Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Perasaan Seorang Kakek



Perasaan Seorang Kakek

0"Nyonya, apakah Tuan Aiden ada di rumah? Cepat datang lah ke sini. Nyonya Maria sedang tidak ada di rumah saat Tuan Eka datang dan Tuan Bima membiarkannya masuk," kata pelayan itu dengan cemas dari telepon.     

Anya langsung menutup telepon dan pergi ke ruang kerja mencari Aiden, tetapi Aiden tidak berada di rumah.     

Ia langsung meminta supirnya untuk menyiapkan mobil dan mengirimkan pesan pada Aiden, mengatakan kepadanya bahwa Eka berada di rumah Keluarga Atmajaya dan ia akan langsung pergi ke sana.     

Anya jarang keluar rumah. Sebagian besar baju yang tergantung di lemarinya adalah baju rumah yang santai. Tetapi saat bertemu dengan Eka, ia harus mengenakan baju yang formal.     

Ia mengingat kembali pakaian yang Lili pakai hari itu. Kemeja putih dan celana panjang jeans sepertinya cukup rapi untuk menemui Eka.     

Anya menemukan sebuah kemeja putih yang tidak terlalu formal, tetapi juga tidak terlalu santai. Ada sebuah bunga kecil berwarna merah muda yang disulam di area dekat lehernya. Tangannya sedikit longgar, membuat baju itu terlihat sederhana, tetapi tetap menawan.     

Setelah berhasil menurunkan berat badan, jeans yang ia miliki sekarang menjadi kebesaran. Ia pergi ke kamar Adel dan mencari jeans milik putrinya yang sekarang sangat pas dipakai olehnya.     

Anya turun ke lantai bawah dan menemukan mobilnya sudah berada di depan pintu. Setelah masuk ke dalam mobil, ia segera menyisir rambutnya dengan rapi dan menguncirnya.     

Supirnya menyetir dengan cepat menuju ke rumah Keluarga Atmajaya, tetapi kecepatannya tetap stabil sehingga Anya bisa merias wajahnya di kursi belakang tanpa takut riasan itu berantakan.     

Setelah memakai foundation dan bedak, Anya hendak menggambar eyeliner. Ia mengingatkan supirnya. "Pelan-pelan menyetirnya. Aku mau menggunakan eyeliner."     

"Baik, Nyonya!" supir itu langsung memelankan mobilnya dan tidak menambah kecepatan hingga Anya selesai.     

Sepanjang jalan, Anya merias wajahnya. Begitu ia hampir tiba di rumah Keluarga Atmajaya, ia merasa bahwa riasannya sudah sempurna. Awalnya, Anya merasa riasannya terlalu tipis sehingga ia menebalkannya lagi.     

Sejak lahir, ia memang sudah cantik. Riasan tebal malah akan membuatnya terlihat fierce dan tidak lembut. Jadi ia jarang mengenakan riasan yang tebal.     

Tetapi kalau ia ingin bertemu dengan Eka hari ini, ia harus tampil lebih berani. Ia ingin mengalahkan aura lawannya.     

Galih dan Jessica meninggal dalam kecelakaan mobil 24 tahun yang lalu. Anya sudah memberikan uang yang cukup besar untuk Eka agar Eka melakukan sesuatu terhadap mayat Jessica.     

Tetapi pada akhirnya, Eka tidak mau repot. Ia membakar mayat putrinya menjadi abu dan menyebarkannya. Ia tidak mau repot-repot membelikan tanah yang mahal untuk putri yang tidak terlalu ia cintai itu.     

"Nyonya, kita sudah sampai," supir itu keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Anya.     

Anya menarik napas dalam-dalam dan mengenakan lipstik Armaninya. Dalam sekejap saja, keberaniannya langsung meningkat.     

"Nyonya, Anda sudah datang. Saya tidak bisa menghentikan Tuan Bima. ia mengatakan semua yang tidak boleh dikatakan," kepala pelayan itu terlihat sangat cemas.     

Di perjalanan menuju ke rumah Keluarga Atmajaya, Anya sudah memikirkan skenario terburuk yang akan terjadi.     

Kalau Maria ada di rumah saat ini, Maria pasti bisa menghentikan Bima. Tetapi saat Maria sedang tidak ada di rumah, Bima bersikeras mau bertemu dengan Eka. Sehingga kepala pelayan itu tidak punya pilihan lain selain menuruti kata-kata Bima.     

Akhir-akhir ini, Bima terus berusaha untuk menjodohkan Adrian dan Maya. Tetapi Anya dan Aiden sama-sama setuju untuk menghormati keputusan putra mereka, tidak mau memaksanya.     

Kebetulan saja, Eka baru saja kembali ke Indonesia dan datang ke rumahnya. Sulit untuk memastikan bahwa dua orang tua itu tidak akan membicarakan mengenai masalah perjodohan ini.     

Saat Anya tiba, Bima dan Eka sedang mengobrol sambil minum teh. Di hadapan mereka terdapat sebuah papan catur.     

"Tuan Bima, Nyonya Anya datang," kepala pelayan itu melangkah maju untuk memberitahu Bima.     

"Eka, kebetulan Anya datang ke sini. Selama kamu berada di Indonesia, sering-seringlah datang kemari untuk membicarakan mengenai pesta pertunangan Adrian," kata Bima.     

