Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Surrogate Mother



Surrogate Mother

1"Harris adalah budak istrinya. Ia mendengarkan semua kata-kata istrinya. Mungkin lebih baik kamu mendekati Nadine untuk mendapatkan bantuannya," kata Anya dengan setengah bercanda.     
1

Harris berjalan ke sisi Nadine dan merangkul pundaknya seolah ingin menunjukkan bahwa kata-kata Anya itu benar.     

Nadine tersenyum tipis. "Tiara sangat ceria, ya."     

"Sejak kecil, Tiara memang sangat ceria. Aku berharap Tiara bisa bahagia selamanya. Apa yang kamu lakukan sekarang? Apakah kamu sudah bekerja?" tanya Hana dengan penuh perhatian.     

"Setelah ibuku meninggal, bibiku yang mengurusku. Sekarang aku membantu bibiku untuk mengurus sebuah bar. Pekerjaanku sangat mudah walaupun jam tidurku agak sedikit berantakan. Aku bekerja di malam hari dan tidur di pagi hari," kata Tiara.     

Hana merasa sedikit tidak senang saat mendengar hal ini. "Saat kamu beristirahat, datang lah padaku. Aku bisa membuatkan makanan untukmu. Tiara, bibi tidak punya anak. Hanya ada Harris saja. Apakah kamu mau jadi putri bibi."     

"Tentu saja!" kata Tiara.     

Nadine ikut senang untuk Hana. Harris adalah seorang pria yang cukup canggung. Walaupun ia juga mencintai ibunya, ia tidak bisa menunjukkan rasa cintanya seperti seorang anak perempuan menunjukkan cinta pada ibunya.     

Jenny memeluk tangan Nadine, "Kak Harris, aku ingin bicara sebentar pada kakakku. Boleh aku meminjamnya sebentar?"     

"Tentu saja," kata Harris, melepaskan rangkulannya.     

Jenny mengajak Nadine untuk menjauh dari tempat mereka. Jenny memberitahu Nadine mengenai hubungannya dengan Jonathan. Ia menceritakan bahwa Bima sudah memperbolehkannya untuk mengunjungi Jonathan di rumah sakit. Itu sebabnya, Jenny merasa hubungannya dengan Jonathan semakin menjanjikan.     

Di sisi lain, Harris dan Hana menemani Tiara untuk mengobrol. Walaupun Nadine mendengarkan semua yang Jenny katakan, sesekali ia akan mencuri pandang ke arah Harris.     

Anya menyadari semua ini, tetapi ia tidak mengatakan apa pun. Akhirnya ia berpamitan pada semua orang dan pulang terlebih dahulu.     

Sekitar jam 10 malam, Aiden pulang.     

Dulu, sebelum Anya memiliki anak, Anya pasti akan berlari untuk menemui Aiden. Tetapi sekarang, tugasnya itu telah digantikan oleh kedua putranya. Begitu mendengar suara mobil Aiden, Arka dan Aksa langsung berlari ke depan pintu untuk menemui ayah mereka, tanpa menunggu reaksi Anya.     

"Ayah …" begitu Aiden keluar dari mobil, Arka dan Aksa sama-sama berlari ke arahnya.     

Aiden menunduk dan menggendong mereka berdua ke dalam rumah.     

"Ayah, bisakah ayah memeluk kami saja?" Arka melihat ayahnya kesusahan membawa mereka.     

Sekarang mereka sudah berusia 4 tahun, tidak bertubuh kecil lagi seperti dulu. Ditambah lagi, mereka suka bermain olahraga sehingga tubuh mereka lebih tinggi dibandingkan anak-anak pada umumnya.     

"Apakah kamu kasihan pada ayah?" Aiden memandang Arka dengan tatapan senang.     

"Aksa, kita sudah bisa berjalan sendiri. Tidak perlu digendong oleh ayah," Arka adalah kakak. Begitu kakaknya membuka mulut, Aksa akan langsung menuruti.     

"Ayah, turunkan kami. Kami bisa berjalan sendiri," Aksa menepuk lengan Aiden.     

Aiden meletakkan mereka di bawah, tetapi kemudian ia menggandeng tangan anak-anaknya itu dan berjalan ke dalam ruang keluarga.     

Anya turun dari lantai dua dan melihat mereka bertiga berjalan ke arah sofa. Ia tersenyum dan ebrkata, "Hari ini aku membuat puding mangga. Apakah ada yang mau?"     

"Aku mau! Aku mau!" teriak Arka dan Aksa dengan senang.     

Anya membuka kulkas dan mengeluarkan puding mangga yang sudah jadi.     

Saat Hana kembali, ia melihat keluarga kecil yang sedang makan puding mangga dengan senang di ruang keluarga.     

"Bu Hana, kamu sudah pulang," Anya bangkit berdiri untuk menyapa Hana dan kemudian ia menggandeng tangannya. "Kemarilah, aku ingin bicara denganmu."     

"Ibu, kami juga ingin dengar!"     

"Apa yang kamu bisikkan, ibu?"     

Aiden tidak tahu apakah ia harus mendengus atau tertawa. Tetapi kedua putrinya itu benar-benar menggemaskan sekaligus menjengkelkan. "Sudah makan saja. Nanti ayah habiskan puding kalian, loh!"     

