Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Membeli yang Baru



Membeli yang Baru

0Tara hanya bisa menggelengkan kepalanya. Anya sama sekali tidak mau mendengarkannya. Ia juga tidak mau mempercayai semua kata-katanya.     

Apa lagi yang bisa ia lakukan?     

"Aku ke sini menyetir. Biar aku mengantarmu," kata Tara.     

"Tidak usah. Klinikmu pasti sibuk. Aku bisa pergi sendiri. Terima kasih sudah mengunjungiku. Aku merasa jauh lebih baik." Anya berpikir sejenak dan merasa bahwa kemarin malam bukan salah Tara.     

Semua orang yang menatap Aiden tidak akan berani melawannya.     

"Aku lapar. Apakah kamu tidak mau menemani aku makan dulu?" kata Tara. Saat ia masuk ke dalam rumah tadi, ia sudah bisa mencium bau masakan Hana. Bagaimana mungkin ia pulang tanpa makan?     

Anya menatap Tara sambil menggelengkan kepala. Tidak ada yang bisa melawan Tara dalam urusan makan. "Kalau begitu, makanlah dulu sebelum pulang. Toh, Aiden tidak ada di rumah."     

Dari luar, suara Hana terdengar. "Anya, makan siangnya sudah siap."     

"Ayo kita turun," kata Anya.     

Hari ini, Hana sudah menyiapkan berbagai makanan untuk Anya. Melihat suasana hati Anya yang buruk kemarin, ia ingin melakukan sesuatu agar Anya kembali ceria.     

Sayangnya, hari itu Anya tidak nafsu makan.     

Sementara itu, Hana mendapatkan tugas untuk melaporkan semua kegiatan Anya pada Aiden. "Tuan, istri Anda tidak nafsu makan. dan juga, tadi saya mendengar dari balik pintu kalau Anya ingin menjual rumahnya," bisik Hana.     

"Hmm … Suruh Abdi mengantarnya," jawab Aiden.     

"Tuan, apakah Anda tidak peduli?" kata Hana dengan kesal. Ia menebak bahwa Anya ingin menjual rumahnya untuk menceraikan Aiden.     

"Biarkan ia menjualnya, aku akan membelikannya yang baru," kata Aiden dengan tidak peduli.     

"Tapi …"     

"Aku tahu …" Aiden menutup teleponnya dan menatap semua orang di ruang rapat dengan dingin. "Lanjutkan rapatnya."     

Nico yang berada di ruangan tersebut tersenyum saat melihat Aiden mengangkat telepon. Semua orang yang duduk di ruangan tersebut adalah pemimpin senior Atmajaya Group. Ketika mereka sedang membahas masalah yang penting, tiba-tiba saja Aiden menerima telepon.     

Nico pikir itu adalah telepon penting, tetapi ternyata Aiden sedang mendengarkan laporan dari Hana mengenai makan siang Anya dan apa yang istrinya itu akan lakukan!     

Tidak pernah sekali pun ia melihat Pamannya seperti ini!     

Setelah rapat berakhir, Aiden dan Harris segera meninggalkan ruangan itu, sementara Nico tetap tinggal sambil mendengarkan gosip.     

"Tebak siapa yang menyebabkan wajah Tuan Aiden terluka?"     

"Yang berani melakukannya pasti seorang wanita!"     

"Kekasih Tuan Aiden? Wajah Tuan Aiden terlihat lelah hari ini. Sepertinya ia tidak tidur semalaman."     

"Sungguh beruntung! Katanya, kekasih Tuan Aiden adalah wanita tercantik di kampusnya."     

"Tidak Heran ia membatalkan pertunangannya dengan Natali Tedjasukmana. Wanita itu terlihat licik!"     

"Tetapi katanya Tuan tidak akan membawa kekasihnya itu ke ulang tahun Tuan Bima."     

"Ha ha ha … Tentu saja! Wanita seperti itu hanya untuk main-main, bukan untuk diperkenalkan ke keluarga."     

"Tapi Tuan Aiden selalu melakukan hal yang tidak terduga. Lebih baik kita lihat saja."     

Setelah mendengarnya, Nico langsung mengejar Aiden ke ruang kerjanya.     

"Apakah kamu tidak ada kerjaan?" tanya Aiden dengan tatapan dingin.     

"Paman, bagaimana kamu dan Bibi? Apakah kalian sudah baikan?" tanya Nico.     

Aiden hanya meliriknya dan menjawab dengan acuh tak acuh. "Tidak perlu mengurus masalahku."     

"Aku tidak mengerti. Mengapa kamu tidak memberitahu semua hal yang sudah kamu lakukan untuknya? Bukankah taman itu sudah tidak termasuk di dalam gambar perencanaan? Kalau begitu kembalikan saja surat perjanjiannya pada Bibi. Dengan begitu, ia tidak akan mencurigaimu lagi," kata Nico.     

"Tuan Nico, meskipun surat itu dikembalikan ke Nyonya sekarang pun, Nyonya tidak akan mempercayai Tuan," kata Harris.     

"Apakah ibumu sedang sibuk?" tanya Aiden tiba-tiba.     

