Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Satu-Satunya Keluargaku di Dunia ini



Satu-Satunya Keluargaku di Dunia ini

0"Adel, jangan takut. Kakak mengawasimu. Kalau ia berani menyentuh ujung rambutmu saja, aku akan membunuhnya," kata-kata Aksa membuatnya jauh lebih tenang     

Adel keluar dari lift dan berjalan mencari nomor kamar Mario. Ia berdiri di depan pintu, mengetuknya dan tidak bergerak. Tetapi tidak ada yang membukakan pintu untuknya.     

Adel mendorong pintunya pelan.     

"Mario …" teriak Adel, tetapi tidak ada yang menjawabnya.     

Kamar itu gelap, tidak ada satu lampu pun yang menyala. Adel tidak berani terburu-buru masuk. Ia berdiri di koridor dan memanggil Mario, tetapi ponsel pria itu mati.     

Ia tidak yakin apakah Mario berada di dalam. Dan pintu kamarnya tidak dikunci. Apakah Mario sudah dibawa oleh orang-orang Aksa sebelum Adel tiba?     

Adel melangkah maju dan melewati pintu. Ia tidak menyalakan lampunya dan ruangan itu dipenuhi dengan suasana yang aneh.     

Ia merasa sangat ketakutan dan hendak berbalik untuk pergi dari sana. Tetapi tiba-tiba saja seseorang mencekik lehernya dengan lengannya dan orang lainnya menutupi mulutnya dengan sapu tangan yang berbau aneh.     

"Umm …" Adel berusaha untuk melepaskan dirinya. Ia sedang mengenakan sneakers sekarang dan sebelumnya ia sudah pernah belajar bela diri. Sebelum obat itu bisa membuatnya pingsan, ia berhasil melepaskan diri dari orang tersebut dan menendang bagian sensitif pria itu dengan keras.     

"Ahhh!" teriak pria itu dengan kesakitan.     

Adel menutupi mulut dan hidungnya, tidak berani menghirup udara di dalam ruangan itu lagi. Ia juga berusaha untuk membuka pintu kamar tersebut.     

Tetapi tubuhnya terasa semakin lemah. Ia memandang pintu kamar tersebut, tetapi tidak memiliki kekuatan untuk membukanya.     

Ia berusaha untuk tetap sadar, tetapi ia tidak bisa berteriak dan tidak bisa melawan.     

Pada saat itu, Aksa membuka sebuah pintu tersembunyi dan muncul di depan pintu kamar Mario.     

"Kak …" begitu Adel melihat Aksa, air matanya mengalir di wajahnya.     

"Bibi, apakah kamu tidak apa-apa?" Mason juga datang bersama dengannya.     

"Mengapa kamu tidak menyalakan lampunya kalau gelap?' Bella juga ikut masuk ke dalam dan langsung menyalakan lampu. Sebelum ruangan itu terang, sesuatu yang dingin tiba-tiba saja menyentuh dahinya.     

Cahaya langsung menyinari ruangan itu dan juga wajah Mario. Ia memegang sebuah pistol di tangannya dan mulut dari pistolnya itu diarahkan ke arah Bella.     

"Ada apa ini?" saat Adrian tiba, ia melihat Mario sedang memegangi Bella sambil membawa sebuah pistol.     

"Adrian masuklah. Yang lainnya keluar. Jangan macam-macam," kata Mario dengan wajah yang menyeramkan. Lengannya mencekik leher Bella dan mulut pistol tersebut masih berada di kepalanya.     

Saat mendengar bahwa Bella akan pergi ke hotel untuk menemui Mario, Adrian khawatir akan terjadi sesuatu padanya sehingga ia memutuskan untuk mengikutinya.     

Tetapi siapa yang sangka sekarang Mario sedang menodongkan pistolnya ke arah Bella.     

Kalau tanpa pistol tersebut, mungkin Aksa dan Mason akan langsung menghajar Mario hingga babak belur. Ditambah lagi, Adel datang ke tempat itu sambil membawa pengala.     

Tetapi Mario memiliki senjata api dan orang yang diancamnya kali ini bukan Adel, melainkan Bella.     

"Mario, tenanglah. Aku tahu kamu ingin bertemu denganku. Lepasan dia. Bella masih kecil dan tidak tahu apa-apa. Biar aku yang bicara denganmu," kata Adrian.     

"Ayahku pergi ke Pratama Group, berulang kali mencarimu. Apakah kamu tahu? Gadis ini yang menghentikannya untuk bertemu denganmu kan?" Mario mendengus.     

Bella terus mengedipkan matanya ke arah Aksa. Ia tidak menyangka Mario memiliki pistol. Ia hanya melihat ruangan itu gelap sehingga ia membantu untuk menyalakan lampu.     

Kalau ia tahu dengan menyalakan lampu itu ia akan menjadi tawanan, ia tidak akan masuk ke dalam kamar tersebut.     

Aksa sedang memeluk adiknya yang sedang di bawah pengaruh obat. Ia terlihat seperti kehilangan kesadarannya.     

