Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Memberi Ijin



Memberi Ijin

0"Lari begitu cepat. Siapa yang tadi bilang ingin aku sehat? Siapa yang bilang tidak akan menikah dan ingin menemainku selamanya?" kata Bima dengan sengaja.     

"Tadi aku pikir kakek benar-benar sakit dan aku sangat khawatir. Itu sebabnya aku mengatakannya. Tetapi sekarang kamu baik-baik saja. Biar Nenek Marsha saja yang menemanimu. Kalau aku di sini, sepertinya aku malah mengganggu. Beristirahatlah kakek! Aku pergi!" Jenny meninggalkan rumah sakit dengan gembira.     

Tidak lama setelah Jenny pergi, Bima menghela napas panjang. "Maria, kalau Jenny ingin menikah, aku memberinya ijin."     

"Ayah, apakah kamu serius?" Maria terlihat tidak percaya.     

"Jenny sudah dewasa, sudah waktunya untuk keluar dari rumah dan menikah. Dari pada ia tinggal di sampingku, tetapi terus menyalahkan aku, lebih baik ia cepat menikah saja," kata Bima sambil tersenyum. "Aku tidak menginginkan apa pun. Aku hanya ingin ia bahagia."     

"Mengapa ayah tidak memberitahunya tadi?" Maria tertawa.     

"Aku hanya ingin menggodanya agar ia berkata jujur," kata Bima dengan sengaja.     

"Baiklah kalau begitu. Lebih baik kita tidak membahasnya dulu sampai Jonathan keluar dari rumah sakit."     

Jenny dilarang untuk keluar rumah sejak pesta ulang tahunnya. Selain itu, ponselnya juga disita. Karena Jenny terbiasa untuk beraktivitas di luar rumah, terus-terusan berada di rumah membuatnya menggila.     

Agar bisa kabur dari rumah, Jenny melakukan segala cara. Tetapi Bima tidak menyerah juga.     

Jarang-jarang ia bisa pergi ke luar hari ini, meski hanya untuk pergi ke makam neneknya dan berdoa.     

Begitu pulang, ia mengetahui bahwa Jonathan datang untuk melamarnya secara resmi. Tidak disangka, lamaran itu malah membuat tekanan darah Bima naik drastis. Saat menolong Bima, Jonathan juga terjatuh dan melukai dirinya sendiri.     

Di hari yang sama, dua orang yang dicintainya sama-sama harus masuk rumah sakit. Jenny tidak bisa menggambarkan bagaimana perasaannya saat ini.     

Untung saja Bima baik-baik saja. Yang membuatnya paling gembira adalah Bima akhirnya tidak menentangnya untuk mengunjungi Jonathan.     

Namun, Jenny masih merasa bingung. Ia tahu kakeknya tadi benar-benar marah sampai tekanan darahnya naik. Tetapi mengapa Bima membiarkannya untuk mengunjungi Jonathan?     

Karena begitu senang, Jenny tidak memikirkan alasannya lagi. Yang penting, ia bisa mengunjungi Jonathan.     

Dengan persetujuan dari Bima, Jenny bisa datang ke rumah sakit setiap hari saat Jonathan masih dirawat. Bagi Jenny, tinggal di dalam kamar dan menunggu Jonathan bangun adalah kebahagiaan tersendiri untuknya.     

Sekitar jam 1 siang, di kamar inapnya, Jonathan sedang makan siang. Sementara itu, Jenny sedang memandangnya sambil memangku kepalanya dengan kedua tangannya.     

Sudut bibirnya melengkung membentuk senyuman. Pria yang dicintainya itu benar-benar tampan. Ia menyandarkan kepalanya di tempat tidur dan tanpa sadar ia tertidur.     

Di kamar yang sunyi, suara ponsel tiba-tiba terdengar. Suara itu membuat Jenny terbangun. Ia langsung bergegas mematikan suaranya karena khawatir Jonathan akan terbangun dan terganggu istirahatnya.     

Ia langsung berjalan ke luar dari kamar untuk menerima panggilan itu. Tiara lah yang meneleponnya.     

"Jenny, di mana kamu? Ayo kita pergi belanja. Aku ingin beli baju baru. Kamu memiliki style fashion yang bagus. Ayo bantu aku memilih baju," suara Tiara terdengar dari telepon.     

Jenny terlihat ragu sejenak. "Tetapi Jonathan masih di rumah sakit. Mana bisa aku pergi untuk berbelanja sekarang …"     

Sebelum Jenny selesai berbicara, Tiara mengeraskan suaranya dari telepon. "Jenny, kamu teman macam apa? Ada banyak dokter dan suster yang bisa mengurus Jonathan di rumah sakit. Apakah kamu tidak bisa keluar sebentar? Apakah kamu tidak ingat bahwa aku membantumu sebelumnya ..."     

"Aku tahu, aku tahu. Baiklah, di mana aku harus menemuimu?" Jenny tahu ia tidak akan bisa menolak ajakan Tiara. Mungkin kalau ia menolak, Tiara akan langsung datang ke rumah sakit dan menyeretnya keluar.     

"Di mall Atmajaya Group saja. Itu mall yang paling dekat dengan tempat kita berdua saat ini. Aku akan menunggumu di kafe yang sama seperti sebelumnya. Cepat datang! Jangan buat aku menunggu. Nanti malam aku akan pergi makan di rumah kakak iparmu," kata Tiara dengan sembarangan.     