Begitu mendengarnya, Arka dan Aksa langsung memegang pudingnya dengan erat.     

Anya mengajak Hana menuju ke dapur. "Anya, ada apa? Apakah Aiden juga tidak boleh tahu?"     

"Aku tidak mau membicarakannya di hadapan anak-anak. Nanti aku yang akan memberitahu Aiden," kata Anya.     

"Mengenai Tiara?" Hana sudah menebak apa yang Anya akan katakan.     

Anya mengedipkan matanya dan memandang Hana dengan tidak percaya. Memang benar Hana adalah orang yang cerdas. Tetapi ia berusaha menutupinya dengan kerendahan hatinya.     

"Harris tidak memiliki hubungan apa pun dengan Tiara, kan?" Anya langsung terus terang.     

"Harris menyukai Nadine. Ia dan Tiara hanya pernah bertemu saat mereka masih kecil dan mereka tidak ada hubungan apa pun," kata Nadine.     

Anya mengangguk, "Akhir-akhir ini, Nadine sangat sensitif. Aku hanya takut ia akan terlalu kepikiran. Meski Bu Hana ingin berterima kasih pada Tiara dan menjadikannya sebagai putri ibu, ibu harus hati-hati, jangan sampai mengabaikan Nadine. Tentu saja kalau Harris memiliki pemikiran yang lain, ia harus berkata jujur pada Nadine."     

"Apa yang kamu pikirkan? Harris hanya mencintai Nadine dan cintanya tidak pernah berubah. Meski ia tidak memiliki anak, ia tidak akan memikirkan wanita lain. Dan aku tidak mau ikut campur dengan keluarga mereka. Kalau Harris bisa menerima Nadine apa adanya, aku juga tidak masalah," kata Hana dengan jujur.     

Anya memeluk Hana dengan lembut. "Aku tahu ibu tidak akan memperlakukan Nadine dengan buruk. Tetapi Nadine adalah gadis yang bodoh. Aku khawatir ia tidak akan bisa melihat kebaikan kalian. Dan aku pikir Tiara bukan gadis yang jahat. Aku rasa ia tidak memikirkan apa yang ia katakan dan mengatakan sesuatu yang membuat Nadine salah paham."     

"Aku memang dulu pernah bercanda dengan ibu Tiara bahwa aku akan menikahkan Harris dengan Tiara. Aku tidak mau menutupinya dan mengatakannya dengan jelas di hadapan semua orang bahwa sekarang apa pun yang terjadi Tiara tidak akan bisa menjadi menantuku. Itu sebabnya aku memintanya untuk menjadi putriku. Aku akan mencintainya seperti putriku sendiri dan ia juga setuju. Hanya itu saja," kata Hana dengan tenang.     

Anya mengangguk, "Aku tahu ibu selalu memikirkan semuanya."     

"Dokter Tirta bilang sebenarnya ada cara lain kalau Nadine dan Harris ingin memiliki anak. Mereka bisa pergi ke luar negeri dan mencari surrogate mother atau ibu pengganti. Dari pemeriksaan, sel telur Nadine masih sehat, hanya saja rahimnya yang tidak cukup kuat. Tetapi aku tidak tahu bagaimana cara memberitahu Nadine …"     

"Bu Hana, Nadine masih sangat muda. Kita tunggu saja beberapa tahun lagi, ya?" Anya merasa ia harus berbicara dengan Nadine sekarang. Ia takut Nadine mengalami depresi.     

Hana mengangguk, "Aku juga memikirkan hal yang sama sehingga aku tidak memberitahu rencana ini padanya. Aku mengatakan hal ini padamu, bukan berarti aku memaksanya untuk melakukannya. Aku berpikiran terbuka. Kalau mereka tidak apa-apa tidak memiliki anak, aku juga tidak keberatan. Kalau mereka benar-benar ingin memiliki anak, mereka masih memiliki banyak opsi lain."     

"Aku mengerti , tetapi sebaiknya masalah ini tidak dikatakan pada Nadine terlebih dahulu. Ia bahkan belum berusia 30 tahun dan mereka berdua masih sangat muda. Tunggu saja. Aku yakin ada keajaiban untuk mereka," kata Anya.     

"Masalah yang aku katakan padamu hari ini, kamu … jangan bilang pada Tuan Bima. Dokter Tirta menyarankan jalan itu karena Tuan Bima terus menerus mendesaknya untuk memberikan saran. Aku sudah menolaknya. Aku juga sudah menjelaskan kepadanya dan Dokter Tirta tidak akan mengatakannya pada Tuan Bima."     

"Ayah sedang sibuk dengan masalah Jenny sekarang dan ia tidak sempat memikirkan Nadine. Aku yakin ayah juga memperhatikan Nadine dan Harris," kata Anya.     

"Benar. Nadine sedang tertekan sekarang. Aku sudah bilang pada Harris bahwa aku akan lebih mengurusnya dan perhatian padanya. Aku khawatir ia terlalu banyak berpikir yang aneh-aneh. Lain kali, biar Tiara datang dan menemuiku di sini biar ia tidak mengganggu Harris dan Nadine. Jangan khawatir, Anya," Hana tersenyum dan berkata, "Tentu saja, kalau kamu mengijinkan."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.