Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Pengaman



Pengaman

0"Aku akan membantumu memilih pelanggan, tetapi ingatlah jangan membuat parfum sembarangan hanya karena kamu membutuhkan uang. Untuk menjadi seorang parfumeur tidaklah mudah. Jangan hancurkan kesempatanmu," saran Esther.     

Ia takut karena uang Anya akan bertindak gegabah dan bekerja asal-asalan.     

"Aku tidak akan mengecewakan pelanggan. Jangan khawatir," kata Anya berusaha untuk meyakinkan Esther.     

"Baiklah kalau begitu," Esther tidak bertanya apa yang terjadi pada Aiden dan Anya. Ia tidak peduli terhadap hubungan mereka. Ia hanya tidak ingin Anya merusak reputasinya hanya karena uang.     

Anya menutup telepon itu dan mengendarai sepedanya untuk kembali ke rumah kecilnya.     

Begitu sampai di rumahnya, ia mendapatkan panggilan dari Maria.     

"Anya, ini Maria. Apakah kamu di rumah? Aku baru saja membuat lukisan baru dan ingin menunjukkannya padamu," kata Maria.     

"Kak Maria, aku masih di luar. Kakak di mana?" Anya berpikir sejenak dan memutuskan untuk tidak memberitahu Maria mengenai masalahnya dengan Aiden.     

"Aku baru saja keluar dari rumah. Aku akan mengunjungimu sambil membawa lukisanku. Sudah lama aku tidak melukis," kata Maria dengan penuh semangat.     

Tiga tahun yang lalu, sejak Nadine menghilang, Maria tidak pernah melukis lagi.     

Anya tidak tega menghancurkan semangat Maria. Ia bisa merasakan rasa cinta Maria pada lukisan, sama seperti ia mencintai parfum.     

Ia juga sering bereksperimen untuk membuat parfum baru dan membawa sampel parfum itu pada Esther.     

Sama halnya seperti Maria. Setelah tidak melukis tiga tahun, ia pasti ingin menunjukkan lukisan itu pada seseorang agar ada orang lain yang bisa mengapresiasi hasil kerjanya.     

Anya bisa memahami itu.     

"Baiklah, aku akan membuatkan teh dan menunggumu," kata Anya sambil tersenyum.     

"Oke! Sampai jumpa," Maria menutup teleponnya dan membuat tanda 'OK' ke arah Tara.     

Tara menghela napas lega. "Bibi harus segera cari cara. Anya benar-benar ingin menceraikan Aiden."     

"Tara, kamu memanggilku Bibi, tetapi memanggil Anya dengan namanya langsung …"     

"Ups." Kata Tara sambil tersenyum. "Usia bibi dan orang tuaku hampir sama. Tentu saja aku harus menghormatimu. Tetapi Anya dan aku seumuran. Bukankah aneh jika aku memanggilnya Bibi seperti Nico?"     

"Baiklah. Asalkan kamu nyaman. Kamu bisa memanggilnya sesuka hatimu," Maria bukan orang yang kolot dan peduli terhadap status dan kedudukan. "Tara, kamu juga berpendapat bahwa seharusnya Anya dan Aiden tidak cerai kan? Kamu lihat sendiri, Aiden membela Anya mati-matian saat mereka datang ke rumah. Itu tandanya Aiden benar-benar tulus pada Anya." kata Maria.     

"Anya pergi untuk menjual rumahnya. Ia mencari uang agar bisa mengembalikan hutangnya pada Aiden dan membayar biaya rumah sakit ibunya. Setelah itu, ia akan meminta cerai pada Aiden," kata Tara dengan cemas.     

"Selama ia mencintai Aiden, mereka tidak akan terpisahkan. Jangan khawatir." Kata Maria sambil tersenyum. "Kalau tidak, aku akan tinggal di rumah mereka sementara. Dengan begitu, mereka tidak akan bisa bercerai."     

"Benarkah? Mengapa mereka tidak jadi bercerai kalau Bibi tinggal di sana?" Tara tidak bisa seoptimis Maria.     

"Ketika aku menelepon Anya tadi, ia tidak menceritakan bahwa mereka sedang bertengkar. Ketika aku bilang akan berkunjung sambil membawa lukisanku, ia bilang akan menungguku dan membuatkan teh. Selama ia tidak mengatakan apa pun, aku akan berpura-pura tidak tahu. Mungkin saja mereka akan segera berbaikan," kata Maria.     

"Aku berharap semuanya akan baik-baik saja. Jangan bilang pada Anya kalau aku menemui Bibi," kata Tara dan mendapat balasan anggukan dari Maria.     

Setelah itu, Tara kembali ke kliniknya dan Maria pergi ke rumah Aiden.     

…     

Anya kembali ke rumah kecilnya untuk mengemasi seluruh barang-barang miliknya. Ia mengeluarkan tas besar dari bawah tempat tidur dan mulai membereskan semua ruangan.     

Ia pikir, karena ia akan menjual rumah itu, lebih baik mengemasi barang-barangnya lebih dulu agar tidak terburu-buru nanti.     

