tampan sehingga Anya tidak bisa mengalihkan pandangannya. Tanpa sadar, bibirnya menyunggingkan senyum saat memandangnya.     

"Apakah sudah puas melihatnya?" Aiden bisa merasakan tatapan Anya. Ia mengalihkan pandangannya ke arah laptop, menatap ke arah Anya dengan tersenyum. "Nyonya Atmajaya, apakah kamu lapar? Kalau kamu lapar, kamu bisa makan dulu. Kemudian, kita bisa melanjutkan."     

Anya mengedipkan matanya dan menatapnya dengan bingung. "Melanjutkan apa?"     

"Membuat anak," kata Aiden dengan terus terang.     

Anya langsung mengambil bantal di belakangnya dan melemparkannya ke arah Aiden. "Aiden, meskipun kamu ingin memiliki anak perempuan, bukan begini caranya …'     

"Lalu?" Aiden memandang ke arahnya sambil tersenyum.     

"Aku tidak bisa terus tinggal di tempat tidur sampai hamil. Aku juga punya kegiatan!" Anya melotot ke arahnya.     

Aiden tertawa, "Tetapi itu yang aku inginkan. Itu sebabnya aku mengambil cuti tiga hari dan membawa anak-anak ke rumah Keluarga Atmajaya tadi pagi. Semua pelayan di rumah ini juga sedang liburan. Hanya ada Bu Hana saja di bawah," kata Aiden dengan serius.     

"Apa?" mata Anya terbelalak. "Jadi, tiga hari ini kamu tidak akan membiarkan aku turun dari tempat tidur?"     

"Dokter Tirta bilang peluangmu untuk hamil lebih rendah dari wanita normal. Katanya lebih banyak istirahat dan berbaring bisa membuatmu hamil lebih mudah," kata Aiden. "Sana mandi dulu. Bu Hana akan membawakan makanannya ke kamar."     

"Aiden, kamu sudah gila," Anya menggelengkan kepalanya. Mengapa ia harus mengikuti permintaan Aiden?     

Aiden hanya tertawa kecil dan menggendongnya menuju ke kamar mandi.     

Setelah selesai mandi, Anya keluar dan menemukan bahwa makanannya sudah ada di dalam kamar. Tetapi Hana sama sekali tidak terlihat.     

"Kamu tidak mau makan? Atau kamu mau aku menyuapimu?" Aiden mengulurkan tangannya untuk mengambil sendok yang ada di atas meja.     

"Aku bisa makan sendiri," gerutu Anya sambil merebut sendok tersebut. Setelah makan beberapa sendok, ia berkata, "Aiden, apakah kamu bisa tenang sedikit? Aku juga ingin memiliki anak perempuan, tetapi bukan seperti ini.Kita bisa membiarkan semuanya berjalan sendiri seperti biasanya …"     

"Aku bilang padamu menginginkan anak perempuan dan aku akan memastikan kamu hamil," jawab Aiden.     

"Kemarin malam kamu minum-minum kan, saat bertemu dengan klien …"     

"Kemarin memang aku bertemu dengan klien, tetapi aku sama sekali tidak minum. Nico yang menggantikanku. Aku bilang pada klienku bahwa aku sedang berencana untuk memiliki anak kedua denganmu dan tidak boleh minum," jawab Aiden dengan tenang.     

Anya memandangnya dengan curiga, "Tetapi saat kamu keluar bertemu dengan klienmu kemarin, aku belum setuju untuk memiliki anak."     

"Aku sudah mulai memperhatikan apa yang aku konsumsi satu minggu sebelum masa suburmu. Kalau kalau kamu menginginkan anak, aku bisa memberikannya padamu kapan pun," kata Aiden.     

Anya memandangnya dengan heran. "Jadi, kamu sudah merencanakan semua ini dan hanya menunggu aku setuju?"     

"Ingin memiliki anak dengan istri sendiri bukan hal yang salah, kan?" kata Aiden sambil mengerutkan keningnya.     

"Sebenarnya kemarin aku ingin membicarakan mengenai Harris dan Nadine," kata Anya.     

"Aku tahu," Aiden mengambil garpu dan pisau di meja, membantu Anya untuk memotong daging di piringnya dan menyuapkannya pada Anya.     

"Kamu tahu? Tetapi kamu malah sengaja mengajakku untuk membuat anak perempuan!" kata Anya dengan terkejut.     

"Aku ingin punya anak perempuan dan kamu juga setuju. Semuanya senang, kan?" Aiden menyentuh bibir Anya dengan daging itu, memintanya untuk membuka mulut.     

Anya memandangnya dengan terkejut, berpikir bahwa ia salah dengar. Tetapi wajah Aiden terlihat serius. Sepertinya ia tidak sedang bercanda.     

Anya membuka mulutnya dan menggigit daging itu dengan kesal. "Baiklah, Aiden. Kamu menang!"     

"Apakah kamu tidak menyukainya? Kemarin malam kamu terlihat benar-benar menikmatinya. Kamu …"     

"Diamlah!" Anya langsung menyelanya.     

Iya, memang benar ia menikmatinya.     

Ia bercinta dengan suaminya yang tampan dan memiliki stamina serta kemampuan yang luar biasa. Bagaimana mungkin ia tidak puas?     