Mata Nico berbinar dan ia langsung menjawab sambil tersenyum. "Ah! Aku tahu apa yang harus aku lakukan."     

"Hmm … Aku akan memberimu tambahan cuti kalau kamu berhasil melakukannya," kata Aiden.     

"Benarkah? Tetapi bukankah Paman akan semakin sibuk?" kata Nico dengan senang, sekaligus khawatir.     

"Aku akan lembur di kantor," kata Aiden dengan tenang.     

"Baiklah. Terima kasih, Paman! Aku akan segera menelepon ibu!" Nico berbalik dan langsung lari karena ia takut Aiden akan berubah pikiran.     

…     

Setelah makan siang, Tara segera kembali ke kliniknya.     

Anya mengendarai sepedanya untuk menghubungi perantara penjual rumah. Ia tidak bisa memasang harga yang tinggi untuk rumahnya karena kawasan rumahnya itu tidak bagus dan tidak aman. Meski ada taman di rumahnya, ukurannya terlalu kecil sehingga tidak membawa keuntungan apa pun.     

Area perumahan tersebut juga sangat berisik dan salurannya sering buntu. Di musim hujan, rumah mereka sering tergenang banjir dan banyak binatang yang masuk ke dalam rumah.     

Selama ini, Anya dan ibunya tinggal di rumah itu karena mereka tidak punya uang untuk membeli rumah yang lebih bagus.     

Jika mereka menjual rumah ini, mereka bahkan tidak akan memiliki tempat tinggal lagi.     

Setelah menghubungi agen penjual rumah, Anya pergi ke toko bunga di dekat perhentian bus untuk menitipkan kunci cadangan rumahnya. Toko bunga itu adalah toko langganannya, sekaligus tempat di mana ia biasa menitipkan sepeda.     

"Bibi, bisakah aku menitipkan kunci rumahku padamu? Siapa tahu ada calon pembeli yang mau melihat kondisi rumahnya."     

"Anya, mengapa kamu menjual rumahmu? Kalau ibumu sudah keluar dari rumah sakit, kalian akan tinggal di mana?" tanya bibi penjual bunga itu dengan cemas.     

Bibi itu mengenal Anya dan ibunya sejak lama. Ditambah lagi, ia adalah pelanggan tetap dan selalu membeli bunga-bunga Anya.     

"Aku menjualnya untuk membayar biaya rumah sakit. Aku akan bekerja, Bibi. Ketika aku sudah punya uang, aku akan membangun rumah yang sederhana di taman milik ibu. Dengan begitu, aku bisa bekerja setiap hari," kata Anya.     

Mata bibi penjual bunga itu memerah melihat kerja keras Anya. "Aku tidak punya banyak uang, tetapi aku bisa memberimu segini. Ambil lah terlebih dahulu. Anggap saja ini uang muka untuk pembelian bunga di hari natal," kata bibi tersebut sambil menyodorkan beberapa lembar uang.     

"Hari natal masih lama. Aku juga belum menanam bunga di taman." Anya merasa tidak enak mengambil uang itu.     

"Tidak apa-apa. Kamu bisa membayarnya lain kali," bibi tersebut memaksa dan langsung memasukkan uangnya di tas Anya. "Terima saja dan titipkan kunci rumahmu padaku. Jika ada yang orang yang mau melihat rumahmu, aku sendiri yang akan mengantarnya."     

"Terima kasih banyak, Bibi." Kata Anya dengan penuh syukur.     

"Sama-sama. Tidak perlu khawatir. Semuanya akan baik-baik saja." Hibur bibi penjual bunga tersebut.     

Anya berpamitan dengan perasaan sedih. Setelah itu, ia memutuskan untuk kembali menuju rumahnya untuk mengemasi seluruh barang-barang milik ibunya. Di perjalanan, ia menelepon Esther. "Bu Esther, aku akan kembali bekerja besok."     

"Jangan mengkhawatirkan pekerjaan. Ibumu dalam masa-masa kritis. Temani saja ibumu," kata Esther.     

"Aku harus membayar biaya rumah sakit. Tolong bantu aku menerima pesanan parfum khusus," kata Anya.     

"Anya, aku punya tabungan. Jika kamu butuh …"     

"Bu Esther, terima kasih. Aku baik-baik saja sekarang. Aku akan memberitahumu jika aku membutuhkan bantuan," Anya merasa sangat bersyukur saat mengetahui banyak orang yang berniat membantunya saat ia membutuhkan.     

"Rawat ibumu baik-baik. Tidak perlu terburu-buru bekerja. Aku akan membantumu menerima pesanan parfum khusus. Jika kamu punya inspirasi, kamu mendiskusikannya denganku," kata Esther.     

"Baiklah. Aku akan pulang dan mengunjungi ibuku dulu," kata Anya.     

"Aku harap ibumu cepat sembuh. Aku akan membantumu memilih pelanggan, tetapi ingatlah jangan membuat parfum sembarangan hanya karena kamu membutuhkan uang. Untuk menjadi seorang parfumeur tidaklah mudah. Jangan hancurkan kesempatanmu," saran Esther.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.