"Mario, letakkan senjatanya. Kita masih bisa menyelesaikan masalahnya baik-baik," kata Aksa dengan dingin.     

"Aku yang pertama kali bertunangan dengan Lili terlebih dahulu. Kalau bukan karena kamu, mungkin kami akan menikah tahun ini. Semua ini salahmu. Semua ini salahmu! Percayalah padaku, aku akan membunuhmu sekarang!" teriak Mario bak orang gila. "Kalian semua keluarlah. Hanya Adrian yang boleh masuk!"     

"Apa yang kamu inginkan? Uang? Atau apa? Kami bisa memberikannya untukmu," kata Mason dengan tenang.     

Mario kehilangan kesabarannya dan memukul kepala Bella dengan gagang pistolnya. Bella langsung berteriak kesakitan.     

"Jangan pukul aku. Aku tidak tahu apa-apa. Jangan pukul aku!" Bella hanyalah gadis berusia 19 tahun yang tidak tahu apa-apa. Rasa sakit itu langsung membuatnya menangis.     

"Mario, dasar brengsek. Jangan sentuh Bella," Aksa benar-benar ingin memukul kepala Mario.     

"Keluar! Tutup pintunya!" kata Mario. Saat ia hendak memukul kepala Bella lagi, Adrian langsung mendorong Mason dan Aksa untuk keluar dari ruangan itu dan menutup pintunya.     

Hanya ada mereka bertiga di dalam ruangan dan Bella terus menangis karena ketakutan.     

"Jangan menangis! Tutup mulutmu. Berisik sekali. Kalau tidak aku akan menembakmu!" teriak Mario dengan marah.     

"Di Indonesia, memiliki senjata api adalah sebuah kejahatan. Ayahmu pantas berada di penjara karena perbuatannya. Tetapi kamu masih muda dan masa depanmu masih panjang. Tidak seharusnya kamu menyerah seperti ini," kata Adrian dengan tenang.     

"Ayahku adalah kakekmu. Adrian, apakah kamu pikir kalau kamu tidak mengakuinya, kamu bisa menghapus hubunganmu dengan Keluarga Hermawan?" Mario memandangnya dengan kecewa.     

"Aku tidak punya hak untuk memilih orang tuaku, tetapi aku punya hak untuk memilih dengan siapa aku ingin dekat. Apakah kamu ingin menemui karena hubungan darah itu, atau karena sekarang aku memiliki Pratama Group?" Adrian melangkah maju.     

"Berdiri di sana. Jangan mendekat. Kalau kamu melangkah sekali lagi, aku akan membunuhnya," teriak Mario pada Adrian.     

Tetapi Adrian tidak berhenti melangkah dan terus berjalan di hadapannya. Setelah itu ia menggenggam tangan Bella dengan lembut. "Jangan takut Bella, aku pasti akan menyelamatkanmu."     

"Kak, kepalaku sakit," Bella memandang Adrian dengan tatapan tidak berdaya. Air mata mengalir di wajahnya.     

Ia mengulurkan tangannya dan menyentuh benjolan besar di kepalanya. Dan kemudian ia menangis lebih keras.     

"Lepaskan dia. Kamu menyakitinya," Adrian tidak peduli meski Mario sedang memegang pistol di tangannya. Ia mendorong Mario dengan keras dan merebut Bella dari tangannya.     

Adrian merangkul Bella dengan lembut dan membantunya untuk duduk di sofa. Ia langsung mengambil es batu dari dalam kulkas hotel dan membungkusnya dengan handuk. Setelah itu, menempelkannya di kepala Bella.     

"Jangan takut Bella. Kompres kepalamu dengan ini." Adrian berdiri di depan sofa, membiarkan Bella bersandar padanya sambil tetap memegang kompres di kepalanya.     

Saat ia melakukan hal ini, Mario tetap memegang pistolnya dan membidik ke arah Adrian, tetapi ia tidak menembak.     

"Mengapa kamu tidak menembak?" Adrian menoleh dan memandangnya.     

"Aku tidak mau membunuhmu. Selain ayahku, kamu adalah satu-satunya keluargaku di dunia ini," kata Mario.     

Adrian menghela napas lega saat mendengar Mario mengatakan hal ini. Jawaban itu membuat Adrian tahu bahwa Mario bukan sepenuhnya orang yang jahat seperti ayahnya.     

Ia hanya terlalu kecewa dan kekecewaan itu sempat membutakan matanya.     

"Apakah kamu tidak lelah memegang pistol itu terus? Bagaimana kalau duduk dan mengobrol?" kata Adrian.     

Mario mengambil sebuah kursi dan duduk di seberang sofa. Ia tetap memegang pistolnya dan mengarahkannya pada Bella.     

"Aku … Aku adalah adiknya. Kamu tidak bisa membunuhku," Bella memeluk pinggang Adrian dengan gugup dan sedikit menunjukkan kepalanya, memandang ke arah Mario.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.