Ia dan ibunya telah tinggal di rumah kecil itu selama sepuluh tahun, namun, mereka tidak memiliki banyak barang.     

Ia hanya menggunakan dua tas besar untuk mengemasi semua barang milik mereka.     

Setelah itu, Anya berdiri di depan pintu sambil memandang rumah tempat ia tinggal selama sepuluh tahun. Matanya terasa perih saat memandangnya. Ia tidak memiliki rumah lagi …     

Sekarang, satu-satunya harapan adalah menyembuhkan ibunya.     

Selama ibunya bangun, ia bisa tinggal bersama ibunya … Di mana pun …     

Sebelum Anya pulang ke rumah Aiden, ia menelepon Hana. "Bu Hana, Kak Maria akan datang ke rumah. Teh apa yang ia sukai? Tolong siapkan terlebih dahulu."     

"Nyonya Maria menyukai teh mawar. Aku akan menyiapkannya," kata Hana.     

"Aku akan segera pulang. Tolong buatkan ubi panggang manis juga."     

"Baiklah," kata Hana sebelum menutup telepon.     

Ketika Anya tiba di rumah, Maria masih belum tiba. Ia baru saja turun dari sepedanya ketika mendengar suara klakson mobil di luar pintu gerbang.     

Pintu itu langsung terbuka dan mobil Maria memasuki pekarangan rumah Aiden, melewati air mancur dan berhenti tepat di depan pintu masuk.     

Anya langsung menyambutnya dengna senyuman. "Kak, selamat datang."     

"Anya, aku datang terlalu mendadak, ya? Apakah aku mengganggumu?" tanya Maria. "Aku baru saja selesai melukisnya dan tidak tahu harus menunjukkannya pada siapa."     

"Tidak kok, Kak. Selamat atas hasil karya terbarumu. Ibuku sangat menyukai lukisanmu. Hari ini, ketika aku membersihkan rumah, aku menemukan lukisan lamamu," Anya ingat ia membawa pulang lukisan milik Maria.     

Lukisan itu ada di keranjang sepedanya. Hana yang mendengarnya langsung membantu Anya untuk mengambilnya.     

"Benarkah?" Maria tersenyum senang. "Aku juga menyukai parfum buatan ibumu. Aku memiliki dua botol parfum di meja riasku, satu buatanmu dan satunya adalah buatan ibumu. Parfum buatanmu tidak kalah dari ibumu."     

Anya tersenyum malu-malu. "Aku masih tidak bisa dibandingkan dengan ibuku. Tetapi aku akan bekerja keras."     

Setelah itu, Hana datang sambil membawa lukisan yang dimaksud Anya.     

Maria melihat lukisan itu dengan terkejut. "Apakah ini lukisan yang dimiliki ibumu?"     

"Iya, ini adalah salah satu karya Kakak. Kupu-kupu yang Mencintai Bunga." Begitu Anya mengatakannya, wajah Maria terlihat sedikit pucat. "Saat aku bersih-bersih, aku tidak sengaja menemukannya. Oleh karena itu aku membawanya pulang untuk menunjukkannya padamu."     

Maria terlihat sedikit malu. Sebenarnya, ia tidak membuat lukisan baru hari ini. Ia hanya menghabiskan harinya di studio untuk mencoret-coret tanpa inspirasi.     

Untuk mencari alasan bertemu dengan Anya, ia mengambil salah satu salinan dari lukisan lamanya. Siapa sangka bahwa salinan lukisan itu ternyata sama dengan lukisan yang dimiliki ibu Anya?     

Jika Anya melihat lukisan kembar ini, apa yang akan dipikirkannya?     

"Aku tidak menyangka ibumu memiliki lukisan buatanku. Aku sungguh tersentuh. Aku jadi malu menunjukkan karyaku yang baru, itu tidak seberapa bagus. Lain kali aku akan membuatkan yang lebih bagus," Maria mencari alasan untuk mengalihkan pembicaraan.     

Anya tersenyum mendengarnya. Ia berpikir Maria terlalu rendah diri. "Tidak. Kakak adalah pelukis hebat. Sulit untuk bisa menghasilkan karya seperti Kak Maria."     

"Benarkah? Aku senang mendengarnya." Maria menggandeng tangan Anya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.     

"Aku baru pertama kali mengunjungi rumah ini dan aku ingin berkeliling. Ngomong-ngomong, aku tidak memberitahu Aiden bahwa aku akan mengunjungimu. Kalau ia tahu, Aiden pasti akan melarangku untuk mengganggumu. Ia terlalu posesif. Padahal aku kan tidak berniat untuk memakanmu!" kata Maria sambil berjalan menuju ke ruang tamu.     

Otaknya berputar keras untuk mengalihkan pembicaraan dari lukisan. Tiba-tiba saja, ia ingat mengenai saran Bima agar Aiden dan Anya segera menghasilkan keturunan.     

"Apakah kamu dan Aiden menggunakan pengaman?" tanya Maria pada Anya dengan suara pelan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.