Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Keajaiban



Keajaiban

Setelah melepaskan bajunya, Anya merasa sedikit lebih sejuk. Ia bergumam dengan tidak jelas dan berbaring di tempat tidur dengan tenang.     

Aiden berlutut di samping tempat tidur. Ia menundukkan kepalanya dan menyentuh wajah mungil Anya. "Anya, apakah kamu tahu siapa aku?" kata Aiden dengan suara lembut.     

Kepala Anya terasa pusing. Ia hanya ingin tidur. Ia tidak peduli siapa yang sedang berada di hadapannya saat ini.     

Anya mengibaskan tangannya, menepis tangan Aiden yang menyentuh wajahnya. "Jangan berisik. Aku mengantuk."     

"Kamu tidak boleh tidur," Aiden menatap kulit Anya yang putih seperti salju. Ia menelan ludahnya dan menahan gairah di dalam dadanya.     

Anya ingin membuka matanya, tetapi rasanya sangat sulit. Matanya terasa sangat berat sehingga ia hanya bisa memicingkan matanya dan mengintip dari sela-sela bulu matanya yang lentik. Ia berbaring sambil menatap ke arah Aiden, seperti sedang menggodanya. Aiden hanya bisa memejamkan mata, mencoba untuk menahan diri.     

Istrinya sedang mabuk. Ia tidak boleh berbuat apa pun.     

"Siapa kamu? Pergilah ... Jangan ganggu tidurku!" Anya berusaha untuk menendang Aiden, tetapi Aiden memegang kakinya sehingga tidak bisa bergerak.     

Aiden mulai kehilangan kendali atas dirinya. Ia menundukkan kepala dan mencium bibir Anya dengan lembut.     

Anya ingin mengatakan sesuatu tetapi ciuman Aiden menghalanginya. Ia membuka matanya dan melihat wajah yang dikenalnya di hadapannya.     

"Aiden?" Anya sedikit sadar saat melihat wajah Aiden. "Bagaimana bisa kamu ..." Ia melihat sekelilingnya dan menyadari bahwa ia telah kembali ke rumahnya.     

"Selamat datang di rumah, Nyonya Atmajaya," Aiden menggigit bibir Anya. Meski tidak seberapa keras, gigitan itu membuat Anya berteriak karena terkejut.     

Anya menggelengkan kepalanya. "Aku mau bercerai. Aku mau pulang ke rumahku."     

Meskipun ia mengenali Aiden, ia masih mabuk sehingga pandangannya terasa kabur.     

Ia mengibaskan tangannya dan berusaha untuk mendorong tubuh Aiden. "Aku tidak mau melihat wajahmu."     

"Benarkah? Barusan siapa yang memelukku, memanggilku suami dan mengatakan bahwa sangat merindukanku?" Bagaimana mungkin Aiden membiarkan Anya pergi dari sisinya?     

Ia menundukkan kepalanya, menatap bibir Anya yang memerah karena ciumannya. Bibir itu terlihat sangat menggoda. Ia kembali mengecup bibir itu dengan lembut.     

Anya memukul bahu Aiden, bergumam dengan tidak jelas dan berusaha melawan. Tetapi alkohol yang ia minum seolah sudah menguras seluruh tenaganya, tidak menyisakan sedikit pun.     

Di otaknya, ia pikir ia sedang berusaha keras untuk melawan Aiden. Namun, sebenarnya dalam keadaan mabuk, ia tidak punya kekuatan sama sekali sehingga pukulannya itu terasa sangat lemah.     

Perjuangan Anya yang tidak ada artinya itu malah membuat Aiden merasa tergoda!     

Aiden memperdalam ciumannya. Sementara itu, Anya berusaha untuk mengelak, tetapi tubuhnya terasa lemas. Selain itu, ia seolah tenggelam dalam ciuman Aiden.     

Bagaimana mungkin ia bisa menolak ciuman dari pria yang dicintainya? Apa lagi ia dalam keadaan setengah sadar seperti ini ...     

Tanpa sadar, tangannya terulur untuk menarik baju Aiden, menarik tubuh pria itu untuk lebih dekat dengannya.     

Melihat Anya sudah tidak melawan, Aiden bangkit berdiri dari tempatnya berlutut. Ia naik ke atas tempat tidur sambil melepas bajunya.     

Anya mengerang tidak puas saat kehilangan kehangatan Aiden. Ia mengulurkan tangannya, berusaha untuk mencari suaminya.     

Dalam keadaan tidak sadar pun, tanpa sadar Anya berusaha untuk mencari Aiden. Ia tidak sadar bahwa perlahan ia telah jatuh cinta begitu dalam pada suaminya sendiri.     

Aiden hanya tertawa kecil melihat kucing kecilnya itu.     

Ia mengulurkan tangan menyambut tangan Anya dan mulai mencumbu seluruh tubuhnya. Efek dari alkohol membuat Anya merasa tubuhnya lebih sensitif sehingga semua yang Aiden lakukan membuatnya merasa seperti tergelitik.     