Meski ia tahu Aiden sengaja menipunya agar mau bercinta dengannya, Anya tidak keberatan dan bersedia untuk tenggelam dalam tipuannya.     

Ia bisa bercinta dengan pria yang dicintainya, melahirkan hasil buah cinta mereka. Apakah ada yang lebih membahagiakan dibandingkan itu?     

Mereka memiliki banyak uang dan kehidupan mereka sangat stabil. Memiliki anak kedua bukanlah masalah yang besar bagi mereka.     

Setelah makan, Anya yang sedang mengenakan piyamanya yang kebesaran, duduk di sofa lembut sambil membaca sebuah buku.     

Sementara itu, Aiden sedang mengerjakan pekerjaannya di meja kerjanya. Mereka sedang mengurusi urusan mereka masing-masing.     

Hana sudah memperhitungkan bahwa Anya pasti sudah selesai makan. Ia naik ke lantai atas untuk membawakan teh dan jus untuk mereka, sekaligus membersihkan piring kotor.     

Selain itu, ia juga membereskan tempat tidur Anya dan Aiden.     

Anya merasa sedikit malu sehingga ia berpura-pura tidak melihat Hana. Ia tidak berbicara sedikit pun pada Hana, berpura-pura sedang sibuk membaca.     

Tetapi setelah Hana pergi, Anya benar-benar menyesal. Mengapa ia tidak melihat sprei baru yang Hana pasang?     

Sprei macam apa ini?     

Hana memasang sprei berwarna merah muda dengan bunga-bunga. Biasanya, sprei di kamar mereka adalah sprei polos berwarna putih. Apakah sprei ini menandakan sesuatu?     

Sekitar jam tiga sore, Aiden menutup laptopnya setelah selesai bekerja.     

Anya merasakan kakinya lemas saat mendengar langkah kaki yang ia kenal menghampiri ke arahnya.     

"Aiden, jangan sekarang. Aku benar-benar lelah," Anya langsung memohon pada suaminya.     

"Aku tidak berniat melakukan apa pun. Aku hanya ingin membicarakan mengenai Harris dan Nadine. Apa yang kamu pikirkan?" Aiden memandangnya sambil tersenyum.     

Anya langsung merona saat mendengarnya. "Aku … Aku juga ingin membicarakan mengenai mereka berdua."     

"Apa yang terjadi kemarin?" Aiden duduk di samping Anya dan memeluknya.     

Anya bersandar di dada Aiden dan berkata, "Saat aku mengunjungi rumah Harris, Bu Hana sedang bersama dengan Tiara. Mereka terlihat sangat hangat seperti ibu dan anak, sementara Nadine terlihat seperti orang luar. Ia bahkan tidak banyak berbicara."     

"Apakah kamu khawatir Nadine akan kepikiran?" Aiden memahami apa yang Anya takutkan.     

Anya mengangguk. "Sebentar lagi usia Nadine 30 tahun. Walaupun menurutku itu usia yang masih muda, kalau ada wanita yang lebih baik muncul di hadapan Harris, Nadine pasti kepikiran. Tiara cukup cantik, masih muda dan memiliki kepribadian yang ceria."     

"Kamu takut Harris dan Tiara memiliki hubungan? Atau mereka tidak memiliki hubungan apa pun, tapi Nadine salah paham terhadap mereka?"kata Aiden. "Kalau begitu, biar aku yang bicara pada Harris. Harris selalu mendengarkan kata-kataku."     

"Tidak usah khawatir. Aku sudah bicara pad Bu Hana. Lain kali, Tiara akan datang ke rumahku kalau ia mau mengunjungi Bu Hana. Atau ia bisa ikut berkumpul bersama di taman. Pokoknya, jangan sampai ia berhubungan berduaan dengan Harris. Bukannya aku tidak percaya pada Harris. Aku hanya takut Nadine akan kepikiran," kata Anya.     

Aiden mengangguk, "Baiklah, aku percayakan padamu. Kalau kamu membutuhkan bantuanku, katakan saja."     

"Dokter Tirta sudah mencoba berbagai pengobatan untuk Nadine. Dan akhirnya ia menyarankan untuk menjalani surrogacy di luar negeri," kata Anya sambil mengerutkan keningnya.     

Saat mendengar hal ini, wajah Aiden terlihat tidak senang. "Apakah ayah yang menyuruhnya berbicara seperti itu?"     

"Tidak, ini saran dari Dokter Tirta sendiri. Setelah cukup lama berobat, Nadine belum hamil juga. Ayah terus mendesak mereka. mungkin karena desakan itu, akhirnya Dokter Tirta tidak punya pilihan lain," kata Anya.     

Aiden langsung menelepon Bima. "Ayah, apakah Arka dan Aksa menurut?"     

"Kamu mengirim begitu banyak orang untuk mengurusnya dan Maria juga menjaga mereka. semuanya baik-baik saja, tidak usah khawatir," kata Bima sambil tersenyum.     

"Lain kali, jangan mendesak Nadine dan Harris untuk memiliki anak," kata Aiden.     

"Ada apa? Apakah masalah kesehatan? Siapa yang bermasalah? Nadine atau Harris?" Bima adalah pria yang cerdas. Sudah cukup lama ia mencurigai masalah ini, tetapi tidak ada satu orang pun yang mau memberitahunya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.