Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Bisa Melihat



Bisa Melihat

0"Anya," Aiden menjawab panggilan itu, memanggil nama Anya dengan lembut.     

Ia tidak butuh waktu lama untuk mengangkat panggilan Anya. Telepon ini adaah panggilan yang sudah dinantikannya sejak tadi.     

Anya mendengar suara Aiden yang seolah bisa menenggelamkannya dari ujung telepon. Ia kembali memikirkan semua hal yang Aiden lakukan untuknya tanpa sepengetahuannya dan menarik napas dalam-dalam. "Kakak iparmu datang ke rumah."     

"Kalau kamu tidak mau bertemu dengannya, aku akan menelepon Nico dan menyuruhnya pulang." Kata Aiden dengan tenang.     

Di saat-saat seperti ini pun, Aiden masih memikirkan perasaannya.     

"Kak Maria menceritakan sesuatu padaku. Apakah tidak ada yang ingin kamu katakan padaku?" tanya Anya.     

"Aku tidak tahu apa yang Kak Maria ceritakan, tetapi aku hanya ingin mengatakan satu hal padamu. Anya, kamu adalah satu-satunya orang yang aku pedulikan dan aku tidak akan pernah melakukan apa pun yang bisa menyakiti hatimu," kata Aiden dengan suara dalam.     

Anya menarik napas dalam-dalam saat mendengar kata-kata Aiden.     

"Aku sudah tahu bahwa kamu tidak ada hubungannya dengan Imel dan aku juga tahu kamu mempertahankan taman ibuku untukku. Tetapi Aiden, pada saat kamu menikah denganku dan memintaku untuk menandatangani surat jaminan tanah itu, apakah kamu benar-benar tidak menginginkannya sama sekali?" suara Anya terdengar sedikit gemetar.     

Ia takut mendengar kenyataan. Ia takut mendengar bahwa Aiden menikahinya hanya untuk taman itu. Ia takut Aiden mengatakan bahwa ia tidak mencintainya …     

Aiden terkekeh dan berkata dengan suara yang tegas. "Yang aku inginkan hanyalah kamu."     

"Kakak iparmu tidak tahu kita sedang bertengkar. Cepatlah pulang agar kita bisa berbicara." Kata Anya sebelum menutup telepon.     

Anya pikir apa yang dikatakan Tara benar. Ia harus membicarakan masalah ini baik-baik dengan Aiden.     

Setengah jam kemudian, mobil Aiden tiba di depan rumah. Ketika ia masuk, Anya dan Maria sedang duduk di sofa ruang tamu lantai satu, berbincang-bincang sambil minum teh. Di meja kecil di hadapan mereka, terdapat dua garpu dan juga ubi manis yang sisa setengah.     

Di dinding, terdapat dua lukisan kembar yang benar-benar sama persis. Aiden menatap ke arahnya dengan bingung.     

Sementara itu, Anya menatap ke arah Aiden. Tubuh suaminya yang tinggi itu berdiri di tengah ruang tamu. Sinar matahari dari jendela menyinari tubuhnya, membuat ia terlihat bercahaya.     

"Kak," panggil Aiden. "Ada apa dengan dua lukisan ini?"     

"Aiden, kamu kembali tepat waktu! Coba tebak mana yang asli?" tanya Maria.     

"Apakah ada yang palsu dari lukisan ini?" Aiden melangkah maju dan melihatnya dengan berhati-hati. Kemudian, ia mengulurkan tangannya dan menyentuh cat di kertas tersebut. "Keduanya asli. Apakah kamu menyalin lukisanmu sendiri?"     

"Kamu bisa melihat semuanya?" tanya Maria dengan tidak percaya. Aiden bisa melihat!     

"Lukisan di sebelah kiri lebih baru. Bau catnya sangat kuat dan masih tercium dengan jelas. Lukisan yang di kanan adalah hasil karya lamamu sehingga memiliki kekhasannya sendiri. Pada saat itu, tidak ada yang mengganggu pikiranmu dalam menciptakan karya," Aiden bisa melihat perbedaan antara dua lukisan itu hanya dengan sekali lihat.     

"Kamu benar-benar memahamiku. Anya tidak tahu yang mana yang baru saja kubawa," kata Maria. "Aku memberikan lukisan ini untukmu."     

"Terima kasih, Kak." Aiden memanggil salah satu pelayan untuk menyimpan lukisan tersebut.     

"Matamu memang sangat tajam. Kapan matamu pulih dan mengapa kamu tidak memberitahuku?" Maria duduk dengan tegak dan sedikit menengadah. Ia seperti seorang ibu yang sedang memarahi putranya.     

Anya menatap Aiden dalam diam. Ia juga ingin tahu kapan mata Aiden pulih.     

"Terakhir kali aku pergi ke luar negeri untuk pengobatan secara diam-diam, dokternya juga bilang kalau butuh waktu untuk sembuh. Aku tidak menyangka akan ada keajaiban," Aiden menatap ke arah Anya. "Anya juga membantuku agar bisa melihat lagi."     

"Bagaimana cara kamu menyembuhkannya?�� tanya Maria dengan penasaran. Ia menatap Anya saat menanyakannya.     