Jenny merasa ada sesuatu yang salah saat mendengarnya. "Tiara, lebih baik kamu jujur padaku. Kamu bukan tipe orang yang suka berbelanja, tetapi mengapa kamu tiba-tiba mengajakku untuk membeli baju? Untuk pergi makan di rumah kakak iparku, kamu mau berdandan dengan cantik. Apa niatmu sebenarnya? Lebih baik kamu menjelaskan semuanya padaku. Kamu tahu kan kalau kakak iparku sudah punya istri!"     

Tiara langsung meledak saat mendengarnya. "Dasar gila ya! Apa yang kamu bicarakan? Kak Harris dan aku tidak ada hubungan apa pun. ibunya tahu aku ada di kota sehingga ia ingin mengundangmu makan malam. Ia bilang ia ingin berterima kasih karena telah menyelamatkan nyawanya."     

"Benarkah?" Jenny masih terlihat ragu dan bergumam dengan tidak jelas saat mendengarnya. Tetapi pada akhirnya ia mengesampingkan kecurigaannya. "Baiklah, aku akan pergi ke sana. Tunggu aku."     

Setelah menutup telepon, Jenny kembali ke dalam kamar Jonathan, menemukan Jonathan sudah terbangun.     

"Kamu sudah bangun? Apakah aku terlalu berisik sehingga mengganggu istirahatmu? Ini semua salah Tiara," Jenny tersenyum dengan malu.     

Begitu melihat Jonathan, Jenny langsung lupa terhadap janjinya untuk menemani Tiara berbelanja.     

Saat ini, hanya ada Jonathan di matanya. Ia akan sangat kecewa kalau benar teleponnya lah yang telah membangunkan Jonathan. Di hadapan Jonathan, ia ingin terlihat sebagai wanita yang terbaik.     

"Jenny, kemarilah!" Jonathan memencet remote control dan menaikkan tempat tidurnya.     

Ia mengulurkan tangan kirinya ke arah Jenny, disambut oleh Jenny dengan kedua tangannya, menggenggam tangan Jonathan dengan erat.     

Wajah Jonathan menatap lurus ke arah Jenny, sementara itu sinar matahari yang datang dari jendela menyinari sisi wajahnya, membuat hidungnya terlihat lebih mancung. Rambut Jonathan yang turun tidak bisa menyembunyikan tatapannya yang memabukkan.     

Pada saat itu, Jenny bisa merasakan hatinya yang terasa semakin hangat.     

"Apakah Tiara mengajakmu untuk pergi? Beberapa hari ini kamu terus menemaniku di rumah sakit. Kamu pasti bosan. Tidak apa-apa kalau kamu mau pergi dan bersantai," kata Jonathan dengan lembut.     

"Kamu mendengarnya?" Jenny merasa sedikit malu.     

Jonathan tersenyum dan mencubit hidung kecil Jenny dengan lembut. "Pergilah. Tidak usah mengkhawatirkan aku. Kamu sudah terlalu lama tinggal di rumah sakit. Melihatmu kebosanan di sini malah membuatku tidak enak."     

"Bu Hana mengundang Tiara untuk makan malam di rumahnya. Aku belum memberitahumu bahwa Tiara dan Kak Harris saling mengenal. Tiara dan ibunya dulu pernah menyelamatkan Kak Harris dan Bu Hana. Itu sebabnya Bu Hana ingin mengucapkan terima kasih. Tiara, memaksaku untuk keluar dengannya. Aku janji, aku akan menemanimu setelah makan malam dan membawakan makan malam untukmu, oke? Masakan Bu Hana sangat neak," Jenny menggenggam tangan Jonathan dengan kedua tangannya dan menggoyang-goyangkannya dengan lembut.     

Jonathan memandang penampilan Jenny yang manja. Ia benar-benar manis.     

"Jenny, tidak usah menjelaskannya padaku. Kalau kamu mau pergi, pergilah. Kalau sudah terlalu malam, tidak usah kembali ke sini. Aku baik-baik saja," kata Jonathan.     

Jonathan merasa menyesal karena ia tidak memperhatikan Jenny selama bertahun-tahun.     

Sebenarnya, bukannya Jonathan tidak mau memperhatikan Jenny, tetapi ia tidak berani. Dua tahun lalu, saat Jenny patah hati dan melarikan diri ke rumah Diana untuk menjadi guru Alisa, Jonathan bisa melihat cahaya terpancar darinya saat ia mengajar Alisa dengan sabar.     

Ia sederhana dan cerdas. Ia juga sangat serius terhadap perasaannya.     

"Kalau begitu, aku pergi dulu. Jangan merindukanku, ya?" Jenny mencium bibirnya dan langsung pergi ke tempat janjiannya.     

Tiara tiba lebih awal. Ia memesan kopi untuknya dan menunggu Jenny sambil memainkan ponselnya.     

Jenny tiba tepat waktu dan memesan segelas jus jeruk di kafe tersebut. Setelah menghabiskan minuman mereka nanti, mereka pergi ke lantai dua untuk berbelanja.     

Mall tersebut merupakan milik Atmajaya Group. Semua tenant di sana berada di bawah Atmajaya Group.     

Jenny terlalu malas untuk berlama-lama di sana. Sehingga sebelum ia tiba, ia sudah menelepon beberapa butik yang menjual pakaian wanita untuk menyiapkan semuanya.     

"Nona, semuanya sudah siap. Apakah Anda sudah sampai?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.