Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Datang untuk Meminang



Datang untuk Meminang

0"Aku pikir kamu sakit hati dan marah karena dimarahi oleh kakek di depan umum pada saat ulang tahunku. Itu sebabnya kamu menyesal telah melamarku dan memutuskan untuk mengabaikanku."     

"Aku hanya tidak ingin membuatmu bingung, memilih antara aku atau kakekmu. Jadi aku menunggumu mengambil inisiatif untuk menghubungiku," Jonathan memberitahu apa yang ia pikirkan.     

"Aku menunggumu menghubungiku dan kamu juga menungguku menghubungimu. Kalau bukan karena ibuku yang menyuruhku untuk melakukannya, mungkin kita akan terus menunggu dengan bodohnya?" tanya Jenny.     

"Lalu, apakah kamu menerima lamaranku?"     

"Cincinnya sedikit kekecilan. Aku tidak bisa melepaskannya dari jariku setelah memasangnya. Aku tidak bisa mengembalikannya padamu."     

"Jadi, artinya kamu menerimaku!" tawa hangat Jonathan terdengar dari seberang telepon.     

Jenny langsung bangkit berdiri dan mengusir ibunya keluar dari kamar karena ia terlalu malu. "Ibu, bukankah kamu sedang sibuk? Aku tidak akan menahanmu di sini. Kamu bisa memasak makan siang sekarang."     

"Baiklah. Aku tahu kamu malu kalau aku ada di sini," Maria tersenyum dan meninggalkan ruangan.     

Jenny memang merasa malu kalau harus bersikap manja di hadapan Maria. Kalau ada ibunya, ia tidak bisa bermanja-manja dan menggoda Jonathan.     

Maria merasa cukup optimis terhadap hubungan Jenny dan Jonathan. Mereka berdua saling mencintai satu sama lain dan latar belakang keluarga mereka tidak jauh berbeda.     

Permasalahannya hanyalah satu, yaitu Jonathan yang sudah pernah menikah dan memiliki anak.     

Maria memahami mengapa ayah mertuanya menentang dengan keras hubungan Jenny dan Jonathan. Ia mempermasalahkan status Jonathan sebagai anak haram, menganggap bahwa Jonathan tidak pantas untuk Jenny.     

Namun kalau memang Bima bersikeras untuk menentang, mengapa ia mengurung diri selama tiga hari dan belum menentukan keputusannya?     

Maria merasa sepertinya pelangi akan segera muncul setelah badai yang terjadi.     

Kalau Bima menyetujui hubungan Jenny dan Jonathan, Maria juga akan ikut senang. Sebagai orang ibu, apa lagi yang ia inginkan untuk putrinya, selain seorang pria yang rela mengorbankan segalanya untuk putrinya?     

"Kemarin malam aku pergi ke ruang kerja kakek dan mencari kartu keluarga serta akta lahirku. Tetapi saat aku membuka nakasnya, kakek memergokiku," bisik Jenny.     

"Jenny, jangan begitu. Itu bukan hal yang baik," Jonathan menegurnya.     

"Kakek bilang aku tidak punya hak untuk mengetahui di mana kakek menyimpan berkas-berkasku," kata Jenny dengan frustasi dan sedih. "Mengapa aku tidak memikirkan cara ini dari dulu. Untuk menikah, aku membutuhkan berkas-berkas itu."     

Jonathan tertawa dan menghiburnya. "Kakekmu sudah tahu bahwa kamu orang yang ceroboh dan gegabah. Ia takut kamu bertindak impulsif dan melarikan diri dengan berkas itu."     

"Bagaimana cara kita menikah kalau aku tidak bisa mendapatkan berkas-berkas itu?" kata Jenny dengan cemas.     

"Kalau kakekmu menerimaku, ia akan memberikan semua berkasnya pada kita. Tetapi sebelum itu, kamu tidak bisa menggunakan cara-cara yang nakal untuk mendapatkannya," Jonathan memperingatkan kekasihnya yang kelewat nakal itu.     

Jenny tersenyum dan mengangguk. "Baiklah, aku akan menurutimu."     

…     

Di sore hari, Marsha datang sesuai dengan janjinya, untuk minum teh bersama dengan Bima. Marsha ikut makan malam bersama dengan Keluarga Atmajaya dan minum sedikit anggur. Karena ia agak mabuk, Maria meminta seorang pelayan untuk membantu Marsha menginap di kamar tamu rumahnya.     

Keesokan paginya, Bima tiba-tiba saja mengajak Jenny untuk pergi ke sebuah pemakaman, makan tempat neneknya di kubur.     

"Kakek, apakah kamu dan Nenek Marsha akan menikah sehingga kamu ingin pergi ke tempat makam nenek dan meminta ijin?" tanya Jenny.     

Tepat pada saat itu, Marsha keluar dari kamar tamu dan sedikit malu saat mendengar kata-kata Jenny.     

"Aku ingin berbicara dengannya dan meminta ijin. Aku yakin nenekmu pasti akan mengijinkan," Bima berjalan menghampiri Marsha dan meraih tangannya. "Marsha, kamu benar. Aku mengerti sekarang. Anak dan cucuku memiliki kehidupannya mereka masing-masing.     

Marsha menarik tangannya dengan malu. "Kalau kamu mau pergi, aku akan pulang dulu. Maaf sudah merepotkan kalian semua kemarin malam."     