Biasanya, ia akan menahan diri untuk tidak mendesah atau berteriak terlalu keras. Tetapi malam ini, alkohol membuat rasa malunya terlupakan.     

Setiap desahan, erangan, dan teriakan yang keluar dari mulut Anya terdengar seperti musik di telinga Aiden. Suara itu terdengar hingga hari berganti.     

Pada akhirnya, Aiden membiarkan tubuhnya berbaring di tempat tidur sambil terengah-engah setelah melakukan 'olahraga ekstrem'. Ia menoleh untuk menatap wajah istrinya. Keringat masih membasahi tubuh mereka berdua.     

Setengah wajah Anya terkubur di lengannya, seperti seekor kucing kecil yang manja. Bibirnya sedikit melengkung, terlihat sangat puas.     

...     

Ketika terbangun esok harinya, Anya menyadari bahwa hari sudah siang. Kepalanya masih terasa pusing dan seluruh tubuhnya lemas karena bercinta semalaman dengan Aiden. Ia hampir saja mati di tempat tidur.     

"Ah! Kepalaku pusing. Pinggangku ..."     

Ingatan demi ingatan mulai kembali di benaknya. Anya ingat ia sedang minum bir dengan Tara dan tiba-tiba saja Aiden datang. Ia tidak bisa ingat kapan Aiden datang dan ia tidak bisa ingat apa yang mereka bicarakan.     

Namun, setelah pulang bersama dengan Aiden, ia bisa mengingat apa yang terjadi dengan jelas.     

Stamina Aiden sungguh luar biasa! Ia benar-benar hampir mati di tempat tidur.     

Anya meminta untuk bercerai dengannya, tetapi Aiden malah membawanya pulang saat perang dingin.     

Tidak hanya itu saja, mereka malah bercinta hingga pagi ...     

Mereka berdua begitu bergairah hingga Anya tidak ingat berapa kali ia pingsan.     

Setiap kali ia bangun, ia melihat Aiden masih mencumbunya. Pria itu sama sekali tidak kehabisan tenaga. Sementara itu, Anya hanya bisa tenggelam dan tenggelam berulang kali dalam sensasi yang memabukkan.     

Setelah bangun, Anya merasa seluruh perasaannya bercampur aduk. Ia merasa ingin menangis, malu dan marah. Yang lebih tak tertahankan lagi, rasa cintanya pada Aiden masih ada di hatinya ...     

Ia bangkit berdiri dan pergi ke kamar mandi. Ia merendam tubuhnya di air panas untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada tubuhnya.     

Setelah kembali ke kamar, ia bersandar dengan lemah di tempat tidur. Ia mencari ponselnya di atas nakas dan langsung menelepon Tara.     

"Anya, apakah kamu sudah bangun? Bagaimana keadaanmu?" tanya Tara dengan khawatir.     

Anya ingin menangis tetapi tidak ada air mata yang keluar dari matanya. Ia merasa frustasi. "Tara, kamu keterlaluan. Mengapa kamu melemparkan aku kembali ke Aiden? Apakah kamu tahu apa yang aku alami?" keluhnya.     

"Kalau suami istri bertengkar, sudah seharusnya mereka berbaikan di atas tempat tidur. Bukankah biasanya seperti itu? Kekuatan cinta mengalahkan segalanya," kata Tara sambil tersenyum nakal. Untung saja Anya tidak melihat senyum itu. Kalau sampai melihatnya, Anya pasti sudah memukul kepala Tara dengan kesal.     

"Apakah kalian sedang bersama-sama? Pasti malam kalian sangat indah kemarin!" kata Tara sambil menghembuskan napas iri. Ia juga ingin punya kekasih.     

"Aiden seperti serigala yang kelaparan. Ia bahkan tidak mengampuniku sedikit pun. Cepat kemarilah dan selamatkan aku," Anya meminta bantuan Tara dengan memelas.     

"Astaga, apakah kamu baik-baik saja? Aku lupa kalau kemarin malam Aiden begitu marah. Apakah ia menyakitimu?" kata Tara sambil mengerutkan keningnya.     

"Marah? Memangnya apa yang aku katakan?" Anya sama sekali tidak ingat apa yang ia katakan kemarin malam karena terlalu mabuk.     

"Bisa dibilang ini keajaiban karena kamu masih hidup setelah mengatakan semua itu pada Aiden. Aku akan menemuimu," Tara membuat Anya semakin panik.     

Setelah menutup telepon, Tara bergegas menuju ke rumah Aiden.     

Sementara itu, Anya hanya bisa merenungkan kata-kata Tara.     

Tar berkata bahwa keajaiban Anya masih hidup sampai saat ini. Memangnya apa yang ia katakan pada Aiden kemarin?     

Saat memandang ke sekelilingnya, Anya masih bisa mencium aroma mereka setelah bercinta. Ia segera membuka jendela, membiarkan angin untuk menghapuskan aroma tersebut.     

Ia bersandar di sofa sambil menunggu kedatangan Tara sambil mencoba mengingat apa yang terjadi kemarin ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.