Wajah Anya langsung merona. Mengapa Aiden harus menyebutkan namanya?     

Apakah Aiden ingin ia mengatakan pada Maria bahwa ia berinisiatif untuk membuat Aiden senang dan memuaskannya sehingga ia bisa melihat lagi? Mana bisa ia menceritakan kehidupan seksnya pada kakak iparnya?     

"Aku … Aku tidak melakukan apa pun. Mungkin Aiden merawat matanya dengan baik sehingga bisa pulih," Anya menjawab pertanyaan itu sambil tergagap.     

Maria tidak menyadari kepanikan Anya karena terlalu bergembira.     

"Aku akan memberitahu ayah. Ia pasti akan sangat bahagia," Maria mengeluarkan ponselnya, tetapi Anya langsung menghentikannya.     

"Kak, ada orang yang berusaha untuk mencelakai Aiden. Jangan beritahu siapa pun mengenai kondisinya hingga matanya benar-benar pulih sepenuhnya," kata Anya.     

"Aiden, apakah kamu berniat menyembunyikan semua ini dari ayah?" tanya Maria.     

"Aku ingin menyembunyikannya dari Imel, jadi aku tidak akan bisa memberitahu ayah sementara waktu," wajah Aiden yang dingin dan kaku tidak menunjukkan ekspresi apa pun, tetapi matanya terlihat dalam seolah sedang merencanakan sesuatu.     

"Baiklah kalau begitu, aku akan menyembunyikannya demi keamananmu," Maria memegang tangan Anya dengan penuh semangat. "Kalian harus baik-baik, ya. Jangan sampai ada sesuatu yang terjadi pada kalian berdua. Aku sudah tua dan jantungku sudah tidak kuat lagi. Jangan buat aku panik."     

"Jangan khawatir, Kak. Kami baik-baik saja." Aiden berjalan ke sofa dan tangannya memegang bahu Maria dengan lembut.     

Pada saat-saat seperti ini, kalau saja Nico yang berada di sana, ia pasti sudah memeluk Maria.     

Tetapi Aiden hanya bisa melakukan hal ini.     

Anya memeluk Maria tanpa pikir panjang. "Kak, semuanya baik-baik saja. Aiden baik-baik saja dan akan segera pulih."     

"Baiklah," Maria mengangguk sambil menghapus air mata yang mengalir di sudut matanya. "Terakhir kali kita bertemu di rumah Keluarga Atmajaya, kamu pulang tanpa makan. Hari ini aku akan memasak!"     

"Aku beruntung bisa mencicipi masakan kakak!" kata Anya.     

"Aiden, istrimu sangat ceria. Aku sangat menyukainya. Aku benar-benar menginginkan seorang putri sepertinya," kata Maria sambil setengah bercanda.     

"Kak, kalau Anya adalah putrimu, bagaimana dengan nasibku?" Aiden menatap ke arah Anya. Matanya juga menunjukkan bahwa ia sedang bercanda.     

"Ha ha ha … Aku hanya bercanda. Aku akan memasak di dapur dan membuatkan kalian masakan yang enak malam ini. Ajak Harris, Nico dan Tara ke rumah." Maria bangkit berdiri dan pergi ke dapur.     

Di sofa ruang tamu, hanya ada Aiden dan Anya berduaan.     

"Anya, aku …"     

"Kembalilah ke kamar. Kita bicara di sana," Anya bangkit berdiri dan naik ke atas, diikuti oleh Aiden.     

Siapa tahu saat ia baru saja melewati pintu kamarnya, Aiden tiba-tiba saja memeluk pinggangnya dari belakang dan menutup pintu dengan menggunakan kakinya.     

Anya terkejut dan langsung berbalik. Tangannya mendarat di dada Aiden, berusaha untuk melepaskan diri dari pelukannya.     

"Aiden, aku mau bicara denganmu. Jangan melakukan hal lain!" Anya merasa kesal.     

"Anya, hanya ada kamu di hatiku. Apakah itu tidak cukup?" Aiden menundukkan kepalanya dan tiba-tiba saja mencium bibir Anya.     

Satu tangannya memegang belakang kepala Anya dan tangan yang lainnya memeluk pinggang Anya. Bibirnya mencium Anya dalam-dalam, seolah benar-benar merindukan kehangatan istrinya.     

Ciuman yang tiba-tiba ini membuat Anya merasa tidak berdaya.     

Aiden mengatakan bahwa hanya ada dirinya di hatinya. Apakah ini sebuah pernyataan cinta?     

Anya merasa pusing. Tubuhnya terasa lemas, seperti sedang melayang karena Aiden sedang mengulum bibirnya.     

Ketika Aiden melepaskannya, ia merasa sedikit bingung dan tidak bisa bereaksi.     

Wajah mungilnya berwarna merah muda, membuatnya tampak lebih menawan.     

Aiden menariknya untuk duduk di pinggir tempat tidur dan menempatkan Anya di pangkuannya.     

Ketika Anya meronta, Aiden malah memeluk istrinya lebih erat.     

Wajah Anya menjadi semakin dan semakin memerah. Matanya yang indah menatap ke arah Aiden. "Apa yang kamu inginkan?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.