Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Mendorongnya dari Tangga



Mendorongnya dari Tangga

0Sherry menoleh, menunjukkan senyum dingin. Tangannya terulur ke arah punggung Jenny dan ia mendorongnya dengan keras.     

"JENNY!" Jonathan dan Rudi berteriak bersamaan.     

Rudi langsung menendang Sherry, tetapi Sherry tidak mau menyerah dan tetap mendorong Jenny dari tangga yang tinggi itu.     

"Ahh!" Jenny merasa tubuhnya terdorong ke depan dan ia tidak bisa menahan dirinya.     

"Ya Tuhan!"     

"Hati-hati!"     

"Jenny …"     

Jonathan berlari dan mengulurkan tangannya untuk menangkap Jenny, tetapi tangannya itu tidak bisa mencapainya. Akhirnya ia berlari lebih cepat dan melemparkan tubuhnya sendiri untuk menangkap Jenny.     

Jenny berusaha untuk meraih apa pun dengan panik, tetapi tidak ada yang bisa dipegangnya. Ia hanya bisa menutup matanya.     

Tetapi nyatanya ia terjatuh di pelukan yang hangat. Jonathan memeluknya dengan satu tangannya dan mencoba untuk meraih pegangan tangga dengan tangannya yang lain.     

Orang-orang yang berada di bawah tangga begitu terkejut melihat kejadian ini dan bergegas naik ke lantai tas untuk membantu. Setelah Rudi menjatuhkan Sherry, ia melihat Jonathan sudah menangkap Jenny. Ia merasa sangat lega.     

'Jenny, apakah kamu baik-baik saja?" Aiden adalah orang pertama yang naik ke atas dan membantu Jenny untuk berdiri.     

Anya juga bergegas menghampiri. Saat ia melihat bercak darah di tangga, ia merasa sangat panik. "Kak, apakah kamu baik-baik saja?"     

Jonathan terlihat baik-baik saja di depan, tetapi bagian belakang kepalanya sudah berlumur dengan darah. Saat ia melihat Jenny baik-baik saja, ia hanya tersenyum. "Jangan khawatir. Aku baik-baik saja!"     

"Cepat … Cepat telepon ambulans!" Jenny menangis dengan panik.     

Kejadian yang tidak mengenakkan sebelumnya tidak cukup untuk mengacaukan pesta ulang tahun yang megah ini. Tetapi kejadian kali ini melibatkan darah.     

Tidak ada yang tahu apa masalah Jenny dengan Sherry dan mengapa Sherry mendorongnya dari tangga.     

Tidak ada yang tahu mengapa Jonathan kembali ke tempat acara itu.     

Tetapi ia menggunakan tubuhnya untuk melindungi Jenny, tidak peduli meski ia harus terluka.     

Kalau bukan cinta, lalu apa namanya itu?     

Ambulans tiba dan langsung membawa Jonathan pergi. Anya dan Rudi langsung mengikutinya ke rumah sakit.     

Sementara itu, pesta ulang tahun Jenny terus berlangsung. Jenny dibawa ke ruang ganti di lantai dua dan tidak muncul lagi setelah pesta ulang tahun itu selesai.     

Tidak peduli seberapa keras ia menangis, Bima tidak mengijinkannya untuk menjenguk Jonathan di rumah sakit.     

Sebelum pesta ulang tahun selesai, Anya akhirnya kembali ke tempat acara.     

"Ayah, kak Jonathan mengalami cedera kepala ringan dan cedera di pinggangnya. Tidak ada yang membahayakan nyawanya. Ibuku dan Lisa sedang menemaninya di rumah sakit. Rudi juga berada di sana, jadi aku kembali lebih dulu," Anya menjelaskan mengenai situasi Jonathan pada Anya.     

"Baiklah. Baguslah kalau dia baik-baik saja," kata Bima dengan suara pelan.     

"Kakek, aku ingin pergi ke rumah sakit untuk menemuinya. Biarkan aku pergi, aku mohon!" kata Jenny sambil menangis.     

"Apa yang akan kamu lakukan? Lebih baik pulang saja denganku! Ia menyelamatkanmu, aku akan memberinya kompensasi tetapi dengan cara yang lain," Bima merasa sangat tersentuh dengan pengorbanan Jonathan, tetapi ia tidak akan membiarkan Jenny menikah dengan Jonathan.     

"Aku tidak mau pulang denganmu. Kamu adalah orang tua yang berdarah dingin!" Jenny berlari keluar dari ruangan itu dengan marah.     

Aiden sedang mengambil mobilnya dan membawanya ke lobby, hendak membawa istrinya pulang. Tetapi bukan Anya yang masuk, melainkan Jenny yang tidak mau turun dan bergerak sedikit pun dari mobil.     

"Turunlah!" Bima dan Maria menghampiri secara bersamaan, memaksa Jenny untuk turun.     

"Tidak mau. Kakek jahat. Aku tidak mau bertemu denganmu lagi," kata Jenny dengan mata memerah.     

"Jenny, jangan bicara seperti itu pada kakekmu. Ia melakukan semuanya demi kebaikanmu!" tegur Maria.     