"Bibi, aku sudah membuatkan sarapan untukmu," Maria tahu bahwa Marsha pasti merasa malu karena kemarin malam mabuk sehingga menginap di sana dan ingin segera pulang. Itu sebabnya, Maria membungkuskan sarapan untuknya di sebuah kotak makan.     

Marsha tidak bisa menolaknya. Ia menerimanya dengan senyum hangat di wajahnya. "Terima kasih. Aku sudah merepotkanmu."     

"Tidak usah sungkan. Sebentar lagi kita kan akan menjadi keluarga," saat Maria mengatakan hal ini, Marsha terlihat malu-malu. Ia menepuk punggung tangan Maria tanpa mengatakan apa pn.     

Tetapi saat ia pergi meninggalkan rumah itu, wajahnya terlihat sedikit menunjukkan senyum gembira.     

Pada pukul 10 pagi, Bima mengajak Jenny dan Maria ke makam mantan istrinya.     

Tidak tahu apa yang dikatakan oleh Bima di hadapan makan mantan istrinya itu, tetapi ia berdoa cukup lama. Jenny merasa, Bima pasti sedang melaporkan semua yang ia lakukan selama ini, mungkin kenakalan-kenakalannya …     

Ketika meninggalkan makan, Bima hanya mengajak Jenny dan Maria untuk berpamitan dan kemudian mereka pulang.     

"Kakek, apakah kamu melaporkan semuanya pada nenek? Apakah kamu bilang aku tidak menurutimu dan menyuruhnya untuk menakutiku di malam hari?" tanya Jenny dengan hati-hati.     

"Kamu terlalu berpikir yang aneh-aneh," jawab Bima sambil tersenyum.     

"Lalu apa yang kamu katakan?"     

"Aku bilang bahwa cucunya sudah pulang ke rumah setelah kuliah di luar negeri dan jatuh cinta pada seorang pria. Aku meminta bantuannya untuk menyelidiki pria itu. Kalau Jonathan tidak benar-benar mencintaimu, aku menyuruhnya untuk membawa Jonathan pergi," kata Bima dengan wajah serius.     

"Kakek! Bagaimana kamu bisa melakukan ini? Meski Jonathan tidak mencintaiku sekali pun, ia tidak boleh mati!" kata Jenny dengan marah.     

"Kalau tidak ada yang terjadi padanya, maka cintanya padamu memang benar-benar tulus. Kalau ada sesuatu yang terjadi padanya, jangan sedih dan cari saja pria lain," jawab Bima dengan tenang.     

"Pak supir, cepat putar balik dan kembali ke makan," teriak Jenny dengan cemas. "Kakek, bilanglah pada nenek lagi. Kamu tidak boleh melakukan ini pada Jonathan. Kalau Jonathan tidak mencintaiku, ya sudah, biarkan saja. Kamu tidak boleh membunuhnya. Ah!"     

"Itu artinya, kamu sendiri tidak yakin apakah ia benar-benar tulus mencintaimu atau tidak," Bima melirik ke arahnya.     

"Aku cukup yakin ia mencintaiku," jawab Jenny dengan percaya diri.     

"Lalu, apa yang kamu takutkan?" tanya Bima.     

"Aku … Aku hanya merasa kakek melaporkan semua kenakalanku pada nenek. Itu tidak benar!" kata Jenny dengan kaku.     

"Belum tentu juga nenekmu mendengarkan aku. Kalau tidak ada yang terjadi pada Jonathan selama tiga hari, aku akan percaya kalau ia benar-benar mencintaimu," kata Bima.     

"Ia akan baik-baik saja. Karena ia benar-benar mencintaiku," mata Jenny sama sekali tidak menunjukkan keraguan saat mengatakannya.     

Saat mereka kembali ke rumah Keluarga Atmajaya, mereka melihat ada dua mobil yang terparkir di halaman rumah. Salah satunya adalah mobil Indah dan yang lainnya mobil Rudi.     

"Rudi datang untuk menemaniku bermain catur. Tetapi mengapa Indah datang secara tiba-tiba?" ekspresi di wajah Bima sedikit berubah.     

Jenny juga bertanya-tanya. Mengapa bukan Jonathan yang datang, tetapi malah Rudi dan Indah …     

Siapa yang tahu, begitu ia memasuki pintu, ia melihat Jonathan dan Indah sedang duduk di sofa ruang keluarga. Sementara itu, Rudi sama sekali tidak terlihat batang hidungnya.     

Kepala pelayan langsung menyambut Bima dan melaporkan. "Tuan, setelah mengantarkan Nyonya Marsha pulang, Tuan Jonathan dan Nyonya Indah datang ke rumah. Saya tidak berani menelepon Anda karena Anda sedang pergi. Katanya mereka ingin menunggu hingga Anda pulang."     

Bima melihat hadiah yang ada di atas meja. "Indah, mengapa kamu tidak bilang kalau kamu datang? Kita kan keluarga. Untuk apa kamu datang dan membawa banyak hadiah seperti ini?"     

"Bukan aku yang membeli hadiah ini. Semua ini adalah pemberian Jonathan. Bima, aku dan kamu sama-sama menentang hubungan mereka. Tetapi kamu juga tahu kan kalau Jenny dan Jonathan saling mencintai. Ibu Jonathan sudah meninggal sejak ia masih kecil dan kakakku masih berada di dalam penjara. Hanya aku yang bisa datang untuk menemaninya hari ini," Indah berkata dengan terang-terangan bahwa ia datang berniat untuk meminang Jenny.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.