"Paman Eka, sudah lama tidak bertemu. Dokter bilang ayah mengalami dementia dan ia sulit mengingat banyak hal. Ia juga kesulitan untuk mengenal beberapa orang. Kalau ia mengatakan sesuatu yang aneh, aku minta maaf," setelah Anya selesai mengatakannya, ia memanggil seorang pelayan. "Ayah butuh istirahat. Jangan lupa untuk mengingatkannya minum obat."     

"Aku tidak sakit. mengapa aku harus minum obat?" kata Bima dengan kesal.     

"Anya, aku tahu kamu tidak menyukaiku. Aku harap kamu bisa memahami perasaanku sebagai seorang kakek. Aku ingin bertemu dengan Adrian," Eka memohon padanya.     

"Aku tidak memahami apa yang kamu bicarakan," Anya berpura-pura tidak tahu.     

"Bima bilang padaku bahwa Jessica melahirkan anak laki-laki, tepat saat kamu melahirkan anak perempuanmu. Pada akhirnya, kamu mengumumkan bahwa kamu melahirkan anak kembar untuk membesarkan Adrian. Aku tidak berniat merebut Adrian darimu. Aku hanya ingin melihat anak Jessica. Aku hanya ingin tahu apakah ia baik-baik saja," saat mengatakannya, air mata mengalir dari sudut mata Eka.     

Anya merasa semua ini sangat konyol. Pria di hadapannya ini membuang abu putri kandungnya dengan tangannya sendiri. bagaimana mungkin ia bisa mencintai cucunya?     

"Apakah paman salah paham? Usia ayahku sudah sangat tua. Ia menderita dementia lebih dari 10 tahun dan mengkonsumsi banyak obat-obatan. Ia bahkan tidak bisa mengenali cucu-cucunya sendiri. Mengapa kamu mempercayainya?" kata Anya dengan suara yang datar.     

Pelayan rumah itu membantu Bima untuk kembali ke kamarnya, tetapi Bima tidak mau pergi. "Siapa yang dementia? Aku masih sehat. Adrian adalah anak yang baik dan aku menyukainya. Usianya sama dengan Maya. Mereka sangat cocok. Kalau ia tidak menyukai Maya, bagaimana dengan Adel?"     

"Ayah, apakah kamu lupa minum obatmu hari ini? Adrian adalah putraku. Awalnya kamu setuju untuk memberikan nama Pratama pada Arka, tetapi karena satu dan lain hal, akhirnya rencana itu dibatalkan. Setelah Adel dan Adrian lahir, kamu setuju untuk memberikan nama Pratama pada Adrian. Kamu tidak bisa bilang bahwa Adrian bukan anakku hanya karena namanya bukan Atmajaya," kata Anya dengan marah.     

"Mengapa Arka harus menggunakan nama Pratama? Aku tidak menyetujuinya. Semua anak Keluarga Atmajaya tidak boleh memakai nama lain," teriak Bima.     

Melihat Bima yang mulai emosi, Anya sadar bahwa ia tidak boleh melawannya lagi. Anya takut akan terjadi sesuatu pada Bima kalau emosinya terlalu tinggi.     

Namun Anya tahu, dalam situasi seperti ini, Bima akan semakin bingung dan tidak bisa mengenal semua orang di sekitarnya.     

Ia sengaja berkata, "Salah satu dari empat anakku menggunakan nama Pratama. Dulu ayah sudah menyetujuinya."     

"Sekarang aku tidak setuju. Ganti namanya dengan nama Atmajaya!" kata Bima dengan tegas.     

"Adrian Atmajaya, bukankah itu nama yang bagus?" tanya Anya sambil tersenyum.     

"Adrian Atmajaya … Namanya sangat bagus. Cepat ganti namanya sekarang juga!" kata Bima.     

"Tenanglah, Ayah. Aku akan segera mengganti nama Adrian." Anya melangkah maju dan menggandeng tangan Bima. "Ayah pasti lelah. Kembali lah ke kamar dan beristirahat."     

"Baiklah," Bima mengangguk. Pada saat itu, Bima akhirnya menyadari bahwa Eka masih duduk di sofa. "Siapa dia? Mengapa dia ada di rumahku?"     

"Bima, ini aku. AKu …"     

"Aku tidak peduli siapa kamu. Aku tidak suka padamu. Pelayan, cepat usir orang ini!" perintah Bima.     

Dalam hati, Anya mencibir. Tetapi ia tidak bisa menunjukkannya di depan Eka. "Ayah, Arka akan segera menikah. Aksa juga sudah punya kekasih. Sekarang, Sariba sedang hamil. Kamu akan segera memiliki cicit."     

"Memiliki cicit? Siapa yang akan memberiku cicit?" tanya Bima.     

"Arka."     

"Arka itu anak siapa?"     

"Anak Aiden, putra ketiga ayah."     

"Aiden … Aiden punya banyak anak laki-laki. Ia membuatku sangat senang."     

Mulut Anya berkedut karena menahan senyuman. Ia membantu Bima untuk duduk di kursi roda dan mengantarnya ke kamar untuk beristirahat.     

Pelayan rumah itu tidak berani mengusir Eka dari sana. Saat Anya keluar dari kamar Bima, ia menemukan bahwa Eka masih duduk di sofa, menunggunya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.