"Kalian semua mengatakan bahwa ini adalah yang terbaik untukku. Tetapi kalian menghalangiku untuk menemui orang yang benar-benar aku cintai, kalian mengusir pria yang benar-benar mencintaiku. Apakah benar ini yang terbaik untukku?" tanya Jenny sambil menangis.     

Di kursi pengemudi, Aiden menoleh dan memandang ke arah belakang, melihat keponakannya sedang menangis. Ia tidak tega untuk memaksanya keluar.     

"Ayah, biar Jenny ikut denganku ke rumah dulu. Tidak akan ada yang terjadi kalau aku dan Anya yang menjaganya," kata Aiden.     

"Aiden, kamu tidak boleh membiarkan Jenny pergi ke rumah sakit dan mengunjungi Jonathan!" kata Bima dengan tegas.     

Air mata di wajah Jenny semakin deras. Jonathan terluka untuk menyelamatkannya. Tetapi semua orang melarangnya untuk mengunjunginya dir umah sakit.     

Walaupun ia tahu dari Anya bahwa Jonathan baik-baik saja. Tetap saja ia merasa cemas.     

Setelah kembali ke rumah Aiden, Jenny langsung berlari menuju ke kamar tamu dan menelepon nomor ponsel Jonathan. Tetapi ponselnya itu mati.     

"Biar aku yang menghubunginya," Anya menelepon ibunya. "Ibu, apakah Kak Jonathan tidur?"     

"Tidak, sepertinya obat penghilang rasa sakitnya sudah habis efek sehingga ia sedikit kesakitan sekarang. Sepertinya Jonathan tidak akan bisa tidur malam ini," kata Indah sambil menghela napas panjang. "Ada apa?"     

"Jenny ingin berbicara dengannya," kata Anya.     

"Jonathan tidak mau menjawab ponselnya karena takut Jenny khawatir padanya," jawab Indah.     

"Jenny benar-benar memberontak hari ini. Ia tidak mau pulang ke rumah dan ikut bersama denganku. Di lobby hotel, ia mengatakan bahwa ayah adalah orang tua berdarah dingin dan jahat. Sepertinya Kak Jonathan harus menanggung semua ini lagi," Anya mengelus kepalanya yang terasa nyut-nyutan.     

Kalau Jenny marah dan sampai menghina Bima seperti itu, Bima pasti berpikir bahwa Jonathan lah yang membuat cucunya berontak seperti ini.     

Walaupun Jonathan tidak melakukan apa pun, ia akan selalu disalahkan.     

"Ya sudah, biarkan mereka berbicara sebentar," Indah memberikan ponselnya pada Jonathan.     

"Ini Jenny. Bagaimana keadaanmu?" suara Jenny terdengar serak dan sengau karena terlalu banyak menangis.     

Jonathan terkekeh pelan. "Apakah kamu menangis? Bukankah Anya sudah bilang padamu bahwa aku baik-baik saja?"     

"Mengapa kamu menyelamatkanku?" tanya Jenny sambil menangis.     

"Mengapa? Tentu saja karena aku mencintaimu," Jonathan menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan rasa sakit yang dirasakannya. "Jenny, seluruh tubuhku sakit sekarang. Bisakah kamu menyanyikan lagu untukku?"     

Tanpa berpikir panjang, Jenny langsung menyanyikan sebuah lagu.     

Tidak peduli meski suaranya tidak bagus …     

Tidak peduli meski hidungnya tersumbat karena terlalu banyak menangis dan sulit baginya untuk berbicara, apa lagi bernyanyi …     

Ia akan melakukan apa pun yang Jonathan inginkan.     

Mendengar suara Jenny, rasanya rasa sakit yang Jonathan berkurang.     

Jenny tidak bisa pergi ke rumah sakit untuk menemani Jonathan, jadi ia menemaninya melalui telepon.     

Anya mengambil charger ponsel agar ponsel Jenny tidak kehabisan baterai. Mereka berbincang-bincang hingga pagi.     

Pagi-pagi sekali, Anya membuka pintu kamar tidur tamu dan melihat Jenny sudah tertidur dengan lelap.     

Ponselnya masih tersambung dengan Jonathan meski dalam keadaan tertidur. Akhirnya Anya lah yang mematikannya dan menyimpannya di tempat yang lebih aman.     

Jenny tidur hingga siang hari. Saat ia bangun, ia melihat Anya duduk di pinggir tempat tidur sambil memandangnya.     

Jenny memandang Anya dengan cemberut, "Bibi, mungkin akan lebih baik kalau aku bukan anak dari Keluarga Atmajaya. Dengan begitu, aku bisa hidup dengan tenang, tidak perlu menderita seperti ini. Aku bahkan tidak bisa memilih pria yang aku cintai. Aku tidak bisa memilih siapa yang akan aku nikahi."     

"Kalau kamu bukan anggota Keluarga Atmajaya, kamu tidak akan mengenal kakakku. Mustahil sebuah kehidupan menjadi sempurna seperti yang kamu bayangkan," Anya tersenyum.     

"Bibi, aku ingin pergi ke rumah sakit. Maukah kamu membantuku?" Jenny memeluk lengan Anya dan memohon kepadanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.