Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Berpura-pura



Berpura-pura

0"Rudi, kita adalah teman baik, kan?"     

Dengan satu kalimat itu, Jenny menarik kembali Rudi ke dalam kenyataan.     

"Ada apa? Cepat katakan saja padaku," Rudi tersenyum dengan pahit seolah ia sudah memiliki firasat apa yang akan Jenny katakan selanjutnya.     

Karena setiap kali Jenny mengatakan kalimat itu, itu artinya Jenny sedang meminta sesuatu padanya dan itu bukanlah hal yang baik.     

"Rudi, kamu tahu kan, aku benar-benar menyukai Jonathan," Jenny mengatakannya dengan suara pelan sambil memandang ke arah kejauhan. "Akhirnya ia mau membalas cintaku, tetapi tidak ada satu orang pun yang mendukung kami. Rudi, apakah kamu mau membantuku?"     

Setiap kalimat yang Jenny katakan seperti pisau yang tajam, menusuk jantung Rudi.     

Rudi juga menyukai Jenny. Gen Keluarga Atmajaya sangat kuat sehingga Jenny memiliki wajah yang sangat cantik dan memiliki tubuh yang indah.     

Penampilannya menarik perhatian Rudi dan latar belakang keluarganya juga sangat kuat. Wanita seperti itu adalah wanita yang sangat sempurna untuk menjadi pasangan hidupnya. Jenny juga tidak akan pernah menderita kalau menjadi istrinya.     

Tetapi sayangnya Jenny tidak menyukainya.     

"Katakan kepadaku dulu apa yang harus aku lakukan untuk membantumu," kata Rudi dengan tenang.     

"Kakek melarangku untuk bertemu dengan Jonathan. Ia ingin aku menikah denganmu. Apakah kamu mau membantuku untuk berpura-pura? Aku harus membohongi kakekku. Kalau tidak, aku tidak akan pernah bisa bertemu dengan Jonathan," kata Jenny pada Rudi.     

Rudi tidak mengatakan apa pun. ia hanya mengangguk dan kemudian menjawab dengan satu kata," Baiklah."     

Tetapi siapa yang tahu betapa susahnya baginya untuk mengatakan kata 'baiklah' itu.     

"Rudi, kamu benar-benar teman baikku! Aku janji aku akan memperkenalkanmu pada salah satu temanku. Saat aku menikah dengan Jonathan nanti, aku akan memperkenalkan salah satu bridesmaid ku padamu, yang paling cantik! Dan aku akan membantu kalian!" kata Jenny dengan sangat senang.     

Setelah itu, tidak ada yang mengatakan apa pun lagi.     

Selain suara napas yang terdengar, hanya keheningan saja yang ada di ruangan tersebut.     

"Baiklah, teman. Beritahu aku, apa yang harus kita lakukan untuk berpura-pura?" pada akhirnya, Rudi menanyakan masalah itu untuk mencairkan suasana yang canggung.     

Jenny menghela napas lega. "Mudah saja. Aku akan bilang pada kakek bahwa aku berkencan denganmu. Di hadapan kakek, kita akan berpura-pura dekat. kamu akan menjemputku saat kamu punya waktu dan kita akan berpura-pura pergi bersama. Tetapi sebenarnya aku tidak pergi bersama denganmu, tetapi dengan Jonathan. Setelah itu, kamu bisa mengantarku pulang kembali," kata Jenny dengan nakal.     

Melihat Rudi tidak mengatakan apa pun, Jenny bertanya dengan sedikit penyesalan. "Apakah itu keterlaluan?"     

"Kamu sendiri tahu kalau itu keterlaluan? Bagaimana denganku? Masa kamu meninggalkan temanmu seperti ini?" keluh Rudi. "Bagaimana caramu membayarku?"     

Melihat Rudi yang sudah kembali bercanda dengannya, Jenny menatapnya dengan penuh harap dan bertanya. "Kamu setuju?"     

"Bagaimana mungkin aku tidak setuju? Ini semua karena kamu dan Jonathan adalah temanku! Kalau aku tidak setuju, kalian akan meninggalkanku!" kata Rudi sambil memandang Jenny dengan tatapan rumit.     

"Terima kasih! Sungguh terima kasih!" Jenny langsung memeluknya dengan gembira.     

Rudi tidak bergerak sedikit pun dan membiarkan Jenny memeluknya. Setelah beberapa saat, Jenny akhirnya menyadari apa yang ia lakukan. Saat ia hendak melepaskan Rudi dan melangkah mundur, Rudi tiba-tiba saja balas memeluknya. "Jangan bergerak. Bukankah ini bagian dari berpura-pura? Kakekmu sedang melihatmu!"     

"Aku tidak menyangka kamu bisa berakting dengan sangat cepat!" Jenny tertegun dan pandangannya tertuju ke arah Bima yang tidak jauh dari sana.     

Bima sedang bersandar di jendela sambil mengamati interaksi mereka di taman. Saat ia melihat Jenny dan Rudi berpelukan, ia langsung tersenyum lebar.     

Makan siang bersama dengan Rudi terasa sangat menyenangkan.     

Bima sedang dalam suasana hati yang sangat baik hari ini. Saat melihat sepasang anak muda yang duduk di hadapannya, ia merasa mereka sangat cocok.     

Saat makan, Rudi terus menerus memandang ke arah Jenny dan membantunya. "Jenny, ini ayam untukmu. akhir-akhir ini sepertinya kamu kurusan."     

"Oh! Kamu juga makan ini," Jenny memandang ke arah Bima dan tersenyum ke arah Rudi.     

Jenny masih belum bisa memasuki perannya, tetapi Rudi bisa masuk dengan begitu cepat. Tidak ada yang tahu apakah Rudi melakukan semua ini hanya akting atau ia mengikuti kata hatinya yang sebenarnya.     

Rudi bahkan memiliki ilusi, menganggap bahwa peran yang ia perankan ini adalah kenyataan, seolah hari ini ia benar-benar datang sebagai kekasih Jenny dan makan siang di rumah kekasihnya.     

Setelah makan siang, Jenny terus memohon pada Rudi. "Rudi, aku ingin pergi belanja, apakah kamu mau menamniku? Akhir bulan ini aku akan ulang tahun, tetapi aku belum punya baju baru," setelah mengatakannya, ia sengaja mengerutkan bibirnya dan terlihat sedih. "Kakek, apakah kami boleh pergi?"     

Bima merasa sangat senang saat mendengar hal ini. memang ini lah yang ia inginkan sejak awal. "Baiklah kalau begitu. Kalau Rudi yang menjagamu, kakek tidak perlu khawatir lagi," setelah mengatakannya, ia menepuk pundak Rudi. "Rudi, aku titipkan Jenny padamu. Kamu harus sabar ya. Jenny terlalu dimanja."     

"Jangan khawatir. Aku juga senang bisa pergi bersama dengan Jenny. Aku akan menemaninya," jawab Rudi.     

"Ayo perg! Kakek, aku akan pulang dan membawakan oleh-oleh untukmu!" kata Jenny.     

"Setiap kamu pergi, kamu selalu mengatakan hal yang sama. Apakah kamu pikir kakek ini masih kecil? Tidak usah oleh-oleh, yang penting kamu senang," walaupun Bima mengeluh, ia tetap merasa senang.     

"Baiklah kalau begitu. Dadah, kakek!" Jenny menggandeng tangan Rudi an berjalan ke arah pintu. Sementara itu, Rudi menganggukkan kepalanya dan berpamitan pada Bima dengan sopan.     

Bima memandang hingga ke pintu gerbang rumahnya. Rasanya, ikatan di hatinya seperti terlepaskan dan ia merasa lega.     

Jenny akhirnya sadar bahwa ini adalah waktunya untuk menurut. Bima benar-benar merasa senang.     

Jenny masuk ke dalam mobil Rudi dan meninggalkan rumah Keluarga Atmajaya, masih dalam pengawasan kakeknya.     

Saat ia duduk di dalam mobil, ia menurunkan jendelanya dan menghirup udara luar. Akhirnya ia bisa terbebas dari pengawasan kakeknya!     

Rudi menyetir mobilnya dan bertaya. "Jenny, apakah kamu mau belanja dulu atau langsung bertemu dengannya?"     

Jenny tersenyum dengan polos. "Ayo kita belanja dulu. Kita harus membeli sesuatu. Mungkin makanan dan anggur. Setelah itu kita bisa pergi ke rumahmu."     

"Ke rumahku?" Rudi langsung memahami niatnya. "Apakah kamu berniat bertemu dengan Jonathan di rumahmu? Dengan begitu, kamu terlihat sedang berkencan denganku," Rudi langsung menebak niat Jenny.     

Jenny mengedipkan matanya berulang kali. "Apakah boleh?"     

"Kalau aku bilang tidak boleh, apakah kamu akan mengganti tempat kencanmu?" tanya Rudi.     

"Rudiiii, temanku yang sangat, sangat, sangat tampan. Apakah kamu tidak ingin membantu aku yang sedang kesusahan ini?" teriak Jenny dengan sengaja.     

"Diamlah, jangan membuatku merinding!" kata Rudi sambil tertawa. "Baiklah, baiklah. Cepat telepon dia sekarang dan suruh dia tunggu di rumahku."     

Jenny mengambil ponsel Rudi dan langsung menelepon nomor Jonathan. Ia memintanya untuk bertemu di rumah Rudi.     

"Aku kembalikan ponselmu. Terima kasih, Rudi!" Jenny mengembalikan ponsel itu pada Rudi setelah ia selesai menelepon Jonathan.     

Rudi berpura-pura kesal dan menatap Jenny dengan ekspresi keberatan. "Aku sudah membantumu, tetapi mengapa kamu masih bersikap seperti ini kepadaku? Aku lebih tua darimu. Seharusnya kamu memanggilku dengan sebutan kakak!"     

"Baiklah, kakak!" kata Jenny sambil menyeringai.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.